Sering berinteraksi dengan Guru  Bahasa Indonesia, Guru Bahasa Inggris, dan pengampu pelajaran bahasa lainnya. Berapakah dari mereka yang merangkap sebagai penulis atau aktif menulis, artikel, cerpen, novel, karya tulis lainnya. Tidak banyak. Bukan berarti tidak ada lho, banyak juga tapi banyak dari Guru Bahasa Indonesia itu yang ngeri sendiri ketika menulis.
Secara mereka mengetahui teorinya, bagaimana menyusun definisi kata, kalimat, paragraf. Penggunaan di ke dari, sambung pisah kata ke dan di. Penerapan tanda petik. Bagaimana harmoni antar obyek, predikat, konsonan, vokal  keterangan.Â
Namun saking pahamnya teori malah ngeri sendiri dan jarang menulis dan mengarang, kalau mengarang atau menulis lebih sebagai tugas untuk memberi contoh kepada para anak didiknya.
Bukan berarti saya menyamaratakan semua guru bahasa, namun ternyata masih sedikit guru bahasa Indonesia yang menghasilkan karya tulis baik itu berupa artikel bebas maupun karya fiksi.Â
Tampaknya amat menarik membahas tentang kemampuan menulis, hobi menulis dan ada yang secara total menggantungkan diri sebagai pengarang.Â
Di yayasan tempat bekerja, dari sekian guru puluhan guru Bahasa Indonesia tidak sampai sepuluh yang merangkap menjadi penyair, penulis blog atau kolomnis. Mereka lebih sibuk menulis soal, membuat administrasi, merangkap wakil kepala sekolah dan wali kelas.
Ada yang menjawab tidak sempat, takut salah menulis, dan perasaan tersandera lain yang membuat guru bahasa tidak otomatis sebagai sastrawan atau penulis.Â
Dari tidak banyak itu saya mengenal Pak St. Kartono Guru Bahasa Indonesia, yang aktif menjadi kolomnis, dan pembicara ribuan seminar kepenulisan.
Pastinya sosok seperti St Kartono, Â Keke Aritonang, Joko Pinurbo itu pengecualian. Mereka mengerti dan menguasai teori tetapi juga menjadi praktisi dan tidak takut menerapkan pengetahuannya untuk menjadi sumber pembelajaran bagi para penulis yang berangkat dari hobi, dari kesenangan namun yang tidak berangkat dari penguasaan teori menulis yang baik.
Lupakan Teori Menulis Tapi Penting untuk Tulis, Tulis dan Tulis
Saya malah ketika memulai menulis, banyak mengabaikan teori menulis. Persis apa yang dikatakan Oleh Khrisna Pabichara. Jangan pernah bicara teori ketika mengawali menulis.Â
Kuncinya hanya menulis, menulis dan menulis. Atau dalam perintah kerja tulis, tulis dan tulis.Tetapi Daeng pun mengingatkan setelah terbiasa dan menikmati menulis, teori itu tetap penting bahkan amat penting.Â
Sebab kita akan membuat tulisan  yang nyaman, bisa memilah mana kata kerja mana yang menunjukkan tempat, bisa menerapkan kata baku, tidak baku, menyertakan kekayaan kosa kata nusantara dalam lema artikel kita.
Yang terpenting dalam memulai menulis adalah letakkan ketakutan pada  teori - teori kepenulisan di kolong tersembunyi. Setelah mempunyai jam terbang cukup,  ambil lagi dan baca pelan - pelan, Intip saja dan berusaha disandingkan dengan tulisan - tulisan yang sudah ditulis. Lama - lama teori bahasa itu akan menyentuh sisi isi tulisan kita.
Mulai baca tulisan yang nyamleng semacam novelnya Khrisna Pabichara Kita, Kata, Dan Cinta. Novel itu tanpa menggurui menggiring penulis untuk memahami bahasa tanpa merasa ditekan untuk harus ini, harus itu.Â
Begini, begitu. Jika sebuah artikel mempunyai banyak istilah, pelan - pelan kosa kata akan bertambah, lama - lama ketika menulis sudah menjadi kebiasaan, ada rasa penasaran untuk menyandingkan teori bahasa dengan bahasa tulis yang tetap enak di baca.
Tetapi lebih pada penjelajahan, memperkaya pengalaman bahasa, menuangkan spirit baru dalam menulis. Muaranya menulis itu bukan keterpaksaan tapi kenikmatan, sekaligus terapi jiwa.
Menulis bukan sebuah paksaan tapi sebuah panggilan jiwa. Jadi para guru yang kebetulan pintar secara teori tidak perlu jengah lagi untuk menjadi penulis tidak tersandera aturan teori, namun menulis sebagai panggilan jiwa, bukan hanya kewajiban yang berasal dari tekanan kerja.
Semakin banyak yang bisa menulis maka dunia literasi akan semakin semarak. Ah teori... Mas, prakteknya tetap susah menulis. Pasti anda belum mencoba saja.Â
Dijamin kalau menulis sebagai sebuah kebiasaan mudah bagi anda untuk menuangkan gagasan. Kata Arswendo Mengarang itu gampang dengan catatan jika anda sudah menganggap menulis itu seperti makan minum keseharian. Salam literasi selamat mencoba menulis bagi para pembaca yang belum tergerak untuk menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H