Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sungguh Terlalu, Keadaan Genting Malah Bikin Intrik Politik

16 April 2020   21:05 Diperbarui: 16 April 2020   21:06 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar. Kompas.com

Bicara politik memang menggiurkan, apalagi ditambah dengan isu- isu yang membikin adrenalin semakin tertantang. Padahal saat ini perkara yang paling penting adalah bagaimana melepaskan diri dari ancaman covid -- 19 yang masih susah diprediksi kapan berakhirnya. Ada yang menebak akhir Mei selesai, tetapi ada yang memperkirakan bulan Desember baru semuanya tuntas, selesai. 

Eh siapa yang bisa menebak dengan tepat hitung- hitungan manusia tersebut. Banyak yang mengira penyebaran virus hanya kurang lebih tiga bulan tapi sampai saat ini ternyata belum juga ada titik terang kapan selesainya. Tetapi yang aneh politikus masih saja berisik bicara tentang susunan pengurus, bicara tentang masa depan politik dan kampanye presiden.

Jika kamu senang dunia politik dan saat ini berisik bicara tentang kampanye, mungkin saja kamu ditimpuk banyak orang. Masalahnya sekarang adalah bagaimana bisa bertahan di tengah ancaman PHK, kehilangan peluang bisnis, kehilangan pekerjaan isolasi besar- besaran, lockdown yang diterapkan beda- beda tiap wilayah tergantung seberapa berat kasus persebaran covid - 19.

Jika bicara stategi menghadapi ancaman wabah itu bukannya termasuk bicara tentang politik. Politik secara umum, bukan politik yang ada dalam pikiran wakil rakyat yang ada di senayan dan para petualang yang ingin memungut keuntungan dari paniknya pemerintah akan ancaman krisis ekonomi, krisis kepercayaan dan krisis sosial.

Sudah ada kelompok anarko sindikalis yang berusaha memperkeruh suasana dengan membuat sebaran kata- kata provokatif yang mendorong masyarakat terdampak marah, kalut dan akhirnya mengikuti gerakan -- gerakan yang berujung kerusuhan massal, penjarahan, pemberontakan. Semuanya karena krisis ekonomi, krisis sosial dari mereka yang kena korban PHK yang tidak bisa lagi mencari uang akibat peluang yang dipersempit.

Apakah pemerintah salah, apakah para pengusaha kejam telah memberhentikan karyawan dan pekerjanya. Mereka sendiri bingung, sebab perusahaannya terkena imbas dari PSBB, dari pembatasan pergerakan di luar rumah.

Semua orang khawatir, tidak terkecuali. Bahkan negara sebesar Amerikapun pontang panting akibat covid -- 19. Jadi jangan merasa diri paling menderita karena semua orang juga mengalami masalah yang sama. Semakin tidak patuh, semakin menyepelekan anjuran untuk tidak beraktifitas di luar rumah maka semakin lama virus akan bertahan menjadi ancaman manusia.

Semakin patuh para peraturan, semakin kompak dalam menanggulangi persebarannya, semakin cepat derita berakhir. Jika watak ngeyel masih dipertahankan, jika anjuran dan imbauan hanya dianggap angin lalu maka sangat susah mengatasi persoalan yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan cepat asal semua orang kompak dan satu dalam kata dan semangat untuk lepas dari bencana.

Masalahnya kadang masyarakat merasa lebih percaya diri bahwa hidup dan mati itu ditangan Tuhan, kalau sudah saatnya mati ya tidak bisa menghindar. Lalu mereka dengan pedenya keluar tanpa masker, mereka berkerumun dan tidak peduli pada bahaya jika terus melakukan kegiatan kumpul -  kumpul. 

Siapa menjamin bebas dari ancaman virus. Banyak yang tidak menyadari bahwa jika satu dua orang merasa aman dan tidak mengindahkan peraturan lalu dihitung dan dilipatgandakan dengan pemikiran yang sama di tiap -- tiap daerah. Semakin banyak masyarakat yang keras kepala tidak mengindahkan peraturan semakin banyak yang akan terpapar virus.

Banyak masyarakat malah bangga bisa melanggar peraturan, banyak masyarakat ketika disarankan untuk memakai masker malah marah- marah, merasa terlalu diatur, merasa tidak diberi kebebasan. Padahal peraturan itu sebetulnya untuk kepentingan masyarakat sendiri. Harus ada pengorbanan untuk bisa mengatasi persoalan rumit, dibutuhkan kesabaran untuk menahan diri dari hasrat untuk keluar rumah.

Lebih aneh lagi politikus yang malah merasa senang ketika negara pontang- panting menghadapi masalah. Mereka malah membuat peryataan -- pernyataan yang membuat panas. Politikus oposan merasa ia bukan bagian dari Indonesia yang tengah terancam, mereka adalah bagian dari orang yang akan bersorak jika negara bangkrut, negara, kelimpungan menghadapi penyakit global yang dihadapi semua negara.

Mas Bro politik lupakan dulu, ada yang lebih penting dibicarakan. Anda akan lebih terkenal jika kiprah sebagai politisi saat ini bukan dengan mengobral seloroh tidak lucu tentang gentingnya negara. Lebih elok jika terjun ke lapangan atau menggalang dana seperti Didi Kempot dan tokoh lain yang dengan sigap mengumpulkan dana untuk mereka yang benar -- benar membutuhkan.Aneh jika masih ada yang bicara kampret dan kecebong.

Di Eropa dan di banyak negara lain sangat jarang politisi oposan memanfaatkan situasi bencana untuk kepentingan politik. Yang ada bersama- sama bekerja agar ancaman global virus covid -- 19 segera terputus penyebarannya.

Jika mereka politikus oposan bangga apakah mereka tidak sadar juga bahwa ancaman itu bukan hanya kepada orang lain, atau yang pro pemerintah, pro peraturan. Ancaman itu juga mengena pada diri mereka sendiri.  Semakin menentang aturan maka ancaman semakin nyata. Semakin sering komitmen dilanggar, semakin banyak korban berjatuhan. Semakin ngeyel diberitahu akan semakin sering terkena masalah. Dan akhirnya persoalan tidak selesai -- selesai dan penyesalan datangnya belakangan, setelah semuanya sudah menjadi bubur.

Mungkin manusia memang menginginkan hukum alam. Bagi siapa yang melanggar dan semakin tidak patuh maka keadaannya diilustrasikan seperti peristiwa Sodom dan Gomora. Tuhan mengirimkan bencana dan wabah penyakit karena sebagian besar manusia tidak mengindahkan  peraturan dan melanggar ajaran kebenaran. Ketika manusia banyak melanggar dan memanfaatkan kepandaian, kecerdasan dan kekuasaan maka akan banyak hukum alam yang akan menimpa manusia. Jika manusia selalu keras kepala dan seakan- akan bisa melepaskan diri dari ancaman maka Tuhan tahu bagaimana menghentikan kesombongan manusia.

Saat ini tidak usah bicara tentang politik, jabatan dan kekuasaan, atau perebutan tahta. Yang terpenting bersama mengatasi masalah. Kalau semua manusia kompak, maka masalah berat akan berlalu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun