Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Usia Muda, Kebebasan dan Pergolakan Jiwa

14 Mei 2021   20:23 Diperbarui: 14 Mei 2021   20:25 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar wiz.or.id

Kalau para Kompasianer bicara tentang sukses usia 25, jujur saya masih menikmati kehidupan papan bawah. Masih beruntung kedua orang tua adalah PNS yang secara materi masih cukup untuk memberi uang saku kalau saya minta. Saya benar- benar merasakan bagaimana meniti kegagalan demi kegagalan, merasakan rasa minder, menikmati betapa kadang merasa tidak enak selalu merepotkan orang tua.

Umur 25 tahun adalah usia produktif namun bagi aku di usia itu aku masih menikmati kegiatan organisasi, menjalani hidup tanpa target jelas, dan masih berstatus mahasiswa yang masih tergantung pada bantuan orang tua. Bagi orang lain mungkin itu termasuk kegagalan, sedangkan waktu itu aku masih menikmati sebagai orang bebas, nongkrong, berteater, menjadi penulis lepas, menjadi orang dengan kegiatan di luar kuliah yang seabreg.

Jadi terus terang jujur saya katakan di usia 25 tahun saya belumlah siapa- siapa, Itu usia yang masih aku manfaatkan untuk "foya- foya" rambut gondrong, menikmati aktifitas teater, Pencak Silat, jalan - jalan, bertualang. Memang ada rasa penyesalan mengapa masa emas usia produktif itu hanya dimanfaatkan untuk menikmati kebebasan, namun ada kepuasan tersendiri setelah usia menua sebab saya pernah menjadi orang"bebas" jomlo akut, petualang, merasakan bagaimana menjadi "pengangguran" tanpa pekerjaan tetap. Jadi bisa cerita saat bagaimana rasanya menjadi orang tersingkir juga orang bebas.

Masing masing mempunyai jalan kehidupan sendiri.  Kaum muda sekarang beda, duapuluh satu tahun sudah lulus kuliah, kuliahpun sambil bekerja, usia duapuluh lima tahun sudah lulus S2 bahkan ada yang sudah menyelesaikan S3 nya. Kaum milenial sekarang bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk bisnis daring, atau memanfaatkan era digital suntuk dalam kehidupan dunia maya. Lebih asyik dengan dirinya sendiri. Zaman memang sudah berubah. Tidak harus menyesali apa yang telah terjadi, yang sekarang dilakukan adalah tetap melakukan yang terbaik sesuai kemampuan.

Jakarta masa kini memang telah berubah, tapi tantangannya tetap sama. Kalau santai ya akan tergusur. Menjadi orang Jakarta, harus kuat mental, kreatif dan peka terhadap perkembangan teknologi. Sementara kesehatan menjadi barang mahal. Kadang saat tidak nyaman bekerja ada ancaman bernama stres /tertekan dan bisa mengalami penyakit kronis yang bermula dari tekanan psikologis.

Menjadi orang Jakarta harus siap dengan segala resiko. Kalau tidak ya harus siap menyingkir. Ketangguhan salah satu kunci bertahan. Jakarta memang menggiurkan bagi yang biasa kerja keras, namun sangat mengerikan jika berpikir santai tanpa kerja keras tapi uang mengalir. Ujung- ujungnya ya menjadi polisi cepek, mengharap recehan di sekitar pengkolan Jalan.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun