Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Harian Ayah

18 Mei 2020   07:01 Diperbarui: 18 Mei 2020   07:21 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen foto Ayah saya (foto by Budi Hartanto IG)

Sudah hampir setahun Ayah menghadap Tuhan. Kalau masih hidup ia akan berusia 80 tahun pada hari ini. Saya mengenang ayah sebagai sosok pemimpin yang mengayomi dan mampu memberikan pelajaran berharga bagi anak- anaknya. Salah satunya adalah masalah disiplin. Sebagai orang yang pernah tinggal di asrama disiplin waktu tidak diragukan lagi.Ayah selalu tepat waktu dan jarang terlambat ketika masih bekerja sebagai guru, kepala sekolah sampai menjadi pengawas pendidikan.

Mulusnya Karir Ayah dan Berlikunya Karir Saya

Jalur karirnya di dunia pendidikan cukup mulus. Umur 29 tahun sudah menjadi kepala sekolah, lalu naik menjadi penilik kebudayaan dan sampai pensiun menjadi pengawas sekolah khususnya SD. Saya sebetulnya merasa iri dengan karir ayah yang termasuk sukses. 

Saya sendiri tertatih- tatih dan merasa sudah bisa menyamai prestasi ayah, seorang pegawai negeri, kepala sekolah dan kemudian pengawas. Tapi saya beruntung melihat ayah, meskipun ada beberapa hal yang tidak bisa saya ceritakan. 

Banyak sisi positif dari ayah. Terutama keteladannya sebagai pendidik yang mampu membuktikan teladan di dunia pendidikan juga menjadi panutan di lingkungan sekitar (masyarakat).

Sebagai keluarga yang beragama katolik di tengah masyarakat yang mayoritas beragama muslim, pergaulan ayah saya benar- benar luar biasa. Ia bisa akrab dengan siapa saja dan mampu menyesuaikan diri. 

Yang mengagumkan adalah karena ayah termasuk yang dituakan dan dianggap sebagai panutan. Maka setiap lebaran meskipun ayah seorang katolik yang taat, aktifis dan pernah menjadi ketua dewan paroki ayah selalu didatangi oleh keluarga- keluarga di sekitar yang mayoritas muslim. Sebuah toleransi yang kini mulai langka.

Sebagai pendidik ayah mempunyai kebiasaan menulis catatan harian. Hampir semua peristiwa dicatatnya,dari kegiatan keseharian, sampai catatan pengeluaran keuangan. Detail dan rinci.

Catatan ketika servis motor dan ketika mempunyai mobil dua tahun setelah pensiun. Ia belajar mobil ketika masa pensiun tiba. Catatan tentang pengeluaran servis, pembelian sparepart, penggantian oli rutin dengan rapi masih dilihat dari catatan hariannya.

Tentang masalah hidup dan berbagai keluhan ia catatkan pula di catatan harian lain. Jadi kalau saya senang menulis salah satu sebabnya karena melihat betapa rajinnya ayah membuat catatan harian.

Saya sendiri mempunyai catatan harian, tetapi tidak serapi ayah. Catatannya masih rapi tersimpan di buku -- buku agenda. Naskah naskah pidato, persiapan kotbah ibadat lingkungan, dan sambutan untuk acara- acara di organisasi gereja, desa dan sebagai seorang pegawai negeri tercatat rapi dengan tulisan bagus model jaman dahulu.

Kadang saya berpikir dalam hal perencanaan, tertib administrasi,  keteraturan dalam hal hidup, meskipun dulu ayah termasuk perokok berat suka makan -- makanan enak mempertahankan kesehatan sampai usia di atas 79 tahun sudah luar biasa. Tantangan berat ketika pengin mengikuti gaya teratur ayah saya adalah pada lingkungan. 

Di Jakarta betapa berat menolak makanan- makanan berlemak, makanan makanan cepat saji, dengan bahan kimia yang menempel dalam setiap makanan. Dan satu lagi ketergesaan, keterburuan untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin berat.

Di Jakarta kalau santai -- santai saja yang hanya menghasilkan orang -- orang yang malas dan menggantungkan pada bantuan orang lain atau pemerintah. Bagi yang gesit Jakarta itu surga bagi mereka karena banyak peluang untuk mencari pendapatan kalau ada kemauan.

Saya mengenang ayah saya karena hari ini memang ulang tahun beliau. Usianya 80 tahun kalau masih diperkenankan hidup. Sabtu, 24 Agustus 2019 ayah dipanggil Tuhan. 

Semoga jejak langkah semasa hidup memberikan semangat saya untuk meniru hal - hal positif dari beliau terutama dalam keteraturan, disiplin waktu, pekerja keras. Saya pikir ayah adalah penulis yang baik, hanya sayangnya tulisannya tidak pernah dipublikasikan.

Ketika saya mulai menyukai membaca pertama kali karena ayah sering terlihat membaca di teras ketika saya masih kecil. Saya melihat buku -- buku yang sering beliau baca adalah buku cerita bersambung Api di Bukit Menoreh, Hijaunya Lembah Hijaunya pegunungan, Keris Nagasasra sabut Inten (termasuk yang dibaca oleh nenek saya ).

Dari melihat aktivitas membaca tadi saya tertarik untuk ikut membaca dengan diam- diam, seri demi seri saya ikuti, sampai puluhan buku S H Mintardjo tuntas saya baca. Bacaan lainnya adalah cerita silat Asmaran S Kho Ping Ho.

Itulah jejak awal menyukai bacaan. Wajar ketika sudah besar saya kemudian berminat untuk menulis, meskipun terbilang bukan seperti penulis -- penulis terkenal yang saat ini sukses sebagai sastrawan, pengarang terkenal seperti Seno Gumira Ajidarma, Triyanto Triwikormo, Gunawan Muhammad, Wiwien Wintarto, Dewi Dee Lestari, Ayu Utami, Fira Basuki, Oki Madasari, Hasta Indriyana dan deretan penulis berbakat lainnya yang konsisten menulis dan bisa bertahan sebagai penulis dan mampu menghidupi diri sebagai seorang penulis.

Saya hanyalah penyuka dunia tulis menulis yang kebetulan selama sepuluh tahun terakhir konsisten menulis di blog Kompasiana dan beberapa blog serupa. Saya juga sempat membuat draft -- draft novel. Yang selesai saya pasang di wattpad. 

Tulisan itu semacam catatan harian, karena saya masih bisa menengoknya dengan membuka mesin pencari, melihat beberapa karangan saya yang entah tiba -- tiba muncul di direktori google  padahal bingung bagaimana bisa muncul ketika  cerpen saya tahun 2006 bisa muncul. 

Di majalah tempo pun sekedar opini pembaca sekitar tahun 1999 bisa dilacak tulisannnya di google.  Saya masih menunggu apakah ada catatan- catatan tulisannya yang muncul di mesin pencari karena sebelum aktif di Kompasiana sekitar 1999 pernah rajin menulis di majalah Praba sebagai Kontributor tulisan sebelum akhirnya saya merantau ke Jakarta kembali tahun 2001.

Dunia Ayah dan Dunia Saya

Barangkali ada catatan keluhan terhadap saya yang dulu sering membuat ayah kecewa, ketika masa pengangguran setelah sekitar tahun 1999 pulang kembali ke kampung. Tahun 1998 saya sempat ke Jakarta tapi hanya beberapa bulan bertahan sehingga memutuskan pulang dengan status menganggur. 

Di Kampung saya aktif di gereja dan aktif dalam organisasi pencak silat. Di Gereja sempat selama hampir 2 tahun membuat majalah paroki bernama Tonggak. Saya jadi tahu tentang dunia jurnalistik. 

Maka selama dua tahun saya menjadi pemimpin redaksi (gayanya begitu) mencoba menulis dengan referensi tajuk rencananya Kompas. Saya kagum dengan tulisan- tulisan tajuk rencana Kompas jaman dulu ketika Pak Jakoeb Oetama masih sangat aktif di Kompas. 

Kebetulan ada rekan saya di Tonggak yang sempat bertahun tahun  bekerja di perusahaan Kompas Gramedia Jakarta sebelum dia kemudian hengkang dan pulang kampung. Saya banyak terbantu oleh dia. 

Lay out dan tata bahasa terutama rubrik bahasa Inggris dia yang pegang. Distribusi dan pemasaran dipegang oleh teman kami yang kebetulan sarjana ekonomi tetapi di kampung pekerjaannya serabutan tidak sesuai dengan gelarnya sebagai sarjana. Dalam rapat ala pengangguran kami dibantu ahli bahasa dari mahasiswa sastra UGM yang juga bertindak sebagai staf redaksi.

Tercatat banyak karya kami di majalah Tonggak beragam. Gaya jurnalisme juga diperhatikan karena kami mencoba menggali potensi kami sebagai orang yang senang di dunia jurnalistik meskipun skalanya hanya paroki. 

Tapi itulah momentum yang susah saya lupakan, meskipun itu membuat rasa kecewa ayah saya karena ayah menginginkan saya menjadi guru sesuai ijasah sarjana saya. Kartun juga ditampilkan dan beberapa teman saya yang "pengangguran" termasuk saya mencoba menulis maksimal. 

Mula -- mula respon kurang baik dari jemaat tetapi akhirnya selama  sekitar dua tahun sebetulnya sudah mulai ada peningkatan oplah karena bacaan variatif. Kami bekerja sama dengan percetakan dari Bruder FIC di STM Pangudiluhur Muntilan. 

Beberapa Iklan tentang sekolah, tentang mitra perusahaan di sekitar Muntilan dan sekitarnya. Dan waktu itupun ketika aktif menulis Di Tonggak saya rajin menjadi contributor di Majalah Praba.

Tahun 2001 sebetulnya  mulai yakin bahwa dunia saya di tulis menulis, karena tulisan - tulisan  mulai banyak muncul di majalah dan yakin dengan kemampuan saya, tetapi ayah dan ibu mendorong saya untuk masuk di dunia kerja yang sebenarnya, yang gajinya bisa dipastikan perbulannya. 

Nah tahun 2001 awal itulah muncul pergolakan saya. Status saya memang tidak punya pekerjaan tetapi saya aktif menulis dan menulis bagi ayah dan ibu saya adalah pekerjaan pengangguran. Akhirnya saya menerima tawaran ketika ada sekolah Di Jakarta memanggil saya untuk mengajar.

Ada banyak konflik sebenarnya dalam diri saya dan ingin memberontak tapi lebih baik mendengar nasehat ayah sebagai orang tua.Saya merasa sampai saat ini kepuasan orang tua adalah ketika saya menurut perkataan mereka. 

Sebagai orang tua yang cukup mapan (pegawai negeri) ayah dan ibu saya tidak menuntut macam- macam. Yang penting bisa bekerja mapan, dan selanjutnya berkeluarga.

Masalah kedua adalah ketika orang tua menunggu saya mendapat pasangan hidup. Sebab adik saya yang bontot sudah mendahului nikah di usianya yang keduapuluh lima. 

Sedangkan saya umur hampir tigapuluh belum mendapat jodoh yang cocok. Kontradiksi pun berlangsung karena saya merasa kisah percintaan saya tidaklah seberuntung adik saya. Ibu dan ayah mencoba mencari perempuan yang cocok untuk dijodohkan ke saya. 

Dalam hati saya apakah ada wanita yang mau setia saya, orang yang sering berkhayal dan masih berharap menjadi penulis suatu saat nanti. Dunia saya pikir adalah kebebasan dan tidak mau terikat perkawinan karena pasti banyak masalahnya. 

Namun akhirnya jodoh memang datang saat usia saya sudah 36 tahun saya menikah dalam usia sangat matang 37. Dalam Jangka 7 tahun saya sudah mempunyai 3 anak.

bahagianya ayah ketika bisa berwisata di Kota Tua, Juli 2019 (dokumen pribadi)
bahagianya ayah ketika bisa berwisata di Kota Tua, Juli 2019 (dokumen pribadi)
Nilai Kebahagiaan Seorang Ayah

Kebahagiaan ayah membuncah ketika mendapat cucu laki - laki sebagai  tambahan cucu dari adik saya yang mempunyai anak yang cukup besar. Saya mengenang ayah saya yang di hari ulang tahunnya selalu rajin mengunjungi Gua Maria untuk berdoa mohon perlindungan, keselamatan dan kesuksesan hidup anak- anaknya. 

Mengenang ayah saya, saya sebetulnya masih menyesal karena ternyata saya belum sempat membahagiakan ayah seutuhnya. Masih merasa berhutang terhadap upaya maksimal orang tua untuk selalu membantu kesulitan saya ketika beliau masih hidup.

Tenanglah di surga ayah, hari ini ayah ulang tahun, semoga ada pesta kecil kecilan di surga ataukah berdampingan dengan Maria Ibu Yesus yang selalu kau kagumi. Meskipun banyak diam kau selalu terharu dan kangen pada saya. 

Ketika lama tidak pulang kampung sebelum meninggal, air matamu tampak menetes seakan itulah pertemuan terakhir pada saya. Sayapun menangis meskipun tidak keluar air mata.

foto dua minggu sebelum ayah meninggal.foto terakhir ketika ayah masih hidup
foto dua minggu sebelum ayah meninggal.foto terakhir ketika ayah masih hidup
Perjuangan untuk anak- anakmu luar biasa dan kini kau sudah tersenyum, lepas dari penderitaan ketika sakit dan lepas dari beban yang menggantang sejak muda. 

Kami merindukanmu dan akan selalu memajang wajahmu yang tersenyum itu di dinding rumah anak- anakmu. Damai Di surga dan selamat Ulang tahun ke 80. Catatan harianmu selalu abadi di hati anak- anakmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun