Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menghitung Tulisan Ratusan Sampai Ribuan, Untuk Apa?

21 November 2020   09:53 Diperbarui: 21 November 2020   10:04 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jejak tulisan saya yang sempat saya kirimkan ke Kompas tahun 2000, coba kalau ada Kompasiana sudah saya taruh tulisan saya. (kliping penulis)

Kalau menghitung tulisan saya baik yang sudah dipublikasikan di majalah, di koran, di platform, blog pribadi atau di blog komunitas. Rasanya saya akan dengan bangga mendaku bahwa tulisan saya sudah ribuan, jauh melebihi kisaran 1000 seperti yang tercantum di platform blog Kompasiana yang baru mencapai 980 artikel. Penulis sudah melaju, bahkan dalam dua tahun sudah mencapai lebih dari seribu tulisan. Apakah tidak panas menyaksikan betapa banyak penulis semangatnya luar biasa dalam menulis?

Cemburu Pada Penulis Yang Bisa Menulis Ribuan Karya?

Ada kecemburuan bahwa bagaimana mereka bisa melaju secepat itu mengumpulkan tulisan yang ditulis setiap hari, bahkan setiap hari ada yang langsung bisa membuat sekitar 3 dan 4 tulisan. Lalu apakah sepanjang waktunya dihabiskan dengan menulis, tidak ada kegiatan lain selain menulis.

Apakah mereka yang konsisten dan terus menerus menulis bisa dikategorikan penulis baik atau penulis produktif. Bisa jadi mereka yang sangat produktif itu sudah mempunyai jadwal yang pasti kapan menulis, kapan melakukan pekerjaan lain. Dan positifnya mereka yang konsisten menulis mampu memanagemen waktu hingga bisa menyisihkan waktu untuk mempost tulisannya di platform blog.

Tidak perlu iri jika tidak bisa mengejar mereka, karena setiap orang mempunyai kegiatan yang mungkin tidak memungkinkan menulis sepanjang hari. Penulis itu akan menjadi besar dan sukses jika bisa menulis secara konsisten, tapi bukan berarti memaksa diri terus menerus untuk bisa menulis setiap hari ala kadarnya. 

Meskipun tidak tercatat lagi sebagai penulis yang rutin menulis di  blog Kompasiana, namun saat ini banyak tulisan saya tersebar terutama ketika beberapa bulan lalu saya mencoba ikut lomba Novel. Meskipun tidak menang tetapi saya bisa menghasilkan 3 novel dan selesai sampai bab terakhir. Saya sebetulnya merasa kaget kok bisa menyelesaikan target yang hanya beberapa bulan. Padahal menulis novel itu tidak hanya satu dua halaman, tetapi ratusan halaman. Dengan cerita panjang yang butuh stamina agar tidak mentok dan bosan serta meninggalkan cerita setengah- setengah.

Yang Konsisten Seperti Apa?

Jadi menulis konsisten itu apa? Apakah dengan menulis artikel setiap hari atau kadang menulis puisi, kadang menulis cerpen, dan suatu saat serius membuat novel. Saya pikir menulis ya menulis, apapun jenisnya selama masih menulis ya itu buah -- buah pikiran yang terendapkan.  Dan kadang disela hasrat menulis muncul hasrat mengembarakan imajinasi dengan melukis, atau sekedar membuat coret- coretan bebas sekedar melepas ekspresi.

Kembali ke jejak tulisan - tulisan yang pernah saya tulis. Sekitar awal 2000 atau sebelumnya saya pernah aktif menulis di majalah. Layaknya wartawan saya mencari nara sumber yang bisa dijadikan bahan tulisan saya ketika menulis tentang sosok yang menginspirasi. Saya berusaha mewawancarainya dan ketika bahan dan foto sudah didapat saya lalu membuat draft dengan mengacu pada teori 5 W+ 1 H. Kok bisa tahu teknik penulisan jurnalistik? (sekitar 1997 )Karena di kampus saya IKIP yang sekarang UNY pernah mengikuti kursus Jurnalistik. Pengampunya atau pengajarnya ya wartawan Kedaulatan Rakyat dan Wartawan Bernas.

Kursus singkat itu membuat saya bisa memegang kertas berupa sertifikat Workshop Jurnalistik juga Fotografi. Dalam workshop jurnalistik itu saya jadi tahu betapa susahnya mencari berita apalagi harus dibatasi waktu. Dan waktu itu alat tulis yang saya punya hanyalah mesin ketik manual. Untungnya saya mulai terbiasa mengetik sejak akhir SMA karena desakan tugas. Mesin ketik tua milik ayah itu akhirnya beralih tangan ke saya dan adik saya. Bergantian memakainya untuk tugas kampus.

Dari sejak itu saya suka menulis di surat pembaca lokal, bahkan beberapa kali surat pembaca saya masuk ke majalah Tempo dan ketika dilacak tulisannya sampai sekarang masih ada, dan saya punya klipingnya. Ketika tulisan saya masuk Tempo meskipun "hanya surat pembaca" saya benar- benar merasa wow begitu. Selanjutnya di detak tabloid yang didirikan oleh Adik dari Slamet Rahardjo Jarot yaitu Eros Jarot beberapa tulisan surat pembaca pernah saya kliping. Meskipun tanpa imbalan rasanya tulisan saya akan menjadi sejarah dari jejak penulisan saya. Meskipun akhirnya Detak lenyap karena breidel.

Ketika peristiwa 98 sampai pergantian orde baru ada beberapa tulisan saya yang masuk ke media lewat surat pembaca namun karena saya bukan pengoleksi hasil karya sendiri yang baik maka jejak itu hilang saja. Yang masih mempunyai majalah Praba tahun 1999 sampai 2000 mungkin pernah membaca beberapa tulisan saya. Yang membanggakan ketika ada reportase saya dan karya foto saya menjadi sampul majalah itu. Itu yang tidak terlupakan waktu itu saya meliput kegiatan di gereja Katolik Magelang kota. Foto Reportase saya menjadi foto halaman muka Majalah itu. Itu menurut saya amazing. Ternyata tulisan saya diapresiasi.

Mengulik Pengalaman Menulis

Tapi apakah kepuasan membuat saya bisa beranjak naik, yakin bahwa menulis itu jalan hidup saya. Nah hidup itu memang penuh misteri, ketika saya sedang asyik dan yakin bahwa saya akan menjadi wartawan dan penulis jalur hidup saya berubah ketika saya akhirnya harus menerima desakan orang tua untuk menerima pekerjaan sebagai guru.  Ya, hidup yang penuh kejutan dan misteri tetap harus dijalani.

Awal saya mengajar rasanya saya masih merasa kecewa, sebab sebetulnya ada semacam tanjakan yang sedang saya daki dari proses menulis saya. Waktu itu sudah sering tulisan saya masuk majalah meskipun skalanya lokal, dan saya bersama teman sempat mengelola majalah gereja dan kemudian dijual dengan harga yang terjangkau. Untuk kepentingan menambah ongkos di percetakan saja.

Dengan peralatan komputer bantuan romo kami menulis hampir tiap minggu, rapat redaksi sekitar selasa dan rabu untuk menentukan tema setiap minggu, saya sering dan senang menulis semacam tajuk rencana kalau di Kompas dan kalau dikompulkan sudah belasan bahkan puluhan tulisan di majalah itu sambil saya tetap menjadi kontributor di majalah Praba.

Jadi kalau dikoleksi tulisan saya terhitung sejak kuliah, tulisan saya di Bernas, Di Koran Tempo, di Tempo, di Suara Pembaruan, di majalah Hidup, di Majalah Praba, di Tonggak dan di blog komunitas sudah banyak sekali. Jadi ketika gabung di Kompasiana, saya hanya ingin memantapkan diri bahwa meskipun saya bukan penulis profesional karena pekerjaan utama saya adalah guru saya masih tetap meneruskan hasrat menulis saya sejak SMA.

jejak tulisan saya yang sempat saya kirimkan ke Kompas tahun 2000, coba kalau ada Kompasiana sudah saya taruh tulisan saya. (kliping penulis)
jejak tulisan saya yang sempat saya kirimkan ke Kompas tahun 2000, coba kalau ada Kompasiana sudah saya taruh tulisan saya. (kliping penulis)
Di Atas Langit ada Langit

Tapi mengapa kadang kualitas tulisan bisa jauh tertinggal dengan mereka anak muda yang notabene pendatang baru dalam hal tulis menulis? Ya  karena di atas langit ada langit, sebab meskipun pengalaman seabreg namun menjadi jagoan dalam menulis itu bisa dimiliki siapa saja, bahkan pada mereka yang debutan yang baru saja memulai menulis.

Di Kompasiana saya belajar bahwa pengalaman dan senioritas saja tidaklah cukup untuk menempatkan diri di posisi tertinggi. Selalu ada bintang -- bintang yang gemerlapan yang datang setiap saat, selalu ada penulis yang tiba -- tiba melesat dan menjad bintang sehingga yang lama dan tua tampak meredup hingga menghilang sekonyong -- konyong.

Untuk membuat tulisan yang baik ( ini bukan tips semacam sharing pengalaman saja) diperlukan kecermatan, diperlukan data, ditambah dengan kecakapan dalam membuat narasi atau cerita yang mengalir. Untuk bisa menulis dengan pola pendekatan stor y telling, selain selalu belajar juga membutuhkan jam terbang.    

Ketika tulisan sudah mengalir dan seperti sebuah cerita yang hidup, kemudian ada titik - titip tertentu yang menyentuh rasa , terharu membacanya, dan ada gelegak emosi ketika muncul ada masalah yang ditampilkan. Ketika tulisan sudah bisa menyentuh emosi maka tulisan itu sudah mampu membuat pembaca terpaku dengan gayanya yang mengalir.

Tengah rimba raya penulisan, konsistensilah yang terpenting dan juga tidak kalah pentingnya adalah mental untuk tidak mudah menyerah hanya karena ada adagium di atas langit ada langit. Ketika sudah merasa mentok dan dengan sombongnya sudah merasa di puncak dan merasa paling unggul itu hanya akan membuat seorang penulis  jatuh karena setiap saat selalu ada orang yang lebih baik dari kita dan ada yang lebih baik lagi. Saya terbukti masih menulis di Kompasiana sampai 2020 ini dari jejak tulisan saya yang tercatat di Kompasiana sekitar 29 Januari 2010. Menulis pertama kali tentang Bonek. Semoga di Kompasiana tahun ini teman - teman yang sudah menulis sejak 2010 datang dan menjadi sebuah reuni yang indah.

Maka untuk bisa tetap menulis dan bertahan senioritas itu hanya masalah pengalaman. Manusia tetap harus selalu belajar pada siapa saja bahkan pada penulis debutan atau penulis pemula sekalipun. Tak harus melihat sudah berapa ribu tulisanmu, tetapi lihatlah sudah berapa tulisan yang membuat orang berubah menjadi lebih baik. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun