Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelahiran Soekarno, Soeharto, Jokowi, dan Hujan Bulan Juni

22 Juni 2021   07:35 Diperbarui: 22 Juni 2021   07:35 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekumpulan Puisi Hujan Bulan Juni (kompas.com)

Mungkin guntur sedang melanda dan hujan deras terjun dari angkasa ke bumi. Saat ini di bulan Juni lahir tokoh- tokoh yang tercatat sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Gelegur petir dan hujan yang menderas itu akan sangat mengkhawatirkan terutama yang hidup di kota besar seperti Jakarta. 

Tapi musim dulu masih normal. Akan jarang hujan yang turun di bulan Juni karena biasanya musim sudah masuk kemarau. Sedangkan saat Juni, langit membiru, awan menghilang di pagi hari sedangkan malam dingin luar biasa. 

Bulan Juni diawali oleh bintang Gemini, simbol gadis kembar, yang sering mempunyai pikiran yang cepat berubah. Tapi banyak pemimpin lahir di bulan Juni. Soekarno, Soeharto, Jokowi lahir di bulan Juni sama seperti saya si penulis artikel ini.

Mengapa Bulan Juni tidak di Bulan Lain

Mengapa bulan Juni, mengapa tidak di bulan lain. Mungkin bisa kebetulan para pemimpin itu lahir di  bulan Juni. Soekarno lahir di bulan Juni dan meninggal juga di bulan Juni. Serasa istimewa bulan Juni, maka dengan segenap jiwa Sapardi Djoko Damono menulis puisi yang memukau dan juga novel berjudul Hujan  Bulan Juni.

"tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

 

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu"

 (lebih lengkap baca di Sini)

Sekumpulan Puisi Hujan Bulan Juni (kompas.com)
Sekumpulan Puisi Hujan Bulan Juni (kompas.com)
Alangkah sayangnya jika saya yang lahir di bulan Juni tidak menuliskannya. Ini repertoar, cerpen, puisi atau essay terserah namun bagaimanapun tidak perlu dibatasi jenis tulisan apa, apa yang lahir, mengalir dan tergores itulah hasilnya. T

etap tersenyum sambil menikmati hujan di bulan Juni. Tetap tegar meskipun dua presiden Soekarno dan Soeharto turun dan lengser dari jabatan dengan berbagai tragedi menyertai.  

Soekarno meninggal kesepian  karena dijauhkan dari rakyat yang membesarkan namanya. Namanya dikaitkan dengan komunis yang membuatnya harus meletakkan jabatan dalam konspirasi sejarah yang bingung mau diceritakan. 

Kilas Sejarah Tokoh yang Lahir Bulan Juni

Dengan surat supersemar yang masih menjadi kontroversial  sampai saat ini. Pada tanggal 21 Juni 1970 akhirnya wafat dalam sunyi sepi dan mungkin guyuran hujan menandai kepergiannya. Soeharto meninggal ketika telah runtuh wibawanya sehingga orde baru tumbang berganti orde reformasi. 

Jokowi saat ini terus diserang bencana demi bencana dan orang-orang lingkaran kekuasaan yang terus merecoki semangat membangunnya. Seakan ia terus digempur oleh orang-orang yang berusaha meruntuhkan cita- citanya membersihkan negeri ini dari mafia mafia yang selalu semangat merampok alam dan merampok kekayaan Indonesia demi kepentingan pribadi dan kepentingan golongannya sendiri.

Betapa berharganya bulan Juni, banyak peristiwa hingga melahirkan serentetan sejarah seperti lahirnya Pancasila. Maka Junipun diidentikkan dengan Pancasila. Sila- Sila itu menyatukan Pancasila yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, pulau pulau yang tersebar dan terpisahkan oleh lautan.

Pancasila bukan yang lain. Seandainya Indonesia adalah negara berdasarkan keagamaan, tidak terbayang bagaimana menyatupadukan perbedaan, bagaimana terus muncul konflik akibat beragamnya agama yang ada di Indonesia. 

Maka bersyukurlah para Founding Father saat itu sudah memikirkan dengan luasnya pemikiran bahwa persatuan dan kesatuan yang langgeng hanya bisa dipersatukan oleh dasar yang kuat yang termaktup dalam sila-sila yang mengayomi, seluruh suku bangsa, beragamnya budaya, etnis, bahasa dan terutama yang sering menjadi sumber konflik.

Padahal kalau setiap orang mendalami agamanya secara benar apapun agamanya akan muncul sikap rendah hati, saling menghormati, saling mengasihi seperti inti ajaran agama- agama sesungguhnya. 

Sayangnya saat ini seringkali agama menjadi sumber konflik, sumber teror, sumber keresahan yang diakibatkan oleh oknum- oknum penceramah yang membelokkan ajaran inti agama hanya untuk kepentingan kekuasaan dan egoisme beragama ormas tertentu. 

Banyak yang bilang Pancasila harga mati. Ya memang begitulah sebab jika negara diarahkan menjadi negara agama mau jadi apa negeri ini, apakah akan menjadi negara di sekitar Timur Tengah yang selalu dilanda konflik regional, saling membunuh padahal seagama, saling membantai padahal masih saudara sendiri.

Radikalisme telah mengikis nurani, terorisme telah menciutkan nyali, maka tidak ada cara lain selain Pancasila harus tegak.

Soekarno lahir di bulan Juni tepatnya tanggal 6 Juni 1903, Soeharto lahir di tanggal 8 Juni 1921, dan Jokowi lahir di tanggal 21 Juni 1961. Mereka dalam zaman keemasannya telah mengukir sejarah masing- masing. 

Ada sisi positif dan negatif yang tertera dan diingat sejarah, tetap ada pengikut setia yang selalu membela para tokoh tersebut. Bagaimana buruk dan menyakitkannya sebuah orde tetap ada sisi positif yang wajib diingat.

Jaya dan Terpuruknya Era Tokoh Negeri Ini Serta Lahirnya Pancasila

Soekarno yang meredup di sisa hidupnya tetaplah tokoh besar pendiri bangsa ini, pencetus Pancasila dan telah memberikan teladan betapa sederhana hidupnya semasa berkuasa. 

Ia yang berpikiran luas, berpengetahuan dan bervisi jauh ke depan, jatuh oleh orang-orang yang menuduhnya sebagai pemimpin berafiliasi komunis, jatuh oleh konspirasi orang- orang yang haus kekuasaan. 

Soeharto jatuh oleh kelakuan keluarganya yang terlalu rakus mengeruk harta negeri ini, yang selalu menekan kebebasan dan keterpurukan perekonomian membuat orde baru yang digerakkan dengan cara anti demokrasi,monopoli dalam hal usaha, merebaknya korupsi dibawah meja dan budaya pejabat yang selalu mengeruk kekayaan negara untuk kepentingan diri sendiri dan kroni- kroninya.

Di Era reformasi muncul dan lahir demokratisme, tetapi tampaknya dampaknya membuat pesta pora korupsi para pejabat malah nyata terlihat, tanpa malu-malu. Jika di orde baru korupsi bisa tersusun rapi tanpa sadar, maka korupsi di zaman reformasi terlihat kasar dan dilakukan tanpa malu-malu. 

Ketika datang Jokowi mencoba membabat sistem korup para pejabat republik ini, perlawanan amat gencar dilakukan oleh mereka yang terbiasa menikmati kekayaan. Para pejabat yang sudah mendarah daging dalam melakukan korupsi yang sepertinya tahu sama tahu.

Betapa beratnya menjadi orang baik di negeri saat ini, betapa susahnya memberitahu tentang ini dan itu demi kebaikan menghadapi orang-orang yang ngeyel dan suka-suka. 

Ketika Covid-19 merebak, yang terbaik sebetulnya adalah kekompakan masyarakat untuk memutus perkembangbiakan virus. Namun banyak orang merasa covid itu hanya rekayasa pemerintah. 

Mereka lebih percaya pada penceramah yang sok tahu bahwa sesungguhnya penyakit itu ujian dari Tuhan. Para pemuka agama yang seharusnya menganjurkan kebaikan dan memberi semangat untuk upaya disiplin mengikuti aturan prokes malah membuat statemen yang bertentangan dengan pemerintah. Maka ketika satu per satu tumbang dan pergi akibat covid baru paniklah negeri ini.

Masyarakat yang ngeyel dan tetap pergi mudik meskipun dilarang akhirnya menuai hasil, ledakan bencana tidak terelakkan. Sel-sel dan virus-virus meningkat tajam akhir bulan ini. Bulan Juni menyisakan sejarah pilu bagi masyarakat, kecemasan, ketakutan, paranoid dan penuhnya rumah sakit akibat terpapar covid 19.

Lalu apa salahnya Jokowi yang galak untuk tidak mudik jika hanya dianggap angin lalu. Ah kalau mikir seperti ini menjadi pusing sendiri. Hujan bulan Juni, dan dinginnya udara saat malam semoga menjadi waktu tepat merenung. 

Semoga saja bulan Juni menjadi awal baik untuk meleburkan virus dengan datangnya hujan di bulan Juni. Semoga masyarakat sadar pada tanggung jawabnya sebagai warga bersama sama untuk mencegah penularan virus demi kebahagiaan bersama. 

Kalau semua nggugu karepe dewe (semau gue) jadi ingat perkataan bang Poltak "Bah, Pusing kali Mak !" Oh ya jangan lupa tanggal 22 Juni juga Ulang Tahun Kota Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun