"Pak Kartono hebat, masih mengajar sibuk pula menjadi pemateri dan motivator penulisan"
"Pak Joko juga hebat, produktif menulis di Kompasiana dan di blog."Begitulah ia selalu rendah hati meskipun prestasinya sudah seabreg.
Guru - guru bisa belajar banyak dari sosok yang baru saja meraih penghargaan dengan tulisannya yang dimuat di Koran Harian Kedaulatan Rakyat,25 November 2019 lewat lomba artikel  Jurnalistik Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia 2020  untuk kategori guru dengan judul " Menjadi Guru yang Gembira.")
Alumni SMA I Negeri Surakarta yang tinggal dan menetap di Yogyakarta beristri Irine Ros Sari Pratiwi itu mempunyai 2 anak perempuan Melati Mewangi dan Prima Interpares. Melati Mewangi menjadi jurnalis di Kompas saat ini.
Dalam bukunya yang berjudul Sekolah Bukan Pasar(Penerbit Kompas) saya tertarik mencuplik kalimat yang ada di cover belakang buku Kian hari guru di negeri ini bukanlah agen pemberi kebijakan, pemberi kecerdasan manusiawi, pelatih kedewasaan, melainkan menjadi agen kebohongan dan ideologi yang harus disebarluaskan oleh birokrat pemegang keputusan yang notabene adalah atasan guru. Pada gilirannya sekolah menjadi pasar paling potensial untuk dimasuki lewat birokrasi urusan pendidikan.Â
Bagaimanapun selalu ada sosok inspiratif dibalik banyaknya masalah pendidikan di negeri ini yang perlu dibenahi agar Indonesia segera berlari kencang dan mampu menunjukkan diri sebagai negara berbudaya yang maju pendidikannya dan semakin banyak guru serta sumber daya manusia yang peduli terhadap masa depan pendidikan, institusi pendidikan dan upaya mengajarkan kepada setiap orang baik guru, orang tua, birokrat, pemerintah, wakil rakyat untuk tidak main - main dan mengesampingkan dunia pendidikan. Jepang berjaya karena masyarakatnya melek literasi dan sangat menghargai guru dan institusi pendidikan.
Dalam pendidikan: karakter, kecerdasan, toleransi, kepedulian dan kerjasama menjadi prioritas. Sekarang ini sebagai warga masyarakat merasa prihatin dengan keterlibatan siswa yang ikut demo, dan melakukan tindakan anarki yang mencoreng upaya institusi pendidikan yang berupaya keras mengajarkan budi pekerti.
Oh ya, tahukah para pembaca bahwa pertama kali St Kartono tumbuh dan berkembang kepercayaan dirinya saat artikel pertamanya yang berjudul Mengapa Guru Harus membaca yang dimuat di Kompas. Artikel itu membuka jalan untuk menjadi Kolomnis sampai sekarang. Bagaimana para guru masih minder dengan profesi anda sebagai guru?Jangan! dengan kerja keras anda yang dari  tidak apa - apa bisa menjadi sosok luar biasa seperti Pak St Kartono.  Terus Berkarya Pak. Untuk Membangun negeri ini menjadi lebih bermartabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H