Menapaki Desember rasanya sungguh aneh, perasaan baru merayakan tahun baru ternyata tidak terasa bulan sudah menapak ke bilangan 12 lagi, sebentar lagi menyambut tahun baru, membuat refleksi tahun ini dan membuat resolusi tahun yang akan datang. Kemarin resolusinya banyak, dalam hal target kerja, dalam hal pendapatan dan dalam hal ke mana kita pergi berwisata dan berkeliling ke tempat yang baru. Tapi semua resolusi yang sudah tersusun, ambyar, buyar karena ada wabah yang sampai akhir tahun masihlah menjadi momok. Sampai kapan tidak tahu.
Berawal dari Wuhan China, muncul virus yang menyebabkan banyak orang bergelimpangan. Jutaan orang di seluruh dunia meninggal karena virus Corona. Virus dan wabah parah seperti berulang tiap 100 tahun dan di tahun 2020 menjadi tanda munculnya virus yang sampai sekarang belum dipastikan kapan berakhirnya.
Sebuah resolusi ternyata hanya diawang- awang apa yang dibayangkan dan ditulis pas akhir tahun banyak yang tidak terealisasi. Manusia lebih sering berdebat. Antara takut dan tidak percaya, antara cemas dan mencoba menyangkal diri. Apakah ini sebuah cobaan, teguran atau semacam revolusi untuk mengubah mindset manusia tentang kesehatan, tentang Tuhan, tentang digitalisasi, tentang perubahan cepat kebudayaan.
Tahun kemarin guru - guru masih semangat untuk melarang siswanya membawa gadget ke sekolah, nanti addic, toxic, dan membuat siswa dikendalikan gadget. Tapi sekitar bulan Maret, idealisme guru meluntur, siswa diwajibkan punya Smartphone untuk menjembatani pelajaran PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Paket data internet jauh lebih berharga karena tanpa itu manusia akan terbengong - bengong bingung, sebab hampir semua aktifitas, baik itu pembelajaran, maupun aktifitas lain seperti belanja, berkomunikasi harus menggunakan benda kecil. Kalau tidak punya manusia seperti hidup di zaman antah berantah, begitu kunonya dan begitu ketinggalannya dengan perkembangan dunia.
Koran cetak, undangan pakai pos atau tugas dengan menggunakan kertas " terlempar" Semua sudah terkoneksi dengan internet, jadi untuk apa lagi menggunakannya lagi. Toh tinggal mengklik link absen, mengklik tombol yang ada di internet, segala pembayaran bisa dilakukan dengan duduk, semua aktifitas membaca bisa discrol. Mau menonton film tinggal membuka aplikasinya. Tapi tentu ada konsekwensinya. Orang menjadi mager(malas gerak), ogah keluar dan kadang menjadi pertapa yang tidak tahu apa - apa. Sesungguhnya apa sih yang terjadi di luar. Semuanya bisa ditampilkan di layar gawai. Saat membuka ruang kelas dengan perangkat konferensi, semuanya bisa dilakukan di rumah. Guru jadi bisa mengintip ruang belajar siswa, Orang tuapun bisa mengawasi guru, sebenarnya bagaimana sih dapur pembelajaran yang sesungguhnya itu.
Jika kurang berkenan orang tua bisa mengupas tuntas habis gaya gurunya. Iapun juga ikut belajar ketika siswanya sedang melakukan PJJ ( dengan syarat siswanya tidak menggunakan Headphone). Rasanya ketika kita terkurung dalam rumah kita bisa berwisata virtual, mengintip lorong - lorong kamar, dan melirik aktifitas siswa selama di rumah, meskipun batasannya dari dada ke atas.
Tahun 2020 ini perjuangan sungguh berat. Pemerintah harus memastikan negara tidak terpuruk menyaksikan lambatkan perekonomian, Semua negara mengeluh sebab banyak dari masyarakatnya terjerembab jatuh di jurang kebangkrutan. Kalau tidak ingin terpuruk setiap orang harus mengubah pola pikir, dengan cepat mesti memanfaatkan momentum dengan memanfaatkan internet untuk mengembangkan bisnis. Mereka yang peka dan cepat tanggap akan memanen hasilnya. Tidak semua terpuruk, tidak semua terjungkal bagi mereka yang pintar memanfaatkan situasi, cobaan wabah bukanlah halangan, atau rintangan. Mereka hanya berbalik badan dan siap menggunakan alternatif lain untuk bisa melaju kembali.
Tahun 2020 hampir semua orang menahan diri, sebagian malah ada yang stres dan tidak bersemangat mengingat banyak kesempatan dimampatkan karena wabah Covid. Dunia seperti sedang demam, memasuki cobaan - cobaan bahkan ada yang nekat bunuh diri, karena sudah buntu akan masalah hidupnya. Tapi tidak sedikit yang tetap masa bodo, kalau mau ke pasar, mau berkerumun EGP (emang Gue Pikirin). Sebab jika terlalu parno, ketakutan akan bahayanya ya tidak ada yang bisa dihasilkan. Berdagang ya tetap berdagang The show Must Go on.
Dari berbagai peristiwa tahun 2020 banyak tokoh baik politik maupun seniman dan pemain legendaris olah raga menutup lakon hidupnya. Banyak yang terhenyak atas meninggalnya Didi Kempot yang baru dalam puncak ketenaran, Glenn Fredly, juga Djaduk Ferianto, serta dalang Kondang Ki Seno Nugroho. Di dunia olah raga dunia kehilangan  salah satu legendarisnya yaitu Diego Maradona. Juga Paolo Rossi. Sedangkan Indonesia kehilangan antara lain Ricky Yakobi. Banyak tokoh yang terkena covid banyak pejabat publik meninggal karena covid. Tahun ini TPU penuh oleh mereka yang terdampak Corona.
Menjadi refleksi bahwa manusia harus selalu ingat, jangan arogan dengan diri sendiri. Jika arogan dan merasa di  atas angin ia akan selalu diingatkan kembali untuk merunduk dan menata hati. Banyak tokoh yang merasa kebal dan tidak mungkin terkena penyakit nyatanya kena juga. Jadi bagaimanapun superiornya manusia ia tetaplah debu bagi kuasa Agung Tuhan.
Dalam hal keyakinan dan  agama ada berbagai gejolak yang membuat manusia sering terjebak dalam ambisi politik. Jika politik dan agama bercampur maka akan muncul semacam fanatisme, sehingga kadang muncul ide untuk mencampuradukkan politik dan agama yang sebetulnya beda jauh. Muncul gerakan massa karena fanatisme dan terlalu fokus pada pengkhultusan tokoh. Dengan pemujaan tokoh berlebihan kadang mengabaikan yang lebih urgensi yaitu protokol kesehatan dan kepatuhan pada hukum.
Media sosial lebih ramai lagi, pegiat dunia atau sebut saja netizen sering memicu perang media. Menggiring manusia untuk lebih mempercayai berita yang "populer" daripada berita yang benar. Semua tergiring dalam sebuah penggiringan opini. Sehingga muncul istilah Post Truth. Dari pengetahuan yang didapat era post truth menjungkirbalikkan fakta, yang benar menjadi salah yang salah karena banyaknya orang yang lebih percaya berita hoaks itu sehingga dipercaya sebagai kebenaran.
Dalam dunia politik, sebetulnya tidak banyak perkembangan, terutama di media mereka para wakil rakyat lebih tunduk, meskipun pernah muncul demo berjilid - jilid tentang kasus Omnibus Law dan reaksi buruh menanggapi tentang  undang --undang cipta kerja. Berita terhangat di penghujung tahun adalah adalah ketika MRS kembali ke Indonesia. Ia disambut gegap gempita oleh pendukungnya, namun kontroversinya benar - benar luar biasa. Namun efeknya luar biasa karena memicu kluster baru, dan muncul kekurangpercayaan pada pemerintah kenapa ada pembedaan perlakuan ormas dan masyarakat biasa. Ditambah lagi MRS sering melanggar protokol kesehatan di masa perkembangan covid 19. Lalu muncul peristiwa dramatis dengan terbunuhnya laskar FPI. Ini memicu polemik siapa yang benar antara polisi atau Laskar FPI. Siapa yang berbohong, siapa yang lebih dipercaya untuk menampilkan fakta.  Masyarakat sempat terbelah.
Pada intinya akhirnya masyarakat bisa melewati ujian dan cobaan. Tidak ada gejolak sosial berarti yang membuat negara mengalami krisis. Jadi sebetulnya setiap manusia akan kuat menerima masalah demi masalah asal selalu yakin bahwa ujian yang diterimanya tidak akan lebih berat dari kemampuannya bertahan terhadap "krisis" baik diri sendiri maupun lingkungannya.
Semoga di akhir tahun ada sinyal membahagiakan yang mengindikasikan perubahan di tahun 2021. Saya sendiri malah bersyukur ketika wabah masih merapat pada manusia ada celah lain yang tetap membuat rejeki terus mengalir. Harus selalu bersyukur karena selalu ada jalan kalau manusia mau berusaha.
Untuk resolusi tahun 2021, semoga badai cepat berlalu. Covid segera menyingkir dan kehidupan menjadi lebih baik di segala lini. Itu saja. Â Semakin banyak buku yang terbit dari barisan para penulis dan pejuang literasi. Salam hangat selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H