Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Permenungan tentang Puisi

1 Mei 2020   16:10 Diperbarui: 1 Mei 2020   16:10 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan kepada sepi aku bertanya tentang apa sih sebenarnya puisi. Puisi tidak bisa menjawab karena ia lebur dalam kesunyian. Mungkin tidak perlu banyak kata untuk menciptakan puisi. Bagiku puisi adalah kesunyian, nestapa, penderitaan, cinta dan air mata. Lebih mudah aku menulis puisi saat hatiku meronta protes oleh kenyataan betapa sunyinya hati karena orang lain tidak pernah tahu yang ada dalam isi bathin ini.

Berderet puisi akan lahir di saat hidup penuh kemalangan, penderitaan, kecewa, putus asa, atau frustasi. Entah bisa saja beda pendapat aku dengan Joko Pinurbo, Sapardi Djoko Damono Gus tf, Chairil Anwar.

Dalam pengembaraan mencari arti puisi aku hanya menemu sepi, sunyi, kesendirian dan kata- kata pendek yang bisa mewakili jiwa saat merasakan ada ketidakadilan, ada perlakuan beda. Bisa jadi ketika Widji Tukul sangat meresapi puisi dalam penghayatannya tentang puisi ia merasa telah disingkirkan dari sebuah rezim. Ia membuat kritikan tentang buruh, tentang HAM tentang kenyataan kaum urban dan kaum pekerja hanya dijadikan sasaran dan kebijakan pemerintah yang cenderung membela pemilik modal, pemegang kekuasaan, politisi tanpa pernah mendengar jerit tangis masyarakat kecil.

Boleh jadi para penyair tidak akan pernah melahirkan puisi legendaris ketika ia biasa hidup bergelimang kebahagiaan dan kemapanan. Untuk apa menciptakan puisi sementara tidak ada kata dramatis yang bisa diciptakan untuk menggambarkan sebuah peristiwa yang tidak ada tantangan sama sekali.

Antologi Puisi Epitaf Cinta (Dokumen pribadi)
Antologi Puisi Epitaf Cinta (Dokumen pribadi)

Menciptakan puisi itu adalah upaya menulis berbagai kemungkinan. Kemungkinan- kemungkinan itu harus diciptakan sendiri oleh penyair... bahwa di saat menulis itulah hatinya diletakkan dengan tabah di tempat sepi. Dari kata Pengantar Hasta Indriyana dalam buku Antologi puisi Epitaf Cinta. Penerbit Palu (Paguyuban Alumni Unstrat). Beberapa puisi saya tulis di buku Epitaf cinta dan itu buah dari kesunyian

Apakah masa lalu hanyalah debu,

Tak ada cita- cita masih tersisa dalam rajutan hidup penuh nestapa ini?

Apakah hanya debu yang tersisa menempel di dinding sejarah waktumu, barangkali itu kau terlalu asyik dengan dirimu sendiri...(cuplikan puisi Joko dwiatmoko di buku Antologi Puisi Epitaf Cinta, Penerbit Palu)

Salah satu puisi saya di antologi puisi Epitaf Cinta (dokumen pribadi)
Salah satu puisi saya di antologi puisi Epitaf Cinta (dokumen pribadi)

Puisi lahir dari nurani, dibalut dengan ketrampilan menampilkan kata yang efektif, sedikit kata namun berbicara banyak. Akan lebih baik penyair menguasai teknik menulis puisi, disamping peka menangkap pesan  dari deretan puisi yang mengendap dulu dalam nurani.

Bagi saya puisi adalah ungkapan rasa, ungkapan kritik, ataupun keresahan akan masalah baik yang datang dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar dan masalah dunia.

Tidak banyak yang bisa menikmati puisi apalagi mereka yang jarang merasakan nestapa atau nuraninya tumpul oleh ketidakpekaannya menangkap makna sedih, sunyi, rindu, jatuh cinta. Padahal puisi itu sangat dekat bahkan ada dalam diri masing -- masing manusia.

Puisi itu sederhana. Ia bisa menangkap peristiwa- peristiwa seputar hidup. Seperti  puisi puisi Joko Pinurbo. Puisinya liar dan lembut. Puisi Joko Pinurbo mengajak pembacanya mengembara, menyelami relung- relung sunyi. Ia bisa bercerita tentang diri sendiri, bercerita tentang dunia diluar kita(manusia). Puisi Joko Pinurbo boleh dikatakan jenaka, kadang terasa getir, sehingga antara kegetiran dan kelucuan beda- beda tipis.

Ranjang Kecil

Tubuhmu tak punya ruang

Ketika relungmu menghembuskan raung

Saya menangkap kedalaman puisi pendek Joko Pinurbo. Puisi sederhana yang lahir dari pengalaman dan pengendapan penyair yang sudah berhasil memangkas ego untuk menciptakan puisi dengan mengobral banyak kata yang masih menginginkan tulisannya dibaca dan diberi acungan jempol atas kata- katanya yang memukau, tetapi apakah ada isi dan maknanya?

Ah, saya tidak peduli, menulis puisi itu bukan untuk meraih kemenangan, bukan menunjukkan yang terbaik. Berpuisi adalah merayakan kebebasan dalam mengungkap kata. Nikmati saja prosesnya, nikmati saja aliran katanya. Apakah kemudian akan dikritik masalah borosnya kata, atau naifnya sebuah ungkapan. Yang terpenting adalah menulis dulu, merayakan kesunyian, merayakan dentaman ide saat gelisah dan hadir menjahit luka- luka jiwa. Bagi saya puisi adalah terapi ketika gelisah melanda jiwa dan perlu dilepaskan dari jiwa agar tidak mengerak dan meretakkan seluruh pondasi rasa.

Mari berpuisi baik dalam keadaan sunyi maupun ketika sedang dalam puncak kebahagiaan rasa.Ada pergulatan rasa saat menciptakan puisi seperti kata penyair Padang Gus tf yang mempertanyakan"saya tak tahu apakah menulis saja"dengan lebih dulu memikirkannya"akan jadi bagian dalam proses kreatif saya...

Kata kata Joko  Damono membuat saya melongo ketika mengatakan Penyair adalah puisi itu sendiri, ia cuma dongeng dan konon tetapi sekaligus daging. Kata Penyair adalah puisi itu sendiri adalah sebuah kunci bagaimana penyair penulis menempatkan diri. Dalam setiap kata yang diciptakan adalah cerminan diri sendiri. Saya menangkap bahwa puisi - puisi yang lahir dari para penulis saat ini adalah kegelisahannya, keresahannya tentang dirinya dan tentang orang lain.

Tentang puisi saya tidak bisa berkata banyak, pembaca jauh lebih cerdas dari artikel saya ini, saya hanya mencoba merenungi puisi tidak sedang membuat pengajaran. Saya sedang berbisik, entah dengan tulisan ini bisa memberi pencerahan kepada pembaca atau anda semakin bingung dengan tulisan saya. Semakin panjang saya menulis anda akan semakin bosan, ah apa sih artikel ini hanya membual saja. Seperti sepenggal sajak Gus tf; Bersama suara:Kau menjadi sabun. Membalon membuat berbusa- busa.

Sudahlah selamat menikmati puisi, bagiku berpuisi itu menikmati kesunyian dan kesendirian. Saya mempunyai beberapa buku puisi semakin banyak yang tidak saya mengerti, tetapi tetap suka membacanya dan mendekapnya sampai tertidur lelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun