Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tabah Itu Keharusan Saat Menulis di Kompasiana

6 Mei 2020   17:46 Diperbarui: 6 Mei 2020   17:40 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: shutterstock

Ada masa ketika perjuangan, keringat, pemikiran hanya dihargai oleh beberapa pembaca. Tidak sesuai yang dibayangkan, tidak sesuai dengan harapan. Itulah bila menulis mengharapkan sesuatu misalnya menjadi artikel Healline,nangkring di tangga terpopuler atau nangkring di NT (nilai tertinggi). Tabah adalah kata yang tepat melihat pergerakan pembaca yang lambat. Sudah bermenit- menit, berjam- jam view yang terpampang hanya kisaran puluhan, jangankan ratusan untuk mencapai 50 pembaca saja susahnya minta ampun. Itu mungkin sistem atau menunggu takdir tulisan sampai beberapa hari ke depan.

Kesabaran yang sangat diperlukan agar kita tidak patah arang menulis. Anggap saja tulisan kita sedang mencari takdirnya, merangkak dan terus berjalan pelan. Apapun sekecil apapun tulisan pasti terbaca. Kadang penulis memang haus pujian, haus sapaan, haus perhatian. Sama seperti manusia lainnya yang akan semangat jika ada upah dari perjuangannya.

Upah itu tidak harus uang. Pembaca yang banyak, nangkring di Headline juga upah setimpal. Ada kebanggaan, ada kenikmatan, atau sebuah kepuasan ketika tulisan itu diperhatikan terutama jajaran admin atau pembaca dan sistem hingga muncul lonjakan pembaca pada akhirnya. Tetapi manusia meyakini filosofi roda kehidupan. Ada saatnya kita di atas, ada saatnya terpuruk ke bawah. Sebuah perasaan yang pasti dimiliki semua orang.

Didi Kempot yang baru meninggal kemarin saja pernah merasakan tidur di penginapan sederhana di pinggir kuburan Slipi. Menjadi pengamen merangkak dari bawah merasakan betapa ambyarnya kehidupan seorang pengamen jalanan. Lalu ia terkerek populer dan rebahan lagi, lama berselang ia merasakan puncak lagi sampai kemudian kehidupan yang penuh misteri itu harus memutus rantai sejarah manusia di dunia.

Kehidupan Bagai Roda demikian Nasib sebuah Tulisan

Dalam filosofi Jawa dikenal dengan cakra manggilingan. Urip iku koyo roda/hidup itu seperti roda kadang di atas kadang di bawah. Jika sedang di atas ya ingat yang dibawah. Saat di bawah ya tabah dan yakin jika berusaha sekuat tenaga nasib akan berubah. Pasti akan mengalami masa ketika manusia hidup dalam kesuksesan. Kesuksesan itu relatif, beda pada setiap orang. Kalau ditanggapi maka hasrat sukses, kaya dan gilang gemilang itu tidak terbatas.

Sudah kaya saja masih menganggap dirinya miskin. Sudah mempunyai rumah besar masih ingin gedung bertingkat dan menara. Sama juga hasrat penulis tidak ingin menjadi biasa -- biasa saja. Penginnya selalu sukses, tulisan selalu meraup pembaca yang banyak karena itulah ukurannya saat ini untuk bisa populer dan dikenal banyak orang. Sekali lagi manusia memang banyak maunya.

Insting dan ketepatan memilih Tema

Apakah pernah merasa terpuruk. Tentu saja pernah. Apakah pernah merasa putus asa ya pasti sudah pernah. Dari kesedihan dari perasaan tertekan, terpuruk malah membuat tulisan menjadi dalam, berisi dan penuh penghayatan. Takdir tulisan dari suasana hati, di samping konsistensi, usaha maksimal dengan sedikit bakat menulis. Tetapi bakat, kemampuan dan insting menulis itu ternyata juga penting agar lompatan karir sebagai penulis lebih maksimal.

Bisa dilihat dari jejak katanya, diksinya, insting dalam mengolah tema menjadi nge -- hits. Beberapa penulis sudah terbukti instingnya luar biasa. Ia bisa menjadi pembeda antara tulisan satu dengan lainnya meskipun tema mirip dan judul agak bersinggungan takdir tulisan bisa beda. Ada yang mendapat anugerah dengan lonjakan pembacanya sampai ribuan bahkan puluhan ribu dan akan menyentuh ratusan ribu. Salah satunya karena instingnya, sistemnya dan clickbaitnya yang pas. Maka beruntung tulisannya meloncat jauh.

Ketabahan Kunci Bertahan Lama Di Kompasiana

Itulah saat ini saya merasa perjalanan menulis saya di Kompasiana sedang diuji, kesabaran untuk meraih keberuntungan, kesabaran untuk melalui jalan sepi pembaca, dan jalan berliku untuk mendapatkan kembali insting menulis. Mungkin ada kesalahan dari saya sebagai penulis, yang malkondisi, menyinggung perasaan pengelola, atau ingkar janji yang membuat saya merasa ada suasana beda dari jejak tulisan saya sebelumnya.

Untuk mencapai ratusan rasanya sangat susah, pun ketika selama 31 artikel selama sebulan tidak sekalipun nangkring di Artikel Utama. Bukan tujuan utama sebenarnya, tetapi ada rasa kecewa dan pertanyaan yang terus menggelayut. Tetapi ya sudahlah.

Menulis itu adalah perjuangan, ketabahan dan semangat yang pantang surut untuk mendapatkan pengakuan sebagai penulis konsisten yang tulisannya selalu ditunggu. Mungkin karena banyaknya artikel yang ngantri sehingga hanya artikel yang beda dan unik serta luar biasa menariknya yang bisa bertahan lama dalam antrian.

Ada PSBB pembatasan berskala besar terhadap nasib tulisan di Kompasiana. Dan Jika dari awal sudah mencuri perhatian maka akan bisa meraih view banyak dan aneka hadiah yang ditunggu penulis, nangkring di AU, mendapatkan popularitas, dan nangkring di nilai tertinggi. Itulah rumah besar Kompasiana. Dinamika kehidupan amat terasa. Barisan penulis antre untuk mendapatkan perhatian admin. Jika beruntung maka anda akan menjadi langganan dan diprioritasnya dalam sistem sehingga takdir tulisan akan selalu bagus dengan market share yang tetap tinggi.

Sekali Lagi kunci bertahan lama di platform blog selain ketabahan, ya jangan cepat putus asa jika tulisan hanya sedikit yang membaca. Saya bisa bertahan lama di Kompasiana terutama karena pertama saya suka menulis, kedua saya ingin tetap pengin menulis supaya otak tetap terasah untuk membuat analisa, melatih ingatan dan meningkatkan keterampilan menulis.

Pasti ada buah yang bisa dipetik, ada hikmah yang bisa diambil sehingga jika sabar dan tabah suatu saat impian sebagian penulis tercapai. Anda yang saat ini masih merasa kecewa, mulai putus asa ketika viewnya amat rendah, teruslah menulis. Ada waktunya bisa meraih kesuksesan. Pasti. Tentunya harus selalu konsisten menulis, menulis dan menulis. Lebih bagus lagi terus mengembangkan kesukaan membaca, membaca dan membaca. Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun