Di sebuah negara demokrasi apalagi pasca Orde Baru, kebebasan berpendapat menjadi hal yang mutlak. Setelah mengalami pembungkaman dan pembatasan kebebasan berpendapat. Politisi, aktivis, netizen, memanfaatkan kebebasan berpendapat itu untuk mengontrol kebijakan pemerintah. Banyak resikonya dengan adanya kebebasan berpendapat, sebab banyak kebijakan pemerintah akan selalu dikoreksi, dikritisi dan yang lebih kasar dinyinyiri. Saya merasakan bahwa zaman reformasi kebebasan berpendapat baik dalam forum seminar, diskusi, media massa sangat terasa. Kadang kebebasan sering memakan korban. Habibi dan Gus Dur yang sangat terbuka dan demokratis menjadi korban dari kebebasan tersebut.
Wakil rakyat dan elemen masyarakat akan bergerak cepat jika pemerintah tampaknya mulai menekan masyarakat dan mengorbankan masyarakat dalam hal kebijakan umum. Misalnya hal hal yang amat peka misalnya masalah pajak. Pajak kendaraan bermotor, pajak listrik, pajak air, jaring pengaman sosial, bantuan langsung tunai, atau kebijakan utang pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. LSM dan HAM sangat aktif menyoroti langkah pemerintah dalam penerbitan perpu, kebijakan yang berhubungan dengan kebutuhan mendasar manusia Indonesia. Salah atau tidak sepaham dengan aktivis HAM dalam hal kebijakan publik akan berujung protes, demonstrasi dan serangan-serangan masif terhadap apapun yang dilakukan pemerintah.
Jokowi dan Karakteristik Masyarakat Indonesia
Fokus HAM dan LSM mungkin terbatas pada masalah kaum marginal, masyarakat kota, atau masyarakat yang tidak terjangkau dan menjadi korban dari kebijakan tersebut, sedangkan pemerintah berpikir secara global dan universal sehingga tidak semua lapisan masyarakat bisa terjangkau oleh niat baik pemerintah membantu masyarakat. Era Jokowi baik periode pertama maupun keduapun tidak luput dari banyaknya serangan serangan aktivis, politisi, netizen, buzzer, hacker.Meskipun kritikan dan serangan netizen, serta politisi gencar mendapatkan serangan kritikan Jokowi dapat melewati periode pertamanya cukup sukses. Terbukti pada pemilu tahun lalu Jokowi masih dipercaya memimpin Indonesia di periode kedua. Pada periode kedua angin badai kritikan ke Jokowi semakin besar. Apalagi ia Jokowi sering berbeda pendapat dengan politisi – politisi di partai koalisinya bahkan di partai yang membesarkan dirinya. Pada periode kedua ada yang aneh karena lawan politiknya sekaligus rivalnya dalam pemilu 2019 masuk dalam kabinet. Prabowo Subianto dikalahkan Jokowi dengan berbagai persoalan besar yang terbawa. Dari gelombang penolakan aktifis, agama demonstrasi demonstrasi menolak kemenangan Jokowi dengan aneka fitnah yang mampir dan membuat Jokowi diasosiasikan berpaham kiri. Media – media sosial sering memviralkan bahwa sebenarnya Jokowi adalah keturunan China, berpaham komunis dan bukan tidak paham Islam.
Bahkan Jokowi difitnah bahwa Almarhumah Sutjiatmi bukan ibu kandungnya. Jokowi mempunyai bapak China dan ia berpaham komunis. Untung saja berita – berita hoaks itu tidak sampai mempengaruhi suara Jokowi secara signifikan. Dan Jokowi masih bisa melenggang Sebagai Presiden terpilih. Pada Periode ini ujian kritikan masih bisa dilalui sampai akhirnya wabah corona covid -19 melanda dunia. Perekonomian duniapun mengalami perlambatan. Semua terkonsentrasi untuk lepas dari pencegahan Virus yang sudah menjangkit jutaan manusia di dunia dan jutaan pula yang sudah meninggal.
Banyak kritikan ketika Jokowi terlambat mengantisipasi penyebaran virus. Sudah ribuan terjangkit. Para politisi mendesak Jokowi menerapkan Lockdown. Tetapi hitung- hitungan Jokowi jika diterapkan lockdown akan membuat anggaran negara kolaps. Dan lockdown juga tidak bisa dijadikan patokan akan berhasil di Indonesia karena karakteristik orang Indonesia yang susah diatur dan banyak protes. Parlemen sebagai  mitra pemerintah pun tidak kompak dalam mendukung upaya pemerintah untuk memangkas penyebaran virus yang ganas tersebut.
Akhirnya Jokowi Menerapkan kebijakan PSBB yang pelaksanaannya disesuaikan. Pemerintah daerah diberi kewenangan menentukan bentuk PSBB sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing- masing. Di Jakarta saja penerapan PSBB mengalami banyak hambatan terutama aktifitas masyarakatnya di perkampungan padat penduduk. Sangat susah menerapkan kebijakan social distancing dan Phisical Distancing. Masih banyak yang bandel tidak mengenakan masker saat keluar rumah padahal daerahnya masuk zona merah penyebaran virus.
Yang ramai sekarang adalah masalah mudik berkaitan dengan bulan Ramadhan dan sebentar lagi lebaran. Sudah menjadi budaya bahwa para pekerja, kaum urban, mereka yang ke kota untuk bekerja harus pulang bersilaturahmi dengan keluarga besarnya di kampung halaman. Namun karena korona maka pemerintah memutuskan melarang mudik pada tahun ini. Gelombang penolakan datang. Mereka yang mencuri start untuk pulang. Ribuan manusia sudah pulang ke kampung halamannya. Di daerahnya masalah datang karena banyak yang membawa virus covid -19 ke daerahnya. Persoalan di kota menjadi persoalan di kampung halaman.
 Jokowi masih mendapat serangan kritikan atas kebijakannya. Dan persoalan di negara demokrasi dengan penduduk yang sangat banyak dan karakteristik sebagai negara demokrasi membuat Jokowi harus tenang melakukan kebijakannya supaya tidak mendapat jegalan dari politisi yang sudah mengincarnya tergelincir akibat salah dalam memerintah.
Kim Jong Un Si Pemimpin Otoriter
Beda dengan Kim Jong Un yang dari awal memang mewarisi sebuah negara dengan pemerintahan otoriter. Semua pejabat, semua jajaran pemerintahan pun keluarganya dan masyarakat sangat tunduk pada kebijakan Pemimpinnya. Hukum miliknya maka yang ketahuan salah tidak segan – segan Kim Jong Un akan langsung melakukan eksekusi.
Semua takut dan sangat menghormatinya. Kim menghadapi serangan virus relatif lebih mudah karena karakteristik masyarakat yang tertib dan tunduk pada pemimpinnya. Sebelum masuk dan menjangkiti masyarakatnya Kim menerapkan kebijakan  locldown. Tentunya dia tidak begitu sulit menerapkannya karena Korea memang negara tertutup dan sangat ketat dalam mengawasi orang yang datang dan pergi dari negaranya sendiri. Bahkan masyarakatnya sendiri susah keluar negeri kecuali saat penugasan, misalnya ikut olimpiade, pertandingan sepak bola dan perutusan diplomatik. Sampai saat ini Korea Utara masih bisa menghadapi serangan virus corona. Dan menurut berita Korea masih nol korban pandemi.
Tantangan negara otoriter dan negara demokratis amat berbeda maka dibutuhkan kebijakan yang berbeda pula dalam menghadapi masyarakatnya. Kebijakan Kim Jong Un tidak bisa diterapkan di Indonesia karena akan menimbulkan preseden buruk. Seperti kembali ke Orde Baru pada pemerintahannya yang otoriter. Kalau Korea Utara lebih mudah melindungi masyarakatnya dari serangan wabah covid – 19, tantangan Indonesia juga pada masyarakatnya yang belum bisa diajak kompak kerjasama untuk memutus persebaran covid. Banyak yang ngeyel, banyak yang nekat melanggar, memandang remeh virus  itulah kendalanya. Belum lagi para politisi yang malah memanfaatkan kebingungan, kecemasan masyarakat, dan pontang- pantingnya pemerintah untuk kepentingan politik.
Donald Trump yang Terkesan Lepas Tangan
Sedangkan Donald Trump malah seperti pemerintahan yang abai dengan penyakit dan masih berusaha terus menggerakkan roda perekonomian meskipun korban korona sangat banyak. Amerika cenderung meremehkan sehingga negara ini termasuk negara terbesar yang penduduknya bergelimpangan menjadi korban virus dari Wuhan tersebut. Donald Trump malah terkesan lari dari tanggungjawab dan malah menyerang China sengaja menyebarkan virus untuk mengacaukan dunia. Khas Amerika yang tetap sombong.
Jadi menghadapi virus ini presiden, politisi parlemen, pemuka agama, netizen, masyarakat harus kompak agar badai korona cepat berlalu dan tidak lagi menjangkiti masyarakat yang tengah bingung. Tidak usah ngeyel seperti Donald Trump dan tidak perlu otoriter seperti Korea Utara dengan Kim Jong Un – nya. Bantu pemerintah dengan disiplin diri sendiri. tetap di rumah, kalau keluar memakai masker, menjaga jarak aman, belajar dan beribadah di rumah itu sudah cukup membantu. Salam damai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H