Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tren "Blended Learning" 2021 dan Digitalisasi Pendidikan

6 Januari 2021   22:48 Diperbarui: 6 Januari 2021   23:12 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tentang penguasaan digital litarasi pasca Covid -19(presentasi Ketua Penabur/dokumen pribadi)

Saya kira guru, dosen, lembaga pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi mengenal apa yang dinamakan "blended Learning" kalau istilah Bahasa Indonesia bisa dikatakan PJJ atau Pendidikan Jarak Jauh. Blended Learning sebetulnya sudah mulai diperkenalkan di era Mendikbud Mohammad Nuh. Namun mengalami percepatan dan akhirnya menjadi tren 2021 yang mau tidak mau dilakukan ketika virus covid 19 mewabah.

Blended Learning menurut beberapa referensi yang bisa didapatkan dari adalah campuran dari pembelajaran tatap muka dan e - learning. Ada banyak metode untuk melakukan pembelajaran. Bukan hanya di ruang kelas saja namun bisa juga dilakukan di rumah dengan perangkat digital yang mendukung. Blended Learning memungkinkan pengajar dan pelajar menggunakan perangkat aplikasi terbaik. Nanti saya akan menyinggung tentang teknologi yang akan sangat mendukung pendidikan yang fresh, inovatif yang memungkinkan interaksi pengajar dan pelajar tidak monoton dan tercipta pembelajaran yang interaktif dan tidak membosankan.

Di yayasan tempat saya mengajar (Penabur) Pembelajaran PJJ atau blended learning sudah mulai dilakukan sejak pertengahan Maret 2020. Jadwal tatap muka lewat GCR(Google ClassRoom) dan kemudian yayasan memutuskan untuk membiayai penggunaan zoom dengan per kelas dari ratusan kelas yang ada di yayasan Penabur. Blended Learning dengan tatap muka di zoom hampir mirip ketika guru mengajar di kelas, bedanya, guru tidak bisa bertatap langsung di satu kelas nyata, atau on site melainkan kelas virtual.

Ada yang lebih maju dari sekedar zoom, dengan Power Point presentasi mengajar sudah bisa melakukan subtitle otomatis dan berbagai aplikasi turunan dari Microsoft yang super canggih hanya dengan menggunakan Power Point khususnya Powerpoint 365 (kebetulan saya baru saja mengikuti pelatihan dari Microsoft tentang penggunaan Power Point yang belum diketahui tentang kecanggihannya, hingga mampu memperbaiki kreativitas guru dalam pembelajaran jarak jauh.Di masa yang akan datang ada aplikasi Holoportation yang dalam tampilannya seperti bisa berdialog jarak jauh namun seakan - akan ada dalam satu ruang. Itu adalah teknologi 5G.

Mengenai pola pembelajarannya guru menggunakan berbagai aplikasi yang bisa digunakan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran, salah satunya dengan model share screen menggunakan power point dengan tampilan menarik yang bisa dibuat menggunakan aplikasi canva,  Adobe Sparkpost. Tampilan PowerPoint bisa ditampilkan dengan tampilan desain menarik dikreasikan dengan animasi dan video tutorial yang membuat pembelajaran di kelas virtual tambah menarik.

Semakin sering mengajar akan semakin tertantang untuk menerapkan aplikasi yang banyak tersedia di gawai. Mengapa harus selalu melakukan inovasi mengajar, sebab mengajar dengan Blended Learning punya durasi waktu terbatas. Kalau terlalu lama akan mengganggu tingkat konsentrasi peserta didik. Konsentrasi akan berbeda ketika pembelajaran di kelas tatap muka langsung. Pandangan peserta didik dengan layar gawai atau layar laptop durasinya terbatas, semakin lama akan semakin membuyarkan konsentrasi mereka.

Yang saya bicarakan tentang tren PJJ atau Blended Learning era modern lebih mudah diterapkan di kota - kota besar, repotnya adalah daerah - daerah yang belum terjangkau internet. 2021 rasanya PJJ masih akan menjadi tren pembelajaran, sebab belum dipastikan kapan wabah Covid-19 akan berakhir. Dalam istilah penerbangan dikenal dengan turbulensi. Ada ketidakstabilan, juga belum ada kejelasan tentang masa depan penyakitnya apakah segera lenyap ataukah malah bermutasi dan memunculkan wabah yang lain.

Penyebaran awal covid yang utama adalah menyasar lansia dan manusia usia matang, dalam perkembangannya setelah bermutasi muncul kluster baru dengan menyasar pada anak- anak, dan bisa saja muncul sel baru yang masih misteri yang mungkin muncul.

Jadi berbagai fenomena yang terjadi sekarang membuat tren entah gaya hidup, fashion, warna, hobii, terus berubah cepat. Yang saya fokuskan dalam artikel saya adalah tren pendidikan karena kebetulan saya adalah seorang guru yang harus mau berubah dan dipaksa untuk menyerap berbagai aplikasi, tool digital untuk memberi pengajaran yang inovatif dan tidak membosankan.

Benar sekitar 5 tahun lalu saya pernah menulis artikel tentang era digital yang membuat manusia seperti tergopoh -gopoh, istilah jawanya dalam menyerap teknologi yang cepat sekali berubah menjadi kepontal - pontal, dan tahun 2020 terbukti manusia dpaksa merubah mindset dalam bekerja. Dari rumah dari jarak jauh bisa tetap melakukan aktivitas pekerjaan, misalnya seminar langsung diganti dengan webinar, 

Perkuliahan dan pendidikan effort saja sudah global. Kelas internasional bisa semakin terbuka interaksi komunikasi sudah tidak terkendala lagi sebab dengan teknologi misalnya presentasi powerpoint sudah bisa melakukan earing dan subtitle dengan bahasa masing - masing. Jika dosen menggunakan komunikasi menggunakan bahasa Inggris mahasiswa bisa tetap bisa menyimak dengan bahasa masing - masing dengan aplikasi subtitle yang semakin canggih bisa mendeteksi pronunciation /  lafal atau dialeg masing - masing peserta.

tentang penguasaan digital litarasi pasca Covid -19(presentasi Ketua Penabur/dokumen pribadi)
tentang penguasaan digital litarasi pasca Covid -19(presentasi Ketua Penabur/dokumen pribadi)
Jadi wabah COVID -19 disamping banyak sisi negatifnya juga ada sisi positifnya dalam teknologi digital, karena mau tidak mau manusia dipaksa untuk berubah cepat mengikuti perkembangan teknologi. Semoga saja perubahan yang ada tidak mendorong manusia menjadi lebih individualis dan tidak lagi perlu untuk berdialog dengan tatap muka langsung. Manusia sebagai makhluk sosial masih tetap penting berkomunikasi untuk menggerakkan empati, kepedulian dan karakter gotong royong yang mulai hilang di era zaman rebahan dan komunikasi jarak jauh. Digitalisasi pendidikan memang  penting, namun lebih penting menguatkan karakter manusia berbudaya yang tetap memandang penting interaksi, kepedulian, empati. Semoga wabah cepat berlalu. Tren zaman tetap menyisakan sisi positif kehidupan manusia. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun