Pernah baca Kompas? Pernahkah membaca tulisan wartawan senior yang juga seorang pastur Jesuit yang gemar sepak bola. Seberapa sering membaca ulasan sepak bolanya yang khas, humanistik, filosofis, menulis sepak bola sebagai sebuah tontonan keindahan. Begitu ada ajang seperti Piala Dunia, liga Eropa dan pertandingan sepak bola bertaraf Internasional, hampir pasti tulisan menarik tentang sepak bola muncul.
Seorang Rohaniwan, Penulis dan Pengamat Bola
 Dr. Gabriel Possenti Sindhunata S.J, lahir di kaki bukit  Panderman,  Batu, Malang, 12 Mei 1952 seorang pastor dan pernah menjadi wartawan Kompas. Saat ini redaktur majalah kebudayaan Basis. Beberapa buku pernah ditulis antara lain Anak Bajang Mencari Angin, Aburing Kupu Kupu Kuning,Semar Mencari Raga, Air kata - kata , Bola di Balik Bulan, Bola- Bola Nasib, dan masih banyak buku - buku baik non Fiksi maupun Fiksi yang bisa dihasilkan.
Saya sebagai penggemar tulisannya akan selalu membeli koran ketika muncul ulasan bola dari Romo Sindhu, itu jauh sebelum koran mengalami senjakala. Untuk saat ini tulisan Romo Sindhu mungkin tidak banyak yang membacanya karena kendala peredaran koran Kompas yang terbatas, terutama karena pandemi ( saya juga kesulitan menemukan koran di tempat tinggal saya yang baru di Jonggol). Biasanya saya rajin membeli koran saat musim pertandingan tiba entah tabloid bola, entah Kompas.
Universalitas Sepak Bola
Di halaman depan bawah biasanya muncul kolom Romo Sindhunata yang mengulas tentang negara- negara peserta ajang piala dunia, atau piala eropa, bahkan olimpiade. Sepak bola menjadi magnet dari berbagai sisi. Dari sudut budaya, sejarah negara - negara peserta dan catatan filosofis tentang dunia sepakbola yang penggemarnya ratusan juta di seluruh pelosok bumi ini.
Bicara sepakbola akan bicara tentang permainan tim, pemain yang menonjol, bintang yang bermunculan, juga filosofi yang bermunculan tentang bagaimana sepak bola mampu memberikan efek solidaritas, kemanusiaan dan gerakan lain yang bisa dimunculkan dengan adanya pertandingan sepak bola.
Peristiwa yang menimpa Eriksen memunculkan drama, solidaritas, humaniora dalam sepak bola. Kemanusiaan muncul dengan peristiwa itu sehingga banyak tulisan muncul memperkaya wawasan tentang sepak bola. Yang menarik Romo Sindhu bagai sufi yang bisa mendudukkan bola sebagai sebuah tontonan penuh pesona dengan bahasanya yang mengalir indah.
Keindahan Bahasa Romo Sindhu yang Mengalir
Kecerdasannya dalam menangkap momen, mencari angle berita dan membahasnya bukan hanya dari sisi taktik pertandingan dan gebyar hingarnya bola, namun ia bisa menyigi dari sudut lain yang susah dibahas oleh penulis lain. Saya selalu mencatat di mana ada event sepak bola besar selalu ada tulisan Sindhunata muncul dan memberikan pencerahan tentang sepak bola.