Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(RTC) Sebuah Kehilangan yang Melelahkan

1 Februari 2021   14:46 Diperbarui: 1 Februari 2021   15:08 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kehilangan putra kesayanganmu, aku selalu melihat mendung di wajahmu

Tidak terkira perihnya mengenang masa - masa indah ketika senyuman anakmu masih selalu menghiasi hari harimu.

Aku mengerti betapa kosongnya jiwamu tanpa peluk sapa  dan seutas senyuman yang membangkitkan semangat untuk bekerja dan berkarya.

Kau seperti kehilangan keseimbangan, selalu salah arah membaca peta yang dulunya menjadi salah satu kelihaianmu. Bahkan untuk menebak apakah ke kanan atau ke kiri saja sering salah ucap.

Duka milik siapa saja teman, dan semua orang akan selalu merasa kehilangan. Tidak selamanya bisa tegar dalam kebahagiaan dan kesempurnaan. Terkadang ranting di pepohonan pun berjatuhan. Satu persatu jatuh terbanting di tanah, mengering, terbakar dan menjadi abu.

***

Kehilangan itu melelahkan tapi tercenung dalam kedukaan, teramat sangat melelahkan. Apakah sepanjang hari harus mengutuki nasib, merenungi kesedihan. Apakah sudah tertutup pintu bagi kebahagiaan yang lain.

Aku merasa kau harus cepat bangkit, segera berpaling dan berjalan tegap menatap kenyataan. Kepahitan itu menjadi sebuah kekayaan. Kau akan menikmati manis setelah merasakan pahit. Kamu akan merasakan suka setelah merasakan bagaimana pedihkan duka. Kamu akan merasakan kenikmatan ketika dalam suatu masa merasakan luka yang membuat kau tahu rasanya pedih perih. Kau akan merasakan bahagianya terang setelah meresapi bagaimana kegelapan membuat ruang gerakmu terbatas.

Senyumlah kawan, banyak temanmu yang lebih pedih kehilangan. Banyak yang lebih perih dari kamu  saat merasakan duka bertubi - tubi. Suratku ini mungkin awalnya akan membuat ingatanmu kembali. Mengenang masa ketika masih bersamanya. Tidak terlalu berharga mungkin tapi paling tidak membuka terang dari sisi jendela lain yang menerangi hatimu yang gelap. Semoga kau segera bangkit, menyambut kehidupan baru, karena apapun yang terjadi manusia tetap tidak bisa mengelak takdir yang sudah digariskan Tuhan.

Kau akan kelelahan sendiri merutuki kehidupan, kau akan lemas sendiri jika terus rebah dalam kedukaan. Maka bangkitlah, meskipun awalnya tertatih.  Kuda - kuda kakimu akan menguat, jika kamu membuka ruang jiwamu untuk bergerak maju, menyambut asa baru.

Jakarta, 1 Februari 2021

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun