Sejak internet muncul dan digunakan untuk membangun branding diri, mengenalkan program- program dengan cara cepat dan instan maka publik figur sering menggunakannya untuk sarana komunikasi. Tidak salah sebenarnya memanfaatkan kecanggihan dengan memanfaatkan benda digital itu untuk menyapa berkomunikasi, membantu mendorong masyarakat bergerak cepat dengan meluaskan prospek bisnis cara memanfaatkan aplikasi untuk mempercepat komunikasi.
Beberapa pemimpin seperti Barack Obama sukses memanfaatkan Blackberry untuk membangun network atau jaringan pertemanan hingga Obama mendapat limpahan dukungan berkat memanfaatkan teknologi canggih tersebut. Joko Widodopun  terbantu dengan banyaknya relawan yang memanfaatkan media sosial untuk mensosialisasikan program dari Joko Widodo.
Joko Widodo sendiri tidak alergi dengan media sosial, ia tahu dan bisa memanfaatkan media sosial untuk memberitahukan banyak kegiatan dengan seringnya ia bertemu dengan masyarakat, liputan kedekatannya dengan rakyat. Pansos dan apapun untuk tujuan positif agar program cepat sampai apa salahnya dan itu wajar dilakukan pemimpin di era digital saat ini.
Tapi agak aneh ketika menelaah kata yang dilontarkan oleh Bambang Pacul, kader PDIP Jawa Tengah, rekan se kader Ganjar. Ini hanya penerawangan saya sebagai penulis yang sebetulnya bodoh bila bicara tentang politik. Ini sebuah opini. Pernyataan Bambang Pacul tentunya aneh di era sekarang.Â
Apa salahnya Ganjar bergiat di media sosial untuk meliput kegiatannya turba ( turun ke bawah ), menyapa masyarakat menanyakan tentang keluhan- keluhan masyarakat terkait layanan masyarakat. Mengecek aduan masyarakat yang mengeluh misalnya tentang jalan rusak, proyek mangkrak atau tentang sosialisasi Jogo tonggo saat covid merebak.
Tampaknya ada udang dibalik batu dari pernyataan Bambang Pacul. Wis Kemajon artinya mendahului wewenang pimpinan pusat PDIP. Bukankah bagus jika kadernya bisa selangkah lebih maju untuk membangun daerahnya, apalagi wilayahnya butuh pemimpin yang responsif, gercep mendengar keluhan masyakarat.Â
Semakin cepat pemerintah tergerak dengan aduan masyarakat semakin cepat pelayanan diberikan untuk memuaskan kemauan rakyatnya. Apa yang salah ? Kalau kemajon atau keminternya Ganjar itu untuk kepentingan warga bukannya malah menguntungkan partai. Berarti pengkaderan berhasil, dan partai menemukan orang - orang sigap yang tahu bagaimana menyenangkan warga.
Pola pikir orang politik kadang susah dimengerti. Jika pada akhirnya pimpinan DPP sekelas Puan Maharani merasa kecolongan dan kalah pamor dengan anak buahnya berarti ada yang salah dengan dirinya dan gerak politiknya. Mosok di era media sosial saat ini cuma mengandalkan sosok yang pernah berjasa di masa lalu dengan menjadi anak biologis dari tokoh ternama seperti Bung Karno.
Rekam jejak politisi, pejabat publik era digital mau tidak mau memanfaatkan teknologi berbasis komunikasi untuk membranding diri. Di samping melakukan gerak cepat merespon keluhan dan mendengar langsung masyarakat pemimpin harus berani mengikuti perkembangan zaman. Istilahnya lebih milenial.
Saya melihat wajar yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo, terlepas bahwa ia juga berniat memoles diri agar bisa diberi kesempatan untuk bisa dilirik menjadi calon pemimpin di masa depan. Puan sendiri diakui oleh masyarakat meskipun ia duduk dalam pimpinan pusat partai besar, menjadi ketua DPR pula tapi tidak banyak membantu naiknya pamor dia di mata masyarakat. Masyarakat sekarang sudah pintarlah. Meskipun secara pengalaman Puan cukup matang dalam politik, tapi pilihan masyarakat cerdas saat ini tahu siapa yang layak dipilih sebagai pemimpin masa depan.
Bambang Pacul boleh alergi dengan gerak cepat Ganjar, atau kebetulan ia memang kader tradisional PDIP yang sangat setia dengan amanat Ketua Umum, untuk tidak nggege mongso, tidak boleh mendahului, apalagi sampai melibas pamor sang pemimpin partai.