Wacana tentang pemberlakuan wisata syariah yang digulirkan lagi oleh Sandiaga Uno tampaknya akan menemui banyak kendala. Terutama masyarakat Bali. Apa sih sebenarnya urgensi wisata syariah bagi masyarakat Bali? Mau menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah mayoritas muslim dengan menerapkan tempat wisata yang sangat familiar dan pas dengan religiusitas masyarakat mayoritas?
Maaf bukan maksudnya mempermasalahkan agama, namun sebaiknya pemerintah dalam hal ini Mennparekraf harus bijaksana, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.Â
Sebagaimana diketahui Bali itu identik dengan Hindu, sangat kental nuansa religi khas Bali. Itu yang menjadi salah satu daya tariknya. Mengapa para turis datang ke Bali salah satu karena adat istiadatnya, ritual Hindunya yang khas.Â
Meskipun boleh dikatakan Bali adalah bagian dari Indonesia, tidak serta merta pemerintah langsung bisa mencampuri dan memaksa membuat peraturan agar Bali terasa mengindonesia dengan  mayoritas masyarakatnya beragama Islam dan harus mengikuti pemerintah yang ingin menerapkan wisata yang ramah terhadap Muslim.
Bali itu adalah magnet wisata ia milik dunia, mereka punya kebudayaan, mempunyai daya tarik dan eksotika karena adat dan budayanya. Semua wisatawan tidak dipandang beragama apa, wisatawan yang datang dari berbagai penjuru dunia itu tidak bisa diatur berdasarkan agama mayoritas yang menghuni Indonesia. Perspektif Pariwisata tidak bisa dilihat dari satu perpektif pemerintah saja. Mencoba mengibarkan wisata berbasis agama dengan aturan - aturan yang hanya bisa dipatuhi oleh agama tertentu.
Sebetulnya kurang apa sih masyarakat Bali, mereka terbuka dan sangat toleran. Fasilitas untuk berdoa pada para pemeluk selain Hindu juga disediakan. Wisatawan yang santun adalah wisatawan yang menghargai kebudayaan setempat, bukan wisatawan yang mengatur dan meminta fasilitas khusus agar mereka nyaman berlibur.Â
Bule dan orang-orang asing di benua Eropa yang punya agama Eropa tentunya tidak akan memaksa orang Bali agar memfasilitasi religiusitas mereka. Wisatawan datang ke Bali itu  karena keunikan Bali, adat istiadat Bali, dan Hindu sebagai tuan rumah.Â
Tidak elok memaksa Bali untuk menyediakan wisata yang berbau agama lain. Apapun agamanya! Karena Bali adalah Bali yang mempunyai aturan khusus, mereka adalah tuan bagi buminya, tuan dari segala adat istiadatnya.
Pemerintah pusat jangan arogan dengan memaksakan wisata syariah di bumi Bali yang dari awal sudah sangat kental dengan agama Hindu. Kalau agama lain mau melaksanakan kegiatan ritualnya ya, mereka harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat. Kalau pemerintah memaksa untuk menerapkan wisata syariah di Bali itu seperti menabuh genderang perang. Di Aceh sebagai daerah Istimewa penerapan wisata syariah sangat tepat dan malah dianjurkan. Karena mayoritas mereka memang diharapkan ikut menyesuaikan adat istiadat setempat yang religius. Agama lain juga harus ikut mentaati aturan yang diterapkan di Aceh.
Jadi semoga Menteri Sandiaga Uno yang berpikiran milenial dan sangat terbuka dengan kreatifitas, bisa berpikiran lebih luas. Tidak semua tempat bisa diterapkan wisata syariah. Setiap adat istiadat budaya  daerah mempunyai aturan sendiri.Â
Tujuan Menteri Sandiaga Uno mungkin mulia, sangat mulia menurut sudut pandang masyarakat Indonesia yang mayoritas, namun Bali itu punya sejarah khas yang membuat Bali sangat dikagumi dunia. Menjadi destinasi utama para pelancong dari seluruh pelosok bumi. Mereka bahkan lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Kalau pemerintah dengan arogan mengatur pariwisata  menurut sudut pandang pemerintah pusat, bisa muncul perpecahan, konflik regional yang berbuntut perpecahan antar suku dan agama.
 Apalagi hanya karena berpikir bahwa sumbangan masyarakat Timur Tengah itu bisa bernilai trilyunan. Kalau Bali menyediakan wisata berbasis syariah pasti akan tersedot uang trilyunan. Bukan Itu Pak Menteri.Â
Bali itu adalah potret asli budaya bangsa. Kaaslian budayanya, adat istiadatnya dan kekhasan ritual Hindunya yang membuat wisatawan manca negara datang. Itu yang tidak ditemui di tempat lain, itu benar -- benar asli, dan kalau Bali dipaksa bernuansa Arab atau bernuansa Indonesia lainnya akan menjadi tamparan wisata yang membuat Indonesia terpuruk karena sudah tidak ada kekhasannya yang bisa dibanggakan.
Masih banyak tempat yang cocok diterapkan wisata syariah, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Aceh, Makasar. Tapi jangan dengan Bali, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Bisa memicu konflik.
Percayalah bahwa akan lebih bijaksana bila membangun sebuah habitus baru di mana tiap orang mampu menempatkan diri ketika sedang berwisata di sebuah tempat. Kalau di Bali ya hormatilah keunikan Bali. Kalau ingin beribadah dan melakukan kewajiban berdoa bersembahyang bisa dilakukan di hotel atau homestay yang tersedia. Tidak mungkin mereka tidak menyediakan fasilitas untuk berdoa bagi yang mempunyai keyakinan lain selain Hindu. Pasti sudah dipikirkan untuk menghormati hak tiap individu untuk berdialog dengan Sang Pencipta.
Jadi kepada Merparekraf baru, patut dihargai niat baik untuk membuat masyarakat semakin religius dan taat beribadah, tidak melanggar norma selama di tempat wisata, namun perlu juga dihargai bahwa tiap suku bangsa, keyakinan agama  mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Biarlah Bali menjadi Bali. Aceh menjadi Aceh. Tidak elok memaksa Bali menuruti kemauan pemerintah pusat untuk membangun pusat wisata Syariah. Nanti apa kata dunia.
Yang baik bagi pemerintah bukan berarti baik bagi masyarakat Bali yang sudah sangat terkenal jauh sebelum Indonesia ada. Pulau Bali adalah salah satu anugerah terindah bagi Indonesia. Biarlah Bali menjadi Bali dengan adat istiadat dan keunikannya. Kitapun tidak bisa memaksa Aceh harus menyediakan fasilitas agama lain, atau melonggarkan aturan di mana Aceh memang mempunyai undang -- undang yang sangat kental nilai religi Islamnya.
Jadi kalau Sandiaga Uno keukeuh untuk memaksa destinasi wisata Bali diberi sentuhan Wisata Syariah, itu blunder yang tidak lucu. Jangan memancing masyarakat Bali marah dan tidak lagi percaya pada pemerintah pusat. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H