Kebiasaan marah orang - orang di tempat umum sekarang ini mudah ditemui di media sosial, marah pada petugas keamanan, marah pada pengelola pariwisata, marah pada keyakinan lain saat memberi komentar di media sosial, padahal banyak orang yang salah menempatkan kemarahan. Banyak tayangan kemarahan karena kesalahan sendiri. Namun kebiasaan buruk kadang malah menjadi benar karena diikuti oleh banyak orang. Jadi benar jika dikatakan sekarang ini era post truth. Yang salah bisa menjadi benar karena dilakukan banyak orang. Yang baik semakin tenggelam dan akhirnya ikut arus mengikuti yang salah.
Pejabat jujur dan benar -- benar tulus malah sering dituduh pencitraan, sedangkan yang kasar dan blak- blakkan karena banyak pengikutnya malah dikagumi dan diikuti. Zaman saat ini bisa dikatakan serba terbalik. Orang baik lebih sering hidup dalam kesunyian dan kemiskinan sedangkan orang jahat bergelimang harta dan banyak pengikutnya.
Banyak orang melakukan cara konyol untuk mendongkrak popularitas. Setelah terkenal mereka semakin mudah mencari uang meskipun harus berdiri diatas penderitaan orang lain. Ada manusia yang sengaja dikorbankan untuk membangun branding seseorang, sengaja difitnah agar muncul kemarahan yang berujung dikorbankannya mereka yang lemah untuk membangun nama menjadi viral, namun selincah- lincahnya mereka bersembunyi akhirnya akan terkena imbasnya juga, niat baik tidak selamanya mendapat tempat.
Banyak yang percaya bahwa Covid -19 itu tidak ada hanya rekayasa pemerintah dan mereka cenderung melanggar prokes namun akhirnya mereka terkena batunya, setelah dinyatakan positif dan merasakan betapa sakitnya menderita sakit karena Covid dan bahkan baru terkena sakit, penyakit semakin parah karena disertai penyakit penyerta dan akhirnya meninggal karena covid.
Semakin dominan agama saat ini semakin penuh tantangan diterima oleh manusia. Semakin pengin mendalami dan mencoba mengikuti budaya yang diajarkan agama semakin sering muncul pergesekan antar manusia. Padahal tujuan agama- agama pasti membangun kenyamanan, kedamaian dan kerukunan, namun sekarang yang terjadi lebih sering agama menjadi pemicu perpecahan.
Saya tidak hendak mengulik kekurangan agama, namun malah menjadi bahan introspeksi agar semakin beragama, manusia semakin sadar untuk tidak gampang emosi, tidak gampang misuh atau mengumpat, tidak gampang membuat status provokatif baik di instagram, tweeter, telegram, facebook. Tidak mudah juga menayangkan video vulgar yang memberi gambaran kekerasan. Tidak mudah memviralkan tayangan yang tidak layak tonton.
Hanya tidak mudah sekarang menasihati teman, saudara, rekan yang aktif di media sosial. Yang bisa dilakukan hanyalah mencoba mulai dari diri sendiri dulu untuk menahan diri untuk tidak berkomentar yang bisa mengundang kemarahan. Paling tidak ya menulis di status yang membikin orang tenang, nyaman dan saling respek. Itu saja. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H