Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Momentum atau Aji Mumpung dalam Pencalonan Gibran Rakabuming Raka?

27 Juli 2020   22:59 Diperbarui: 27 Juli 2020   23:29 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan politisi, bukan pengamat pula. Beberapa bulan ini bahkan saya jarang update peristiwa politik terkini, bahkan ketika ditanya istri tentang entah itu pejabat koruptor, klepon dan dan Ustad mantan pastur S3 saya bengong menjawabnya, saya lebih suka menulis novel dan bermain imajinasi sambil meliarkan ide saya dalam beberapa novel yang saya tulis dan publis di platform semacam wattpad. Kwikku dan storial.co.

Carut Marut Politik

Memikirkan isu politik apalagi di media sosial rasanya kepala langsung cenut - cenut, pusing. Siapa yang benar dan siapa yang salah jadi kabur. Politik identitas, berbalut agama, menjadi semakin membuat ruwet diskusi di ruang maya. Banyak orang ngawur berpendapat, dan cenderung "sak karepe dewe".

Kecenderungan egoisme manusia yang seakan -- akan menggenggam kebenaran mutlak karena identitas dan agama membuat manusia menjadi terkotak - kotak, tersekat- sekat dalam keyakinan yang sebetulnya masuk dalam wilayah privat. Agama bercumbu dengan politik dan politisi memanfaatkan sensitifnya isu tentang agama sehingga banyak orang terkesan mabuk agama.

Bayangkan makanan saja kini beragama, makanan pun mengalami diskriminasi. Semuanya diarahkan untuk masuk dalam ranah keyakinan sehingga klepon dan sebangsanya dikategorisasi beragama atau tidak.

Kadang sebagai pengguna media sosial dan aktif membuat status, Njur aku kudu piye (terus aku bagaimana ) menanggapi isu yang semakin aneh. Mau menanggapi salah tapi tidak ditanggapi : kebablasan.

Saya seperti masuk dalam dunia aneh. Seperti tidak melihat identitas Indonesia yang santun dan penuh unggah ungguh. Kekasaran muncul apalagi melihat komentar yang terkesan ngeri ngeri sedap. Jadi bingung itu komentar Indonesia yang agamis dengan norma kesantunan orang Timur yang dijunjung tinggi?

Di YouTube banyak penceramah dengan riang gembira menggendangkan perbedaan perilaku antara suku satu dengan yang lain, ia tersohor karena berani bicara, blak - blakkan tapi menabrak rambu etika.

Tapi herannya banyak followernya banyak pengikutnya, sedangkan penceramah yang benar - benar bicara dari nurani, bicara dari kerendahan hati paling dalam dan tidak mau pamer hidup, bersahabat dengan sunyi dan harus menerima kenyataan bahwa yang baik itu ternyata tidak selalu beruntung dalam hal kekayaan. Mereka yang dianggap selebritas, dianggap populer dan dipuja ternyata bermodal kata - kata ngawur (tidak semua sih).

Dunia seperti roller coaster, naik turun. Kebenaran dan kejahatan saling berkejaran. Di suatu masa seperti saat ini kebenaran seperti tenggelam oleh riuh rendah orang yang dengan berani melakukan tindakan kontroversial.

Mereka tidak peduli bahwa manuvernya itu akan membuat bingung orang. Yang penting ia melakukan manuver seperti pedagang, marketing. Melakukan pansos atau panjat sosial. Segala manuver dilakukan tidak peduli sesuai budaya atau tidak "meneketehek"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun