"Jadi, di Kompasiana itu kamu  punya maksud lain ya". Kata hati nurani.
"Emmmm, bukan begitu, maksud saya begini, apa salahnya sekali - sekali mendapat anugerah menang apa kek, dan dimasukkan dalam kategori apa kek, mosok nama yang bagus ini dilewatkan terus, Penulis teraktif jarang, Penulis terpopuler belum pernah, Penulis dengan pendapatan tertinggi boro - boro. Ya kalau tidak sebut saja Inilah 100 kompasianer teraktif, nah itu saya pasti masuk, mosok hanya ini 20 Kompasianer teraktif dan terpopuler, ya jelas saya tidak masuk wong menurut Kompasiana saya di urutan #74 saja"
"Kamu merasa nggak pernah ngotot untuk memperolehnya."
"Biasa saja sih."
"Ya realistislah, kalau kamu rata- rata sedang ngapain mengharap terlalu tinggi, sudah diganjar Artikel Utama itu sudah bagus."
"Lho apa salahnya bermimpi jadi yang terbaik?"
"Kalau mau yang terbaik, jangan tanggung dong, cari tahu bagaimana membuat artikel yang punya rating tinggi, punya kans untuk dipajang di etalasi populer yang banyak, rutin menulis paling tidak dua artikel perhari, bisa?"
"Wah, itu penyiksaan namanya, kalau pekerjaan saya hanya penulis saja, bisalah."
"Yang, lain juga punya pekerjaan utama kenapa bisa hayoo."
"Au, ah gelap."
Saya benar - benar "benci" pada Kompasiana. Artinya sebetulnya saya benar- benar cinta pada Kompasiana, tapi ia tidak sadar tengah dicintai. Kompasiana mungkin hanya menanggap partner, teman saja. Memang tipis beda antara benci dan cinta.