Apakah para penganut agama yang cenderung radikal itu mengalami over thinking dalam memahami agama. Mereka yang protektif dan cenderung takut berteman dengan agama berbeda karena dipagari paham fanatic bisakah disebut overthinking. Bisa jadi karena selalu diliputi curiga, tidak gampang percaya dan selalu curiga bisa dipengaruhi agama lain jadi banyak penganut agama merasa harus menjauh dan memprotek diri sendiri untuk menjauh dari relasi antar agama.
Padahal jika memahami esensi beragama mengapa harus takut, dahulu waktu saya masih di kampung, ketika duduk, tidur, dan santai di mushola atau masjid sekedar merebahkan tubuh mana sempat berpikir bahwa saya tidur di tempat umat muslim yang berkeyakinan lain.Â
Saya yang masih kecil bahkan sampai mahasiswa ketika jeda kuliah lebih sering istirahat dan rebah di selasar masjid tidak mempermasalahkan adanya fanatisme beragama, hanya saya tahu di papan pengumuman banyak selebaran tentang ajaran radikal, banyak ajakan tentang jihad yang sudah ada sejak dahulu.
Tapi masih banyak saudara teman yang hanya melihat sepintas lalu, bahkan mengabaikan selebaran tersebut, karena mereka memandang tidak berguna. Di Kampus saya dulu kompleks keguruan negeri memang sudah banyak sekali selebaran tentang ajaran radikal, tentang kajian yang mengulik tentang menjauhi agama lain dengan doktrin yang bagi saya cukup mengerikan, tapi saya sih dulu percaya teman -- teman saya mempunyai pengetahuan luas sehingga meskipun saya bukan muslim mereka terbuka dan menyilahkan saya istirahat dan tidur di masjid.
Mengapa harus overthinking dalam beragama artinya mengapa harus memikirkan terlalu jauh relasi beragama. Kecenderungan saat ini hubungan antar agama memang sedikit berjarak, tapi pasti tidak berlaku pada pelaku budaya dan orang -- orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Fanatisme itu hanya merugikan diri sendiri, membuat jarak, tidak luwes.
Dulu saya sering mengantar teman keliling dari masjid masjid untuk kolaborasi memainkan musik gambus dengan iringan gitar akustik dan bas serta perkusi, ada tiga teman saya yang beragama katholik, dengan nyaman mengiringi musik gambus yang berisi ajaran Islam. Sebagai pengiring tentu harus total dan mendalami musiknya. Tidak masalah khan mengiringi. Sebagai pelaku seni tidak masalah kolaborasi musik dengan musik berciri padang pasir toh jika dicerna semua ajaran agama itu baik.
Lalu mengapa muncul fanatisme agama, mabuk agama dan kekerasan yang berasal dari agama? Berarti manusia belum memahami secara utuh tentang implementasi kehidupan beragama. Kalau masih selalu curiga dan ketakutan akan pengaruh agama lain berarti manusia masih dibayangi ketakutan ketakutan yang tidak perlu.Â
Pemahaman agama yang baik malah mengantarkan manusia saling respek dan saling toleran. Tapi yang terjadi sekarang, di kolom komentar, suara -- suara netizen yang gegar budaya sering berdebat kusir masalah agama, yang kanan terlalu ke kanan yang kiri terlalu ke kiri, tidak ada yang berusaha berada di tengah sebagai penyeimbang. Semua ngotot membela agamanya sendiri, semua merasa benar dan cenderung fanatik berlebihan, tapi ada juga netizen yang asal njeplak atau asal ramai dengan akun tidak jelas, yang penting seru dan tensi deban semakin meninggi.
Agama bagaimanapun wilayah pribadi, sebuah pertanggungjawaban dari manusia dengan Tuhan sang Pencipta. Sebagai makhluk ciptaan manusia secerdas apapun harus selalu sadar akan misteri kekuasaan Tuhan yang tidak terjangkau.
Overthinking manusia pada ajaran agama seringkali malah membuat ia menjauh dari lingkaran sosial masyarakat, penyendiri dan terjebak dalam ajaran -- ajaran yang meninabobokkan pikirannya. Darimana manusia bisa berkhayal bahwa kehidupan di surga itu dipenuhi oleh bidadari cantik jelita, dari mana khayalan manusia sampai bahwa dengan menjadi pengantin yang bertindak untuk mengorbankan diri sendiri mereka lantas diterima langsung ke surga. Ah itu pikiran yang kebablasan dan cenderung halu, sudah terlalu banyak dicekoki oleh ajaran sesat radikalisme agama. Sudah dicuci otaknya sehingga pemikirannya tidak logis dan rasional lagi.