Tidak banyak politisi yang setia dari awal menjadi pembenci pada tokoh populis yang diragukan sebagai penguasa licik dan tidak patut menjadi pemimpin rakyat.Â
Di mata Amien dan Fadly Jokowi itu antitesis, tidak ada dalam kamus mereka bahwa Jokowi ideal sebagai pemimpin, apalagi sebagai Presiden. Amien merasa rakyat salah memilih Jokowi, termasuk Fadly Zon yang membayangkan sosok gagah, tegas seperti gambaran Prabowo Subianto idolanya.Â
Meskipun sama-sama wong Solo Amien dan Jokowi seperti Tom and Jerry. Apapun tidak ada yang benar di mata Amien. Bahkan sampai guling- guling untuk membuktikan bahwa Jokowi memimpin dengan hati, kerja keras siang malam, rela waktunya dihabiskan untuk melakukan kebijakan yang berpihak pada rakyat di mata Amien itu hanya sebuah pencitraan.
Amien seperti tidak rela. Ia yang seorang profesor Doktor ilmu politik, yang sejak mahasiswa sudah aktif dalam politik dan berjuang keras untuk menjadi pemimpin dan mendirikan partai garis nasibnya tidak sebagus Jokowi yang baru datang belakangan, tanpa bekal sama sekali dalam ilmu politik. Jokowi "hanya" berpengalaman sebagai wali kota yang gajinya tidak diambil karena dari usahanya sudah cukup bisa menghidupi setiap hari, "hanya" pengalaman menjadi Gubernur Jakarta dan dengan Takdir dan nasibnya memihak Jokowi menjadi Presiden.
Mungkin dalam pikiran Amien benar- benar tidak adil. Kenapa Tuhan memilih Jokowi, bukan politisi lain, bukan dirinya. Itu antitesis dari cerita-cerita kisah sukses dalam dongeng tentang kriteria pemimpin. Berjuang keras, menapak dari awal, membangun pondasi menjadi pemimpin, belajar setinggi-tingginya menguasai bidangnya dan akhirnya tercapai cita- citanya sebagai orang terpenting seluruh negeri. Tetapi Amien tidak sadar bahwa untuk menjadi Pemimpin atau raja itu juga perlu "pulung". Dan Amien tidak mempunyai "Pulung" atau wahyu untuk bisa menjadi Presiden.
Dan Amien sampai saat ini tetap setia menjadi oposisi Jokowi meskipun dalam perjalanan nasibnya ia selalu mendapat perlawanan sendiri dari kawannya. Koleganya yang hanya melihat keuntungan dan kenyamanan sehingga mendapat secuil kue kekuasaan.Â
Bahkan Amien mungkin akan melawan anaknya, melawan nasib agar ia selalu menjadi pembenci Jokowi sejati. Sebab sampai saat ini kebenciannya tidak pernah ditanggapi Jokowi. Jokowi merasakan kritikan Amien Rais sebagai pembelajaran politik. Jokowi sadar bahwa kritikan diperlukan untuk menjadi bahan introspeksinya.Â
Sama seperti Fadly Zon yang sejak lama mengidolai Prabowo Subianto. Ia membayangkan apa sih kekurangan Prabowo. Pria gagah, tegas, kaya raya, mempunyai karier cemerlang dalam militer sebelum akhirnya dipecat karena kasus ditahun 1998. Prabowo benar-benar ideal di mata Fadly.Â
Di mata Fadly Jokowi adalah pengkianat bagi kepercayaan Prabowo pada Jokowi. Jokowi yang dibantu Prabowo maju sebagai Gubernur Jakarta, merasa bahwa Jokowi sangat keliru menikung Prabowo. Maka kebencian menjadi-jadi membuat Fadly sangat setia untuk mengkritik apapun Kebijakan Jokowi. Ia melihat Jokowi selalu salah. Salah karena ia tidak tahu berterimakasih pada Prabowo. Pun ketika Prabowo dengan satria akhirnyanya mengakui kekalahannya saat berkompetisi dalam pemilihan Presiden untuk kedua kalinya dan akhirnya  Prabowo memilih menjadi bagian dari Kabinet Jokowi.
Fadly Zon tidak peduli meskipun idolanya sudah berpaling ia tetap setia menjadi pengkritik sejati Jokowi. Ia akan selalu mencari titik lemah Jokowi. Pun saat negara Indonesia tengah menghadapi wabah Corona. Ia selalu melihat titik lemah Jokowi dan menyerangnya dengan berbagai argumen di media masa dan hebatnya ia tidak pernah diseret masuk penjara karena kata- katanya.Â
Fadly yang berlatar belakang sebagai ahli sejarah. Sangat menguasai seluk beluk pengetahuan tentang Rusia, masuk gelanggang politik sejak Orde Baru. Ia adalah teman pengidola Prabowo Subianto, pun ketika Prabowo sempat terpuruk sehabis dipecat. Bersama Prabowo ia membangun partai Gerindra sampai besar.