Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semakin Berat Beban Jokowi Akibat Penumpang Gelap "Si Raja Tega"

27 Maret 2020   22:26 Diperbarui: 27 Maret 2020   22:28 5866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ternate.tribunnews.com

Kalau boleh memilih Jokowi mungkin akan memilih menjadi pengusaha daripada memimpin negeri yang penuh masalah ini. Kalau boleh memilih Jokowi mungkin lebih senang momong cucu daripada menanggung beban persoalan negara yang bejibun. 

Tetapi ia sudah diberi amanat untuk menjadi presiden, diberi tanggungjawab untuk memikul persoalan negara dengan penuh dedikasi. Jokowi pasti tidak mau lepas tangan. 

Ia terus memberi contoh dengan kerja nyata, memberi contoh untuk selalu optimis, memberi contoh untuk sabar menerima cacian seberapa menyakitkannya. Bahkan ia tetap harus tersenyum menyaksikan orang sekitarnya yang sebenarnya hanya memanfaatkan situasi untuk meraih lompatan tinggi kekuasaannya. Mereka bekerja ada maunya, ada target politik, ada hitung- hitungan untung ruginya.

Partai partai pasti tidak mau gratisan. Harus ada imbal balik. Wajah mereka memang seakan terlihat sebagai pengabdi, pelayan masyarakat. Tetapi dari tes virus Corona tampak banyak muka- muka penuh kepura- puraan. 

Di depan "nggah -- nggih", dibelakang merencanakan mobilisasi kekuasaan, mencoba mengusik ketenangan dan melakukan safari politik untuk transisi kekuasaan selanjutnya.

Jokowi duduk di kursi yang penuh jebakan. Ia harus tenang meskipun kenyataan goyangan untuk kursinya semakin masif. Datang dari musuh, datang dari rekanan, datang dari pejabat bawahannya dan juga teman- teman dekatnya yang pura- pura baik. 

Dalam dunia politik tidak ada teman sejati, tidak ada sahabat yang datang kala duka dan nestapa. Sahabat, teman datang hanya saat butuh dirangkul, untuk diajak sebagai kolega, rekan bisnis atau menjadi bagian dari kekuasaan.

Rekan partai yang dulu sangat royal dan setia, yang ke mana- mana selalu dibelakangnya, mengkampanyekan tentang dia satu persatu menghilang. 

Mereka mulai sibuk membangun koalisi, bahkan bisa jadi menghalangi beberapa kebijakan yang akan merugikan partai politik. Bahkan mereka akan mati- matian menutup akses yang memungkinkan koruptor dihukum berat, para pecundang, dibuang jauh -- jauh dan mulai memakai topeng agar borok di mukanya tertutupi dan ia ikut lagi dalam kontestasi kekuasaan.

Banyak penumpang gelap yang membuat Jokowi terlihat bekerja sendiri. Ia pontang- panting sendiri bekerja sementara banyak  menterinya hanya mengandalkan kegesitan pemimpinnya. 

Hanya beberapa yang benar- benar bekerja tulus untuk negara. Mau berdarah- darah demi kemajuan bangsa. Lainnya adalah para peragu yang hanya cepat bergerak ketika dipecut dan dipaksa kerja. Mereka seperti tertatih- tatih atau bahkan terbirit- birit melihat cara kerja Pak Jokowi yang gila kerja.

Saya yang melihat sebagai masyarakat merasa kasihan pada Pak Presiden. Sebegitu semangatnya bekerja, sebegitu tulusnya mengabdi masih banyak nyinyiran datang. 

Kata- kata nyinyirannya menohok bahkan ada Si Raja Tega berani mengolok- olok dan nyinyir pada Presiden Jokowi saat dalam kedukaan, saat orang tua Presiden wafat.

Hatimu terbuat dari apa penumpang gelap,  " Si Raja Tega"(Kalau cewek ya si ratu tega hehehe). Bukannya ucapan simpati dan pernyataan turut berduka. 

Yang ada malah mengejek dan menduga macam- macam di balik wafatnya ibundanya. Untungnya Jokowi tidak pernah membalas, tidak ada niatan menculik dan menjebloskan para "tukang nyinyir itu masuk bui". 

Negeri ini memang tidak kurang dari penerus si raja tega. Apalagi menjadi para penumpang gelap masalah. Banyak yang mempunyai prinsip sedih bila orang lain senang, senang bila orang lain terlihat bahagia. Benci ketika orang lain sukses dan sangat senang ketika orang lain tertimpa masalah dan terpuruk.

Bagaimana negara bisa maju bila untuk sukses saja mesti harus berkelahi dengan saudara sendiri, harus mengorbankan kebahagiaan orang lain demi kesenangan diri sendiri. 

Okelah masih manusia, masih banyak kekurangan dalam diri manusia, maka ketika ada yang salah dan terlihat terjebak dalam kebencian,permusuhan maka ada yang bahagia karena merasa senasib sepenganggungan.

Jokowi mungkin hanya tersenyum bila dihina, ia tidak pernah membalas dan tidak ada niat menjerat penghina untuk masuk bui. 

Hanya kapan masyarakat bisa maju bila alat berteknologi tinggi bernama handphone dan sejumlah paket data dan beberapa platform media sosial digunakan untuk menebarkan ujaran kebencian, meneror dan membuat orang sengsara.

Di mana letak keluhuran budi manusia yang katanya sudah diajarkan akhlak sejak balita, diberi pelajaran agama sejak kecil, sudah hapal luar biasa ayat- ayat di Kitab Suci. Rasanya percuma jika ajaran agama hanya bisa dihapal, tetapi tidak pernah diterapkan. 

Jokowi sudah mengamalkannya, sudah melaksanakannya, sudah memberi contoh tanpa menggurui dan kata- kata yang "sok baik". Jokowi hanya jujur pada dirinya, tidak pernah memoles diri menjadi orang lain. 

Ia tetap merakyat meskipun protokol istana menganjurkan untuk jaga jarak, karena ia nomor satu di republik ini maka prosedur pengamanannya pasti super ketat. Luar biasa rumitnya prosedur pengamanan pemimpin negeri.

Barangkali jika bukan presiden ia bisa suka- suka blusukan, tanpa sungkan masuk kubangan lumpur,menanam padi dan ewuh prekewuh. 

Tapi ia presiden, kalau ada apa- apa dengan presiden akan menjadi tragedi nasional. Maka bukan karena kemauan Jokowi untuk mendapat penjagaan ekstra ketat. Tapi ini adalah sebuah prosedur yang mesti dilakukan negara kepada pemimpin tertingginya.

Meski ada yang nyinyir; ia terlalu kerempeng sebagai seorang  Presiden, yang seharusnya mempunyai potongan pejabat yang sempurna dalam penampilan dan patut dilihat sebagai publik figur. 

Jika demikian mungkin hanya sosok tentara yang cocok memimpin negara, karena dari awal perwira militer sudah diplot sebagai pemimpin, yang boleh dikatakan berwibawa dalam penampilan dan tertib dalam melaksanakan protokol kenegaraan.

Para penumpang gelap begitu menikmati kekacauan dan semakin puas ketika kekacauan itu sukses membuat manusia panik. Benar- benar si Raja Tega para pemuja kekuasaan itu. 

Ia hanya melirik secara phisik orang- orang yang benar- benar mampu memimpin negara. Si Raja tega akan semakin menggila karena dengan banyaknya masalah negara ia semakin senang membuat air menjadi lebih keruh. Jagad Dewa Bathara kata dalang dalam sebuah adegan dalam pertunjukan wayang kulit.

Dan ketika ada foto gurat kesedihan Jokowi ketika ditinggal ibunya menghadap yang Kuasa masih ada si Raja Tega yang nyinyir dan mengejek Jokowi. Oawalah Gusti, Gusti. Terbuat dari apa sih manusia druhun ini. 

Bahkan Kumbakarna sang raksasa yang melakukan isolasi diri karena malu pada kelakuan kakaknya tidak tega menghina dina saat orang sedang kesusahan. Ini Masyarakat Indonesia yang katanya beradab, ramah dan baik di mata asing ternyata tega menghina saat pemimpinnya sedang dirundung duka.

Semprul katakanlah! Hawrakadah! Ternyata masih banyak penumpang gelap yang senang memperkeruh suasana. 

Seharusnya semua bersatu untuk melawan virus, melawan pagebluk, ini malah mencari kambing hitam, memanfaatkan suasana titrim untuk kesenangan diri sendiri. Bahkan ada yang sempat- sempatnya menipu, menilap uang bantuan untuk kepentingan diri sendiri.

Penulis merasakan juga ketika memesan masker secara online. Sudah mengirimkan sejumlah uang dan ternyata ada modus penipuan berkedok jualan masker yang ternyata hanya digunakan untuk menyedot uang konsumennya. 

Aduh Si Raja Tega nih. Untung kami cuma mendoakan agar diberi rejeki melimpah dan berharap tobat tidak melakukannya lagi pada konsumen yang lain, tidak menyumpahi terjangkit Corona.

Pak Jokowi, Saya merasakan kepedihanmu, tetapi saya percaya anda kuat dan terus berjuang untuk kami rakyat demi mengurangi dampak Corona. 

Tetapi sedihnya bahwa banyak masyarakat malah memanfaatkan situasi dan banyak yang tidak mengindahkan anjuran dan pemerintah. Apa perlu harus bertindak keras dengan mengeluarkan macan  dari kebun binatang untuk mencegah masyarakat berkeliaran saat ada anjuran isolasi demi memutus rantai penyebaran virus. 

Susah benar masyakarat melaksanakan instruksi. Padahal jika disiplin maka badai akan cepat berlalu. Jika ngeyel terus kapan bencana akan segera berlalu?

Untuk kali ini please laksanakan instruksi ya. Bekerja di rumah, jaga jarak, dan jaga tubuh. Semakin disiplin akan semakin meminimalisir korban. Salam bekerja dari rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun