Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Biarkan Para Pejuang Medis Menyerah oleh Keegoisan Masyarakat

28 Mei 2020   14:27 Diperbarui: 28 Mei 2020   14:23 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barisan Perawat, dokter yang mengurusi Covid -- 19 benar- benar lelah lahir bathin. Rasa capeknya benar benar terasa menghadapi situasi kondisi yang diakibatkan oleh persebaran virus yang luar biasa cepatnya. Di Indonesia sudah lebih dari 1,473  yang meninggal akibat Corona, sekitar 23.851 yang terinfeksi virus dan 6.051 yang berhasil sembuh.

Semua negara ikut merasakan dampak dari covid 19 tersebut. Pengaruhnya pada ekonomi luar biasa, industri -- industri pariwisata lumpuh dan transportasi serta jasa merugi banyak sekali. Ketika pergerakan perekonomian melambat banyak orang mulai sambat, mengeluh, emosi, bingung, kesal dan berbagai masalah kejiwaan muncul.

Orang -- orang yang biasa aktif di luar rumah dan jarang tinggal lama di rumah harus merasakan bagaimana tinggal dirumah dalam jangka waktu lama. Bisa terbayang betapa bosannya, namun itu adalah solusi tepat untuk memutus mata rantai Covid 19. Covid 19 membuat dunia kesehatan merasa kecolongan, bingung bagaimana mengatasi virus yang bermutasi dengan gejala yang berbeda -- beda pada manusia. Bisa jadi indikator bahwa indra penciuman seperti dilumpuhkan sehingga tidak bisa membaui apa- apa. Namun kadang tanpa gejala, Korona bisa menyerang.

Banyak orang menjadi jahat dalam berkomentar, menduga -- duga dan nyinyir menghadapi masalah. Yang kerepotan adalah para dokter, perawat dan tenaga medis yang terus mengenakan APD, masker dan peralatan standar yang membuat virus tidak masuk dalam tubuh.

Di luar banyak orang yang frustrasi hingga tidak mengindahkan keamanan diri. Tidak mengenakan masker pas keluar rumah, masih ramai pasar- pasar transaksi tanpa menggunakan masker dan pelindung dari tertularnya virus. Akibatnya korban terus bertambah dan seperti belum ada tanda= tanda akan berakhir.

Yang lelah adalah para perawat, dokter, jajaran medis yang terus berjuang menyembuhkan pasien terampak Corona. Dan ketika melihat di media sosial, televisi begitu bandelnya masyarakat, tidak terasa air menetes di pipi. "Bagaimana sih sisi kemanusiaanmu hai tuan dan puan, bantulah kami bantuan untuk membendung persebaran virus. Tolong jangan terlalu dikaitkan dengan politik dan agama. Kejadian ini adalah tragedi, kejadian ini murni wabah, siapa saja bisa terkena, siapa saja bisa terjangkiti. Bukan berarti ketika khusuk berdoa lantas bisa menjauhkan diri penyakit. Terlalu arogan jika bisa menangkal penyakit global hanya dengan berdoa dan berkumpul -- kumpul manusia mendaraskan doa.

Doa itu memang penting, doa itu wajib bagi yang beragama tetapi realistis dan logika harus dipakai untuk memutus persebaran virus.Aksi masyarakat untuk bersama berjuang, kompak dan saling membantu, tidak saling menyalahkan membuat persebaran akan segera berakhir.

Masyarakat mau tidak mau harus mengakui bagian dari komunitas, bagian bagi sebuah negara. Tiap negara ada aturannya, ada hukum -- hukum yang harus dipatuhi. Jika masyarakat lebih suka ngeyel dan tidak mematuhi peraturan bisa saja muncul kekacauan yang berbuntut perselisihan, pertengkaran dan bisa saja menjadi pemicu perang baik sipil maupun dalam gabungan militer yang akan menjaga dari perpecahan antar manusia, antar negara.

Pasukan yang sekarang ini tengah merasa "percuma" menolong masyarakat jika masyarakat sendiri tidak kooperatif, cenderung melanggar peraturan dan menganggap enteng penyakit. Mereka para dokter, perawat, merasa banyak masyarakat tidak menggubris aturan yang bisa memutus mata rantai persebaran Corona. Sayangnya sesaat istirihat dari rutinitas dan mencoba mencari hiburan dengan menonton televisi dan membaca berita di media sosial tentang tingkah laku masyarakat yang cenderung ngeyelan, ngototan dan tidak mau mengikuti prosedur Para pejuang Pandemi itu mengisyaratkan bendera putih, menyerah oleh tekanan, menyerah oleh betapa nakal dan bandelnya masyarakat.

Betapa bandelnya masyarakat yang kabur oleh tanggungjawab untuk tidak berusaha menularkan penyakit ke orang lain. Tetapi karena ketidaktahuan, atau karena terlalu yakin agama bisa menyelamatkan hingga berbagai pelanggaran terjadi. Banyak masyakat merasa bangga bahwa ia pernah merasakan bagaimana berbohong itu nikmat karena banyak menguntungkan ( itu sebetulnya pemikiran orang gendeng)

Ada yang merasa daripada tersiksa mending menyerah, menjadi orang biasa yang bisa tinggal di rumah dalam waktu lama. Perang bathin berkecamuk, rasa kesal, emosi/ marah, tertumpah ada rasa frustrasi yang diakibatkan oleh masyarakat yang tidak mengikuti prosedur.

"Kalau mau mengumpat kasar dalam bahasa Jawa kasaran asuok, Bajinguk, bajingseng, hukum saja masyarakat yang sok gagah tanpa masker petentang petenteng di luar. Kalau terkena penyakit sukurin kata orang Betawi."

"Edian tenan Ki, kapan masyarakat bisa ditata untuk bisa menyambut harapan baru dari sebutlah istilah New normal. Kembali normal dengan membawa kebiasaan baru, hidup bersih selalu cuci tangan habis bepergian segera mencuci baju setelah pulang dari tempat keramaian yang memungkinkan pelanggaran social distancing, physical Distancing. Manusia tidak terlalu panik oleh serangan virus, yang bisa dilakukan manusia adalah mencegah agar tidak membuat orang lain ikut sakit, menjaga tubuh agar tetap kebal dari penyakit dan pemakaian masker di luar rumah dipandang sebagai habit baru. "

Saya sendiri mesti introspeksi, selama ini ketika tidak terlibat satupun dalam aktivitas yang mirip -- mirip relawan peduli masyarakat, ikut melakukan kegiatan yang membantu masyarakat lepas dari belitan masalah ekonomi akibat persebaran virus hingga banyak yang akhirnya hanya bekerja di rumah, atau secara kasar banyak orang dirumahkan. Kasihan dengan para dokter, jajaran medis yang "nunjangpalang/ atau kerja keras tanpa kenal waktu dan apapun kesulitan mesti diterjang" dihargai. Membatu diri sendiri untuk ikut aturan sudah sangat berarti sebab jika saya bisa mengingatkan satu saja dan akhinya yang lain saling mengingatkan hingga tampak betapa besar manfaatnya jika manusia saling mengembangkan solidaritas, minimal menghargai yang muncul dari diri sendiri.

Jujur saat ini saya belum bisa banyak membantu paramedis, dokter dan jajarannya. Yang penting saya tidak melanggar protokol pencegahan yang ditetapkan pemerintah. Tugas para pejuang kesehatan itu sudah berat mari bantu dengan ikut peraturan, karena mereka pasti berhitung agar dengan cepat pandemi berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun