Dalam hal menulis judul di atas bisa jadi pembenaran. Tetapi bukan untuk menggelorakan pesimisme diri, bukan karena melihat para penulis muda bejibun datang dan pergi dalam aktifitas menulis.Â
Di antara deretan penulis muda itu ada banyak yang sangat berbakat menulis sehingga tulisannya menonjol. Dari segi kualitas jempolan, dari riset juga kuat dan dari tata bahasa pun oke.Â
Apa yang disangsikan apalagi para penulis muda itu dengan mudah memahami aplikasi baru dalam dunia digital, mampu memanfaatkan teknologi untuk membantunya dalam menaikkan level tulisannya.
Nah bagaimana dengan penulis senior yang masih tersisa aktif menulis di media yang tampaknya menjadi pesta poranya talenta muda. Apakah harus turun gelanggang dan diam-diam memberi kesempatan yang muda berkarya dan menjadi pemimpin bahkan penggagas platform blog dan sosial media.Â
Seperti halnya koran yang ditahbiskan sebagai produk masa lalu yang sekarang ini mengalami senjakala dan banyak media berbasis koran paper yang gulung tikar. Para sepuh yang secara pengalaman bolehlah disebut senior itu mesti sadar bahwa masa keemasannya mulai habis.
Kalaupun masih menulis lebih sebagai kegiatan pengisi waktu dan upaya agar tidak cepat pikun. Tetapi bukan menakut- nakuti atau mengecilkan para penulis yang sudah beranjak tua.Â
Kesempatan menulis masih tetap ada, dan yang dibutuhkan para penulis muda dalam hal penulisan adalah pengalaman hidup. Menulis memberikan inspirasi bagi orang lain untuk tegar berdiri walau badai datang membandang. Yang "sepuh" yang usianya lebih matang tentu lebih banyak merasakan asam garam kehidupan.Â
Tulisan-tulisan yang muncul bukan lagi muncul dari kesigapannya mencari berita dengan berpetualang, bekerja suntuk mencari berita lewat jalur investigasi dan datang langsung ke lokasi.Â
Tulisan tulisannya lebih pada pengendapan pikiran, share pengalaman hidup dan bercerita sederhana tentang seputar dirinya dan membuka tabir-tabir sulitnya kehidupan dengan membagikan pengalaman selama mengarungi kehidupan.
Rasanya manusia sebetulnya tidak ingin menua dan tetap ingin beraktifitas. Tetapi hukum alam tetap tidak bisa dihindari. Baiklah dalam hal menulis para "senior" tetap bisa dengan rendah hati belajar pada yang lebih yunior usianya, tetapi dalam meracik tulisan yang tidak perlu sungkan bertanya pada yang lebih muda, apalagi kadang ada kritikan kecil pada susunan bahasa dan typo yang sering mengganjal saat tulisan telah terpublish.
Yang terjadi sekarang ini adalah sebuah anomali, sebuah kenyataan yang tidak terhindarkan. Banyak editor yang usianya masih muda.Â
Di berbagai platform blog semacam Kompasiana, IDN Time, Kumparan, Detik, Mojok anak muda begitu dominan.Â
Jika gengsi karena senioritas dan tidak mau berguru pada yang muda maka ada kemungkinan penulis tua akan tersingkir secara alami sebagaimana hukum alam di mana yang kuatlah yang akan menguasai.
Perkecualian pada penulis yang dalam pikirannya hanya ingin memberi sharing kehidupan. Ia akan selalu bisa bertahan meskipun badai datang dan pergi. Mereka tidak pernah takut tersingkirkan karena tujuan menulis bukan karena mencari receh dan popularitas.Â
Mereka bertahan karena menulis adalah salah satu alasan ia tetap bisa berpikir jernih dalam memandang kehidupan. Semakin senior ia hanya madeg Pandito sambil memberikan pelajaran berharga dalam hal kebijakan, memberikan tips-tips bagaimana tetap bisa menginspirasi walaupun fisik semakin melemah tergerus usia.
Di zaman dahulu pendekar sakti mandra guna saat mudanya mampu menunjukkan diri betapa kuatnya dia melawan kekuatan besar dihadapannya. Ia bisa mengatasi kesulitan dengan kesaktian hasil gemblengan keras gurunya. Pendekar tua memberi petuah tentang hidup,"kawruh hidup".Â
Ketika pendekar tua itu banyak diam dan menepi dari keramaian ia akan mengendapkan seluruh kekuatannya bukan dengan kekuatan fisik lagi. Pendekar itu lebih berperan di belakang memberi dorongan semangat bagi pendekar muda untuk tidak pantang menyerah, kalah sebelum bertarung.Â
Ada banyak pengalaman yang bisa dibagikan terutama tentang penguasaan emosi, penguasaan jiwa, efektifitas bergerak hingga ia tidak perlu repot bergerak dan mengeluarkan banyak tenaga namun sia- sia.
Dalam ilmu bela diri sisi emosi para pendekar tua akan lebih terkendali dari pada yang muda yang darahnya masih menggelegak gampang panas dan mudah meledak.Â
Nah dalam menulis peran yang senior dalam hal usia bisa mengambil peran seperti pendekar tua yang kenyang merasakan pasang surut kehidupan.
Jadi hal yang menguntungkan menjadi penulis yang lebih senior dalam usia adalah sharing pengalaman hidup. Membagi kalimat motivasi dan terus bertahan menulis dan selalu konsisten menulis sebagai bagian dari proses pendewasaan. Karena bagaimanapun tidak ada kata terlambat untuk selalu belajar, belajar dan belajar.Â
Daoed Djoesoef, mantan menteri P dan K era Orde Baru masih aktif menulis sampai usia 90 tahun lebih. Dan sampai akhir hayatnya ia tetap produktif menulis.Â
Jadi jangan karena usia menjadi kalah produktif dengan yang muda. Menjadi tua itu keniscayaan, turun semangat itu tragedi kehidupan.Salam damai selalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI