Keterpaksaaan itu membuat pekerjaan apapun menjadi tanggung. Tidak pernah mencapai titik prestasi yang bisa dibanggakan. Keterpaksaan membuat pekerjaan apapun hanya sebagai sebuah beban bukan rasa cinta yang tumbuh dari dalam. Jadi seperti robot yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrol dari operatornya. Jadi apalah artinya memaksaku menulis tetapi tulisanku lahir karena tekanan darimu.
Memang aku bisa terbang tinggi merengkuh khayalan dengan cerita -- cerita fiksi yang ditulis oleh para pengarang. Apakah jika terampil menulis terus bisa mengibarkan bendera merah sebagai lambang semangat menyambut hari dengan penuh daya pikat. Ah, banyak para penulis yang hanya pandai berkhayal, pandai menulis namun tidak pandai berkomunikasi, terutama komunikasi menggunakan lisan menggunakan ketrampilan yang bisa memukau para pemirsa mendengar anda berbicara.
Banyak hal yang bisa dilakukan selain menulis, banyak pekerjaan yang tidak membutuhkan ketrampilan menulis toh mereka sukses, mereka mampu mandiri dan menghasilkan uang banyak. Lalu apakah yang bisa dibanggakan seandainya aku pintar menulis, apakah lantas bisa merayu perempuan cantik dan bisa menggaet mereka masuk dalam pesona tulisan kamu?
Ah para penulis terlalu lebay dalam membuat tips  menulis. Apakah dengan semakin banyaknya penulis anda bisa bernafas lega melihat persaingan pekerjaan semakin sengit. Banyaknya penulis akan membuat peluang sukses mengecil. Kenapa harus memberikan resep, memberikan solusi supaya menulis itu terlihat mudah.
Biarlah yang ingin menjadi penulis diseleksi dan dikerucutkan pada mereka saja yang tidak merasa terpaksa menulis, jangan paksa menulis jika tidak suka. Hanya memperberat pekerjaan saja. Menjadi penulis itu adalah panggilan jiwa, bukan karena suapan dan iming- iming provokatif. Jika dengan terpaksa seseorang terjun dalam dunia penulisan akan ada kemungkinan bahwa seorang penulis yang berangkat dari keterpaksaan itu akan mandeg di tengah jalan jika tersinggung.
Jika ada hal yang membuat penulis itu frustasi dan dalam puncak emosi tertingginya, hobi menulis atau profesi menulis hanya dianggap sebagai pekerjaan para pengangguran. Apakah dengan menulis seseorang langsung melejit, hidup dalam menara gading suksesnya pengarang semacam JK Rowling. Yang bisa menjadi milyarder berkat karangannya yang mendunia.
Berharap dan bercita -- cita itu hak setiap orang, Â merengkuh mimpi itu hak setiap orang tetapi melakukan pekerjaan yang datang dari keterpaksaan apakah terjamin langgeng, tidak membosankan. Ah, hanya pekerjaan orang- orang gendheng saja yang mau -- maunya memaksa orang yang hidupnya selalu dalam keterpaksaan mencintai sesuatu yang awalnya tidak pernah masuk dalam alam khayalnya.
Passion memang penting, rasa cinta itu penting dan bulsyit dengan keterpaksaan. Kalau ada yang memaksaku terus untuk menulis, aku akan teriak dan mempermalukan kamu yang datang bagai malaikat hanya untuk merusak masa depanku.
Kamu tipulah semua orang berlagak menjadi motivator, menawari semua orang kelas menulis, menawari orang -- orang dengan propaganda yang bikin perut mau muntah.
"Ayo, sisihkan waktumu menulis. Jangan  biarkan dirimu terjebak dalam dunia khayalan tanpa ada penyaluran. Kalau kamu suka berkhayal alangkah lebih baik jika kamu salurkan dengan menulis, siapa tahu kamu masuk jajaran penulis terkenal seperti halnya Pidi Baiq, Tere Liye, Ayu Utami, Fiersa Besari,"
Aku melihat para motivator tampak berbusa -- busa menari narikan lidahnya untuk memaksa orang- orang menyukai apa yang sudah dilakukannya. Ketrampilan menulis."