Di Surabaya upaya memangkas penyebaran Covid -- 19 gencar dilakukan. Berbagai upaya dari penyemprotan pakai drone, mencegat ojek online dan melakukan penyemprotan dengan menggunakan desinfectan pembunuh virus dan turun langsung Trirismaharini untuk melakukan jaga jarak antar manusia. Di Tegal Wali kotanya melakukan isolasi kotanya dengan menutup akses ke Tegal dan melakukan pemeriksaan ketat pada pendatangnya.
Bagaimana dengan Jakarta. Para pekerjanya yang notabene para pendatang berbondong- bondong pulang kampung. Mereka bingung sebab susah mencari uang saat pemberlakuan social distancing dan para pekerja, karyawan, guru, anak sekolah untuk melakukan aktifitas di rumah saja.
Imbasnya bukannya membaik. Kerumunan di Jakarta tidak berkurang terutama di kantong- kantong perkampungan padat penduduk seperti di Pedongkelan Jakarta Barat. Mereka tetap bisa jalan -- jalan tanpa masker, nongkrong di teras, memenuhi jalan dengan bermain sepak bola di jalan dan area kosong dipenuhi anak yang main layang- layang. Ini sih tidak ada bedanya. Mereka yang berpakaian rapat dan selalu mengenakan masker sedikit bahkan kadang ancaman Corona seperti tidak manjur bagi mereka.
Kepiye sih Jakarta?Bagaimana sih Jakarta? Banyak orang ngeyel dan bandel tidak mau melaksanakan instruksi pemerintah. Ada sih upaya penyemprotan tetapi baru sekali sejak munculnya berita merebaknya Corona sepertinya cuek- cuek saja seperti tidak pernah terjadi peristiwa yang luar biasa. Memang boleh dikatakan hebat benar orang Jakarta.Â
Hanya sedikit yang mengindahkan pengumuman itu. Padahal di Masjid, Â sudah sering diinformasikan untuk tidak membuat kerumunan, tetapi memang watak kaum urban yang menghuni pemukiman amat bandel. Apa tidak takut wabah menyergap mereka.Dari informasi yang didapat dari portal berita Detik dan Kompas.com.Â
Jakarta hari ini ditemukan 627 kasus, tetangganya Jakarta yaitu Jawa Barat sudah ada 119 kasus dan Banten 103 kasus. DKI , Jawa Barat dan Banten saja kalau digabungkan sudah sekitar 849 positif Corona, tetapi yang penulis lihat di lapangan terutama di wilayah Jakarta Barat Khususnya di Pedongkelan masyarakatnya masih basa saja seperti tidak merasakan betapa penularan covid -- 19 sangat mengkhawatirkan.
Sebetulnya bukan menakut- nakuti tetapi memutus rantai penyebaran Corona khan lebih baik daripada mengobati. Mereka tidak sadar ancaman virus itu ada di sekitar mereka tetapi penduduk Jakarta terutama di perkampungan benar- benar kelewatan beraninya. Â Mereka yakin tidak akan terserang virus, dan tidak perlu panik seperti pemberitaan- pemberitaan di media massa dan media sosial.Â
Memang bagus sih jika tidak panik, tetapi berjaga- jaga itu lebih penting daripada tertular. Nah itu yang jarang ada dalam pikiran masyarakat. Ketika sebuah peristiwa luar biasa muncul baru mereka tunggang langgang mencari perlindungan, jika masih biasa saja "sok jagoannya" itu mengalahkan apapun yang seharusnya dipatuhi agar tidak muncul bahaya yang lebih besar.
Duh, Apakah saya dan keluarga saya sih yang begitu parno (paranoid) sehingga ke mana- mana memakai masker. Mereka yang masih biasa menganggap orang memakai masker itu orang aneh, padahal apa salahnya memakai masker. Ini khan upaya perlindungan diri dan pencegahan juga. Sayang benar- benar sayang Jakarta memang dipenuhi oleh orang- orang ngeyel. Sudah dibilang tidak keluar rumah malah berbondong- bondong pulang kampung. Mereka pikir di desa lebih aman, di daerah lebih nyaman. Padahal di daerah pengawasannya lebih ketat daripada ibu kota sendiri.
"Piye to mbak Yu, sampeyan malah pulang, siapa tahu juragan njenengan terkena virus, itu khan hanya memindahkan penyakit dari kota ke desa tho."
Mereka hanya bilang. Hehehe nyuwun sewu, di Jakarta susah mencari uang gara- gara kantor- kantor tutup, tidak banyak yang jajan sehingga percuma mendirikan lapak kalau tidak ada yang beli.