Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Saya Sebenarnya "Benci" Kompasiana

8 Januari 2021   11:18 Diperbarui: 8 Januari 2021   11:30 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar facebook Kompasiana.com

Tahukah kalian, jujur saya katakan bahwa sebenarnya sudah lama benci dengan Kompasiana. Mengapa sih sampai terpikat dengan Kompasiana yang ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan. Dari awal mula ketika saya jatuh hati padanya, saya berharap dengan terus menulis ia semakin mengenal saya dan kemudian dalam suatu waktu Kompasiana jatuh hati pada saya. ternyata meskipun tahun demi tahun berlalu, ia lebih suka dengan orang lain, bahkan para pendatang baru itu yang tampangnya kinyis- kinyis, yang selalu antusias dalam menulis, selalu menemukan kata yang tepat untuk mengambil hatimu.

Mereka menjadi top dan masuk dalam atmosfer kisah cintamu yang penuh romantis, sedangkan aku seperti mengejar bayang- bayang. Sekali kamu tersenyum selanjutnya melengos saja. Padahal kurangnya apa coba saya, tampang, tidak terlalu buruk, kemampuan menulis boleh dikata di atas rata- rata (sombong benar). Aku sudah menghadiahkan banyak kata, tulisan - tulisan yang saya pajang di dinding hatinya pun sering diambil dan dicuplik media lain. Itu hadiah terindah untukmu Kompasiana.

Saya memendam cinta sejak bisa menulis pertama kali  di akhir Januari tahun 2010. Tidak terasa sampai saat ini awal Januari 2021 sudah menulis sekitar 1027 artikel. Itu kalau bukan cinta apa hayo..! Tapi ternyata tampaknya kamu lebih mencintai yang lain yang lebih gigih, yang lebih tahu bagaimana merayu hatimu yang sebenarnya rapuh bila dikasih pujian.

Sayangnya saya bukan orang yang romantis, sehingga kadang kata - kata saat berdialog denganmu cenderung standar,biasa saja. Karena dalam berbincang tidak ada yang istimewa, selalu datang dan ditengah --tengah saja maka posisi saya di hatimu ya ditengah - tengah. Kalau saya mengistilahkan antara ada dan tiada. Jadi lama - lama ketika mendapat perlakuan seperti ini tumbuh "Benci", semakin lama semakin dalam, susah digambarkan dengan kata - kata.

Berjuta kata saya tulis, berusaha mendorong sampai lubuk hatimu yang paling dalam, namun lagi - lagi saya ini masuk kategori tidak istimewa, biasa saja dan sering tidak tersebut. Tapi meskipun demikian sesekali saya merasa tersanjung ketika menulis dan dihadiahi hujan "Artikel Utama." Saat ini saya hitung dari deretan data  riwayat hidup di Kompasiana, artikel saya sudah lebih dari 100. Tepatnya sudah 118, itu lumayan.

Aku pun merasakan bahwa tulisanku selalu ditempatkan di artikel pilihan, mungkin anggaplah di atas rata- rata karena katanya para pecinta dan penulisnya sudah ribuan. Kata Prof. Felix itu mungkin saya termasuk penulis deretan papan atas yang selalu rajin menulis minimal 4 artikel perminggu. Bahkan Bulan Desember kemarin saya bisa menulis 32 artikel dan mendapatkan ganjaran 6 Artikel Utama, itu menyebabkan puasa reward saya sejak bulan Juni 2020 berakhir.

Mungkin Kompasiana mulai mencintai saya, ia mungkin melihat ketulusan saya dalam mencintai dan setia untuk berbagi tulisan lebih dari 10 tahun. Untuk saat ini binar - binar cinta itu mulai tumbuh lagi dan ada tanda bahwa Kompasiana mulai jatuh hati pada kesabaran saya melihat peluang. Tapi saya sekarang realistis saja, tidak perlu menggantungkan cita - cita setinggi langit. Yang penting berusaha menulis baik dan berusaha menjadi terbaik sesuai kemampuan saya.

Saya memang bukan orang yang unggul dalam menancapkan cinta, apalagi saya yang hanya orang kampung, yang mengenal kata pertama kali  dari pengajaran guru yang saya ingat. Ini Budi, ini Ibu Budi, Ini Wati, Ini Kakak Budi, selanjutkan kekayaan kata saya dapat dari membaca tulisan S H Mintardjo. Yaitu Api di Bukit Menoreh, Naga Sasra Sabuk Intan. Jeleknya di SD bahkan saya tidak tahu apa - apa bila ada orang yang bicara bahasa asing terutama Inggris, "Do, ngomong apa kuwi". (pada ngomong apa itu). Baru di SMP mengenal bahasa asing. Padahal dulu nenek saya cas- cis-cus itu kalau ngomong Londo (Bahasa Belanda). Nenek termasuk beruntung karena bisa bersekolah di sekolah berbahasa Belanda. Dulu mungkin hanya bisa terjadi kalau mereka tidak berstatus. Den Nganten (Raden Roro), ketika era Jawa masih mengunggulkan status sosial. Maka PakDhe dan saudara kandung Ayah saya pun bisa sekolah sekolah De Britto.(jadi kok tambah songong sih).

Kemampuan bahasa nenek saya memang di atas rata- rata karena bisa ngomel pakai bahasa Belanda, sedangkan saya hanya mlongo dengan berkata. "Kok Iso Yo" (kenapa bisa ya, ya bisa karena belajar dan mempraktekkan langsung). Dari kecil saya memang tidak pernah di atas atau bawah banget. Ya rata- ratalah. Makanya sampai sekarang dalam karir dan penulisan ya selalu berada di tengah - tengah. Jadi kalau saya mengharap bisa menjadi Profesor Doktor, itu sepertinya pungguk merindukan bulan hehehe.

Tapi, karena saya cukup setia maka kebencian terhadap Kompasiana itu tertutupi oleh dalamnya cinta yang saya pelihara. "Kamu jangan benci saya ya Min," ini ungkapan saya. Saya tengah berpikir, selagi cinta saya sedang membara sebelum tiba rasa bosan karena selalu di PHP, please sekali - sekali lirik saya. Naikkan derajad saya, sanjung dan dudukkan pada kursi yang pas untuk pengabdian saya selama ini

"Jadi, di Kompasiana itu kamu  punya maksud lain ya". Kata hati nurani.

"Emmmm, bukan begitu, maksud saya begini, apa salahnya sekali - sekali mendapat anugerah menang apa kek, dan dimasukkan dalam kategori apa kek, mosok nama yang bagus ini dilewatkan terus, Penulis teraktif jarang, Penulis terpopuler belum pernah, Penulis dengan pendapatan tertinggi boro - boro. Ya kalau tidak sebut saja Inilah 100 kompasianer teraktif, nah itu saya pasti masuk, mosok hanya ini 20 Kompasianer teraktif dan terpopuler, ya jelas saya tidak masuk wong menurut Kompasiana saya di urutan #74 saja"

"Kamu merasa nggak pernah ngotot untuk memperolehnya."

"Biasa saja sih."

"Ya realistislah, kalau kamu rata- rata sedang ngapain mengharap terlalu tinggi, sudah diganjar Artikel Utama itu sudah bagus."

"Lho apa salahnya bermimpi jadi yang terbaik?"

"Kalau mau yang terbaik, jangan tanggung dong, cari tahu bagaimana membuat artikel yang punya rating tinggi, punya kans untuk dipajang di etalasi populer yang banyak, rutin menulis paling tidak dua artikel perhari, bisa?"

"Wah, itu penyiksaan namanya, kalau pekerjaan saya hanya penulis saja, bisalah."

"Yang, lain juga punya pekerjaan utama kenapa bisa hayoo."

"Au, ah gelap."

Saya benar - benar "benci" pada Kompasiana. Artinya sebetulnya saya benar- benar cinta pada Kompasiana, tapi ia tidak sadar tengah dicintai. Kompasiana mungkin hanya menanggap partner, teman saja. Memang tipis beda antara benci dan cinta.

 Ya sudahlah Di awal tahun 2021 ini sebisa mungkin mengikuti apa maunya Kompasiana, ada Marathon menulis saya ikuti, ada tuntutan menulis dengan tema saya laksanakan, meskipun nantinya saya akan tetap menulis berdasarkan apa yang saya tahu, tidak memaksa menulis apa yang menurut saya tidak terjangkau. Sebab akan menjadi tragedi bila saya menulis tentang ekonomi padahal nilai ekonomi saya jeblok. Hahahaha.

Oke Kompasiana, Terimakasih kamu telah menampung banyak tulisan saya dan membuat saya menjadi susah move on, selalu terobsesi menulis dan selalu ingin mengirimkan artikel tanpa kamu minta. Sampai saat ini meskipun kamu hanya mengenal saya sekilas sambl lewat, paling mudah ketika saya mengetik nama saya baik untuk mencari artikel atau gambar dengan kata kunci nama saya terasa menjadi mudah. Mudah- mudahan bisa mengikuti jejak Pak Tjiptadinata Effendi yang sudah menyandang status, Maestro,suhu menulis, Saya sang Penjelajah ini masih harus melangkah lebih jauh untuk bisa membuktikan bahwa sayapun bisa menjadi yang terbaik, entah kapan?

Pada para Kompasianer pemula, jangan patah arang bila kamu pernah merasakan patah hati, saat mencoba mencintai Kompasiana. Asal gigih dan konsisten kamu pasti akan merasakan betapa Kompasiana itu sangat mencintaimu. Benci dan cinta memang beda - beda tipis meskipun benci #Gue Kompasianer itu tetap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun