Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bali dan Polemik Wisata Syariah

28 Desember 2020   10:17 Diperbarui: 28 Desember 2020   10:36 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Apalagi hanya karena berpikir bahwa sumbangan masyarakat Timur Tengah itu bisa bernilai trilyunan. Kalau Bali menyediakan wisata berbasis syariah pasti akan tersedot uang trilyunan. Bukan Itu Pak Menteri. 

Bali itu adalah potret asli budaya bangsa. Kaaslian budayanya, adat istiadatnya dan kekhasan ritual Hindunya yang membuat wisatawan manca negara datang. Itu yang tidak ditemui di tempat lain, itu benar -- benar asli, dan kalau Bali dipaksa bernuansa Arab atau bernuansa Indonesia lainnya akan menjadi tamparan wisata yang membuat Indonesia terpuruk karena sudah tidak ada kekhasannya yang bisa dibanggakan.

Masih banyak tempat yang cocok diterapkan wisata syariah, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Aceh, Makasar. Tapi jangan dengan Bali, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Bisa memicu konflik.

Percayalah bahwa akan lebih bijaksana bila membangun sebuah habitus baru di mana tiap orang mampu menempatkan diri ketika sedang berwisata di sebuah tempat. Kalau di Bali ya hormatilah keunikan Bali. Kalau ingin beribadah dan melakukan kewajiban berdoa bersembahyang bisa dilakukan di hotel atau homestay yang tersedia. Tidak mungkin mereka tidak menyediakan fasilitas untuk berdoa bagi yang mempunyai keyakinan lain selain Hindu. Pasti sudah dipikirkan untuk menghormati hak tiap individu untuk berdialog dengan Sang Pencipta.

Jadi kepada Merparekraf baru, patut dihargai niat baik untuk membuat masyarakat semakin religius dan taat beribadah, tidak melanggar norma selama di tempat wisata, namun perlu juga dihargai bahwa tiap suku bangsa, keyakinan agama  mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Biarlah Bali menjadi Bali. Aceh menjadi Aceh. Tidak elok memaksa Bali menuruti kemauan pemerintah pusat untuk membangun pusat wisata Syariah. Nanti apa kata dunia.

Yang baik bagi pemerintah bukan berarti baik bagi masyarakat Bali yang sudah sangat terkenal jauh sebelum Indonesia ada. Pulau Bali adalah salah satu anugerah terindah bagi Indonesia. Biarlah Bali menjadi Bali dengan adat istiadat dan keunikannya. Kitapun tidak bisa memaksa Aceh harus menyediakan fasilitas agama lain, atau melonggarkan aturan di mana Aceh memang mempunyai undang -- undang yang sangat kental nilai religi Islamnya.

Jadi kalau Sandiaga Uno keukeuh untuk memaksa destinasi wisata Bali diberi sentuhan Wisata Syariah, itu blunder yang tidak lucu. Jangan memancing masyarakat Bali marah dan tidak lagi percaya pada pemerintah pusat. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun