Masalah emosi setiap orang pasti memilikinya. Banyak manusia yang lebih senang mengumbar emosi dan cenderung mudah tersulut emosinya dengan berbagai masalah yang menimpanya. Emosi itu sebetulnya bukan hanya saat memperlihatkan muka marah atau tengah berang karena merasa dilecehkan atau membuat manusia naik pitam.Â
Pada sosok laki-laki marah, teriak-teriak dan menantang rasanya jamak. Laki-laki lebih spontan dalam menyalurkan emosinya.Â
Beda dengan perempuan yang kadang hanya diam, lalu menangis sesenggukan. Ketika emosinya tidak terbendung ada beberapa sifat yang amat menakutkan yang dilakukan perempuan yaitu, menyakiti diri sendiri. Misalnya dengan membenturkan kepelanya ke dinding, atau merusak dan membanting apa saja yang ada di depannya. Saat emosi seseorang kadang berlipat kekuatannya, tapi emosi biasanya tidak terkontrol dan gampang dilumpuhkan.
Emosi dan Hubungannya Dengan Harmonisasi Kehidupan Rumah Tangga
Yang mengerikan ketika emosi cenderung tindakannya benar-benar di bawah alam sadar. Jangan sampai dekat dengan benda tajam atau benda-benda yang berpotensi melukai. Perilakunya mirip ketika kesurupan atau trance dalam pertunjukan jantilan atau kuda lumping.
Kadang memang perlu menyalurkan emosi dengan berteriak sekeras-kerasnya, namun banyak orang yang cenderung pendiam, dan jarang keluar melihat berbagai karakter manusia lebih mengerikan bila tengah emosi.Â
Kontrol yang lemah dan simpanan emosi yang terpendam bisa meletup dahsyat dan akibatnya bisa fatal jika dihadapi sama-sama dengan emosi.
Menghadapi Pasangan Emosional dan Gampang Naik Pitam Karena Tumpukan Masalah Mengendap
Menghadapi pasangan dengan emosi tinggi seperti itu, seseorang disarankan perlu menghindari konflik yang berpotensi melukai jiwanya. Sebab jika sering beda pendapat dan sering membuat hatinya terluka maka akibatnya sangat menakutkan. Dalam emosi labil dan terluka bathinnya, ia cenderung nekat untuk melukai diri sendiri atau malah yang fatal bunuh diri.
Jika Anda mempunyai pasangan dengan emosi yang cenderung tidak terkontrol tersebut, hal yang pertama dilakukan adalah menghindari konflik, meminimalisir melakukan tindakan yang bisa melukai bathinnya. Sering mengajak bercanda dan cepat minta maaf dan segera selesaikan masalah agar tidak berlarut-larut, menciptakan suasana yang membuat nyaman pasangan, mengontrol diri dalam letupan kemarahan.Â
Sebab jika kita marah, dia bukannya diam tetapi malah terletup amarahnya. Bisa saja yang tadinya yang marah kita , eh malah kita sendiri yang dibuat kelimpungan sebab kemarahannya lebih menakutkan.
Memahami pasangan hidup yang mempunyai karakter berbeda itu awalnya memang mengejutkan, ngeri-ngeri sedap, tapi seiring dengan berjalannya waktu ketika tiap pasangan saling bisa menyesuaikan diri, maka lama-lama pasangan yang mempunyai emosi tinggi mampu mengurangi intensitas konflik.
Jomlo yang tidak ingin direpotkan dengan berbagai masalah rumah tangga, sering menjadikan persoalan rumah tangga yang berakhir tragis itu alasan untuk tidak cepat menikah atau memutuskan untuk terus hidup sendiri.Â
Ada bayangan ketakutan dari jomlo bahwa karena dirinya termasuk orang yang susah mengontrol emosi, ia takut menikah karena bisa jadi nanti akan tumbuh masalah dan selalu bertengkar setiap saat. Menikah bukannya senang tapi malah tertekan karena selalu harus belajar untuk berkompromi.
Terkadang menebak pasangan dengan karakter, sifat dan tingkah laku yang sesuai itu susah. Kita rasanya tidak nyaman ketika pacaran mengungkapkan kelemahan diri.Â
Hal yang diperlihatkan hanya yang bagus-bagus saja. Sebetulnya pacaran yang baik bila mereka berusaha tidak menutupi kekurangan dihadapan calon pasangan hidup.Â
Gagalnya Pernikahan Karena Emosi Tidak Terkendali
Pernikahan yang gagal dan berakhir cerai sering karena secara emosional memutuskan menikah padahal belum begitu kenal luar dalam calon pasangannya.Â
Dari berbagai persoalan rumah tangga ada banyak godaan terutama adalah menganggap rumput tetangga lebih hijau daripada rumah sendiri.Â
Kadang pasangan membanding-bandingkan dengan rumah tangga lain yang tampak harmonis, selalu rukun, romantis, dan sering jalan-jalan.Â
Pasangan mereka suka memperlihatkan hadiah keren sehingga dalam sebuah diskusi di rumah sering mendorong suami istri berkonflik karena silau dengan kehidupan rumah tangga tetangga atau orang lain.
Padahal sesungguhnya seharmonis apapun setiap rumah tangga selalu mempunyai masalah. Hanya ada keluarga atau pasangan suami istri yang pandai menyembunyikan berbagai masalah kehidupan cukup di dalam rumah. Orang lain tidak perlu mengetahui bahwa sebenarnya ada masalah pelik yang sedang dan tengah berjalan.
Pertanyaan yang harus dijawab dalam artikel ini, haruskah persoalan rumah tangga diselesaikan dengan emosi tinggi?Â
Bagi penulis tentu saja tidak. Semua permasalahan jika diselesaikan dengan emosi hanya akan menimbulkan masalah lagi.Â
Entah penyesalan, entah kemarahan yang terpendam, dan berbagai rentetan persoalan yang akhirnya membesar. Jika sudah membesar dan merasa tiap pasangan sudah frustrasi ujung-ujungnya adalah perceraian. Padahal perceraian itu solusi terakhir dari berbagai konflik rumah tangga yang muncul.
 Akan terjadi masalah terutama yang sudah mempunyai anak. Sebab yang terlahir dari orangtua broken home biasanya mempunyai masalah psikologis.Â
Jika pisahnya baik-baik dan kedua orangtua yang broken home masih kompak untuk membesarkan bersama tidak akan menimbulkan banyak persoalan terhadap anak, tetapi jika cara pisahnya menimbulkan luka dan masih memendam dendam dan amarah, imbasnya adalah anak yang menjadi korban. Anak menjadi kambing hitam persoalan dan "dipingpong" sebagai bagian masa lalu yang menyakitkan dan menimbulkan luka batin.
Keseimbangan Membuat Rumah Tangga Menjadi Awet
Kalau setiap pasangan hidup bisa menempatkan diri, mau mengerem emosi saat pasangannya tengah marah, tidak ikut larut dalam emosi ketika terjadi percekcokan, sabar menunggu surutnya emosi, sehingga ketika emosi mengendap lalu memecahkan masalah bersama-sama dengan emosi stabil dan terkendali.
Masalah tidak perlu dihindari karena manusia memang hidup dan dewasa karena bisa mengatasi masalah demi masalah dengan sabar, dengan tenang dan bisa bekerjasama saling mengisi kekurangan. Bukan malah bersaing untuk bisa dominan dan memaksakan kehendak.Â
Intinya keseimbangan hidup, mau saling mengalah, jika salah satu sedang emosi tinggi, pasangannya jangan ikut-ikutan emosi. Sebab emosi dihadap dengan emosi hanya akan membuat runyam masalah.Â
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H