Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia, Agama, Kebencian, dan Virus

27 Maret 2020   12:44 Diperbarui: 27 Maret 2020   13:09 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:radioidola.com

Ada banyak rupa manusia. Ada banyak tingkah polah. Ada yang jahat namun baik, ada yang baik tetapi jahat, Ada yang pura- pura baik tetapi sebetulnya jahat, ada yang hidup dalam kubangan kriminalitas tetapi sebenarnya ia baik. 

Ada yang bekerja dan mengabdi untuk melakukan syiar kebaikan tetapi dilakukan dengan merugikan orang lain membuat orang merasa harus benci padanya.

Ada manusia yang tidak merasa jahat padahal apa yang dilakukannya adalah kejahatan luar biasa. Tidak membunuh, hanya memfitnah namun ia tidak merasa melakukan fitnah itu karena dibungkus oleh kesombongannya bahwa hanya ia dan keyakinannya yang terbaik dan terbenar.

Maka iapun berhak melakukan penghinaan bagi yang tidak sealiran dengannya, berhak melarang dan menginformasikan kepada orang- orang bahwa yang tidak sesuai keyakinannya itu kafir dan pendosa jadi pasti masuk neraka menurutnya.

Manusia memang rupa- rupa. Dunia ini hanyalah panggung sandiwara. Penuh kepura- puraan. Barangkali juga saya yang sedang menulis yang pura- pura mewartakan kebaikan padahal masih banyak keburukan yang saya simpan dan belum terungkap.Ini sebuah tulisan introspeksi. 

Kalau banyak yang membaca dan kebetulan suka dengan tulisan saya karena memberi pencerahan tentang kebaikan. 

Jangan terlalu yakinlah bahwa ini semacam tingkah laku penulis sehari- hari. Karena justru ini refleksi saya sebagai manusia yang barangkali sama dengan yang lain yang masih menyimpan sisi buruk dari keseharian.

Yang beragama barangkali manusia yang ingin selalu dekat dengan Tuhan, Saya, anda yang beragama bisa mengerem segala tingkah laku buruk karena ajaran- ajaran agama merefleksikan kebaikan, menjadi ajaran yang menginspirasi, menjadi pedoman hidup dan pengingat bahwa setiap ajaran yang berasal dari Tuhan pasti tidak akan pernah mengajarkan membunuh, memfitnah, melakukan tindakan pencurian, korupsi dan penipuan.

Tetapi doa- doa manusia itu terkadang harus tenggelam ketika manusia butuh makan, butuh sandang, butuh keperluan untuk menikmati hiburan dan kemewahan. Semakin kaya, semakin makmur dan semakin sejahtera tantangan semakin besar. Masalah selalu ada termasuk cobaan -  cobaan hidup yang tidak berhenti.

Manusia selalu menangis ketika diingatkan bahwa kadang mereka khilaf dan tidak sengaja melakukan hal- hal yang dilarang agama, tetapi tetap nekat karena berharap selalu ada pengampunan dan pertobatan. 

Lihat saja setelah divonis dan masuk penjara manusia sering berganti rupa. Ia begitu khusuk berdoa, sibuk melihat diri sendiri, sibuk membalut dirinya menjadi lebih religius. Padahal kejahatannya terbilang luar biasa. Dan ia lupa dulu saat melakukannya karena nikmat.

Manusia punya agama tetapi kadang lupa bahwa dengan agamanya ia malah semakin sombong, merasa diri dan komunitasnya paling suci sehingga menjadi sombong.

Ia Harus membelalakkan mata, dan mengirimkan sorotan kebencian kepada manusia lain yang melakukan kesalahan apalagi menghina agama dan keyakinannya.

Ia akan tanpa rasa menyatakan perang dan melakukan fitnah keji kepada orang yang menurutnya telah salah karena menghina komunitasnya, keyakinannya. 

Ia tidak akan mengampuni kalau perlu membunuh atau mengebomnya, padahal ajaran Tuhan mengajarkan untuk mengampuni dan tetap mengasihi musuh.

Manusia seperti wakil Tuhan yang berhak menghakimi, ketika manusia lain salah. Ia bisa menebarkan kebencian karena pasti Tuhan maklum dengan tindakannya. Manusia lalu berhitung tidak apa- apa membunuh satu orang demi banyak orang.  

Manusiapun menjadi gemar berperang dan menumpas manusia lain yang beda keyakinan atas nama kebenaran.

Dan ketika manusia telah mabuk agama, merasa sombong oleh perkembangan keyakinannya yang menggurita dan ia yakin bahwa doa- doa dirinya lebih mujarab dari keyakinan lain pun apalagi dengan mereka yang tidak beragama. 

Padahal Tuhan boleh jadi berwujud apa saja. Untuk menebarkan cinta kasih Ia tidak harus berbentuk agama atau bentuk lain yang berasal dari manusia. 

Keuniversalan Sang Pencipta bukan hanya karena komunitas, keyakinan, agama. Bisa jadi Tuhan akan selalu hadir saat manusia menghadirkan cinta tanpa sekat, kepada siapa saja tanpa pandang bulu. 

Tuhan ada ketika ada kebaikan baik dalam tingkah laku maupun rasa tulus dalam menolong sesama. Ketika ia sudah membagikan kasih sayang, membagikan tenaganya untuk membantu orang lain berarti Tuhan hadir di situ. Tetapi banyak manusia hanya mengajarkan tentang cinta dalam perspektif sempit. Padahal dunia ini maha luas. Dzat itu bisa masuk ke mana - mana. Mau dilorong  gelap ataupun yang penuh cahaya.

Kadang mengapa manusia  harus membenci manusia lain yang dengan tulus menolong. Kadang manusia, termasuk saya sangat munafik, beda dengan perumpamaan orang- orang Samaria yang menolong tanpa memandang beragama apa, dari suku mana status sosialnya apa. 

Ketika seseorang terluka, penuh darah dan tergeletak tidak berdaya. 

Banyak manusia yang berpikir lama. Sebelum menolong dugaan- dugaan dari pikiran datang, jangan- jangan ia hanya bersandiwara, jangan jangan ia orang suku lain musuhnya, jangan -- jangan ia sakit karena ada virus menular, sehingga daripada terjadi apa- apa mending berlalu supaya tidak tersangkut perkara ketika sudah menolongnya.

Dan ketika muncul virus mengerikan datang dari sebuah negeri tidak beragama. Maka sekumpulan manusia merasa harus mengutuk dan menganggap itulah azab yang harus diterima ketika tidak percaya Tuhan. 

Padahal apakah Tuhan menuntut untuk dihormati dan didengarkan. Tuhan lebih senang mendengar manusia yang selalu melakukan tindakan cinta kasih yang nyata, yang menolong tanpa melihat status sosial, yang membantu orang lain tanpa mengharap imbalan.

Tetapi manusia memang tidak pernah bisa sempurna. Ia akan sulit memahami tentang makna cinta yang maha luas. Banyak manusia yang hanya yakin kebaikan itu berasal dari komunitasnya, yang sealiran dengannya. 

Maka ketika banyak perang muncul karena keyakinan, karena perbedaan agama dan karena sudut pandang berbeda maka kedamaianpun akan susah terjangkau. Manusia lemah yang masih selalu menganggap bahwa orang lain lebih lemah darinya, maka ia masih bisa berpikir untuk menindas manusia lain.

Virus, pandemic, penyakit, pagebluk datang untuk mengingatkan bahwa manusia harus sadar bahwa ternyata siapapun apapun agamanya, sekhusuk apapun dalam berdoa ia tetaplah manusia yang masih rentan oleh virus. 

Apalagi banyak manusia masih merasa sombong bahwa penyakit tidak akan datang karena ia yakin Tuhan akan menolong. Ia lupa bahwa siapapun bisa lenyap dalam sekejab, tidak berdaya. 

Karena puncak kekuasaan, kekuatan dan bumi dan segala isinya adalah milik Pencipta alam semesta, Tuhan yang Maha Dekat, yang ada dalam pikiran, dalam tindakan kebaikan pun yang kadang dilupakan saat manusia tengah berbahagia dan menikmati dunia dengan seluruh keindahan dan kemewahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun