Mendung duka di matamu suatu ketika kulihat
dari cahaya yang terpancar di matamu
aku melihat dari sisi saat kau menghadap cahaya matahari pagi
redup mata terlihat dari kilatan matamu yang berkaca -- kaca
semacam duka mendalam
seperti menyembunyikan kekecewaan dan luka jiwa
Padahal matahari menyambutmu dengan terang yang tak tersaput mendung
sinar yang terpancar benar benar penuh tenaga
untuk membangkitkan semangat jiwa
namun aku melihat dari sisiku awan kelam telah menodai harimu
duka lara yang tak terobati
Kapankah duka itu ada dan kapan mulainya hanya kau yang tahu
aku tidak pernah bisa menebak tepat bahasa wajahmu
namun aku merasakan ada bilur kekecewaan yang kau tanggung entah oleh siapa
aku mencoba merasakan dan kau sedang tak ingin tersentuh
Aku tidak lagi melihat mendung ketika senja telah menyinarkan warna jingga
pada sisi lain di mana kau tersaput duka
kini aku melihatmu dalam binar -- binar bahagia
entah aku seperti melihat bahasa cinta gemerlapan di pupil mata
bergerak dinamis dalam lintasan ingatan entah dengan siapa
aku jelas hanya menduga tidak bisa menebak tepat
namun kulihat perrbedaan besar antara pagi dan sore
dua sisi dengan beban jiwa yang bisa kuanalogikan sebagai sisi hitam dan sisi putih.
Jurang menganga perasaan yang demikian cepat berubah
bagus, kurasa karena mendung pergi meninggalkanmu
tetapi aku hanya khawatir malam- malam ada tragedi lagi
hingga pagi meskipun matahari cerah tetapi wajah penuh awan kelabu,
aku ingin melihat dua sisi wajah itu sama tanpa duka dan luka
sebab jika sepanjang hari dua sisi selalu berseberangan makna
 ada bara yang cepat memusnahkan wajah manismu
tinggal kenangan dan kerinduan
Jakarta, Â 26 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H