Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Puncak Kebahagiaan Penulis Ketika Tulisan Tampil di Media Massa

9 Februari 2020   07:41 Diperbarui: 9 Februari 2020   07:43 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ketika tulisan masuk koran pertama kali kebahagiaan terasa wow (dopri)

Apakah tulisan anda pernah di muat di media massa, setelah sekian lama mencoba menulis dan gagal hingga akhirnya dapat tampil di media massa seperti koran dan majalah? Apa perasaan anda ketika tulisan dimuat? Apakah kecewa dengan honor yang tidak seberapa? Apa yang anda lakukan saat tulisan anda lakukan ketika mengetahui tulisan anda di muat di koran atau majalah?

Ya saya pernah mengalaminya sekitar tahun 2000. Beberapa kali saya mengirimkan tulisan berbentuk surat pembaca ke koran, menanggapi beberapa permasalah kekinian (waktu itu) Itu cara saya untuk memulai petualangan agar tulisan bisa dimuat di koran. Surat pembaca hanyalah tulisan pendapat warga atau pembaca. Dengan mengirimkan tulisan tentang keluhan, complain tentang pelayanan pemerintah atau sekedar keluh kesah tentang lingkungan dan ketidakadilan yang muncul di sekitar.

Saya sering menulis tentang jalan rusak di daerah saya atau menanggapi tentang suasana politik waktu itu yang seru. Sekitar 1998 adalah periode seru politik yang akhirnya mengubah konstalasi nasional tentang masa depan negeri ini. Orde baru tumbang dan Orde reformasipun lahir. Dari tekanan dan represi orde baru yang cenderung otoriter ke sebuah negara yang mengunggulkan demokrasi sehingga wargapun dengan berani mengkritik pemerintah tanpa was- was akan hilang atau akhirnya tinggal nama saja.

Kasus Udin wartawan Bernas waktu itu seru menjadi pembicaraan, kebebasan pers belum dijamin tetapi kasus itu menjadi bom waktu untuk menumbangkan rezim yang cenderung represif pada demokrasi dan kebebasan pers. Para penguasa daerah dengan kekuasaannya bisa memberikan vonis berat atas pemberitaan yang menyudutkan dirinya dan keluarganya hingga akhirnya seorang Udin pun meninggal dunia dengan misteri yang sampai sekarang tidak terpecahkan.

Saya suka menulis di surat pembaca sebagai bentuk partisipasi saya untuk peduli pada isu- isu politik dan lingkungan. Kepuasannya bukan karena mendapat honor. Di surat pembaca menulis tidak mendapat honor namun jika dimuat itu adalah sebagai cara berkenalan dengan media. Hingga akhirnya saya girang ketika tulisan opini saya di muat di media (waktu itu Bernas). Berhari- hari lembaran koran itu saya pandangi, baca kembali dan saya masukkan ke map untuk dikoleksi.

Bahkan akhirnya saya membeli dua koran agar bisa melihat koran yang di dalamnya ada tulisan saya. Kebanggaan itu susah digambarkan dengan kata- kata. Sebuah kepuasan awal di mana saya merasa bisa menulis dan layak dimuat, disandingkan dengan tulisan lain dari dosen atau akademisi yang langganan di muat di koran. Senyum mengembang dan merasa bahwa saya cocok terjun dalam menjadi seorang penulis.

surat pembaca menjadi awal saya suka menulis(dokpri)
surat pembaca menjadi awal saya suka menulis(dokpri)
Pengalaman menulis di media massa itulah yang membuat saya rindu selalu untuk menulis, menulis dan menulis. Meskipun akhirnya profesi utama saya bukan wartawan atau orang yang berkecimpung dalam dunia tulis menulis namun sebuah pengalaman menulis di media massa itu membuat sebuah keyakinan bahwa jika berusaha, tidak kenal putus asa dan selalu belajar mengembangkan minat maka semuanya bisa direngkuh.

Kini menulis apapun mendapat kemudahan dengan munculnya blog, media online. Novel, puisi, cerpen, essay bisa ditulis dengan gaya dan karakter bebas. Koran dan media mainstream yang berjaya dulu perlahan redup berganti dengan media online. Orang- orang berpikir praktis, memanfaatkan smartphone sebagai pegangan wajib mereka.

Koran dan majalah terlalu repot untuk dibawa dalam perjalanan dengan kesibukan yang luar biasa dengan situasi kemacetan yang semakin meningkat. Orang- orang akhirnya harus memiliki benda yang multifungsi, bisa beraktivitas dan melakukan bisnis atau mencari uang meskipun terjebak kemacetan dan banjir di mana -- mana.

Dengan menggerakkan jari bisa memesan makanan, belanja barang, menggerakkan bisnis dan membayar pajak. Di sela- sela itu untuk membunuh suntuk maka bisa membaca novel elektronik dari e book atau buku digital. Maka para penulispun mengincar segmen pembaca milenial yang gadget freak. Maka media menulispun berubah. Para penulis berbondong- bondong menulis di media blog, menulis di berita online. Dari menulis di media online ketika sudah terkumpul tulisannya bisa diwujudnyatakan dengan menulis buku Phisik. Penerbit buku masih yakin sampai kapanpun buku phisik masih diterima.

Kembali tentang kebahagiaan menulis di media massa. Menurut saya totalitas diperlukan untuk memilih profesi menulis, Jika menulis hanyalah sambilan atau hobi,  bisa saja akhirnya dari hobi bisa menghasilkan tambahan masukan selain gaji sebagai karyawan, atau guru.

Banyak yang akhirnya bisa mengkombinasikan pekerjaan dan hobi. Simbiosis mutualisma. Pekerjaan sukses dilakoni dan menulis terus berjalan bahkan menjanjikan karena akhirnya mampu membuat peluang pekerjaan menjadi motivator, guru menulis online, pembicara dalam seminar kelas menulis tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya.

Kebahagiaan lebih lengkap sebab titik kepuasan bukan hanya saat menjadi, atau pegawai saja. Lebih membanggakan karena merasa tersanjung ketika rekan kerja mengagumi kemampuan kita saat bisa menulis dan produktif menghasilkan tulisan. Bukan perkara mudah membagi waktu antara menulis dan bekerja. Butuh cara sendiri agar hobi dan pekerjaan bisa berjalan beriringan.

Pengalaman ketika pertama kali tulisan bisa dimuat di media massa menjadi pengobar semangat. Bahwa perjuangan mewujudkan impian itu masuk dalam jajaran penulis itu tidak mudah. Maka sayang jika kemampuan menulis tidak dimaksimalkan, toh sudah ada jalan lempang untuk menekuni dunia tulis menulis. Banyak peluang bisa dilakukan ketika menekuni hobi menulis. Banyak pekerjaan yang membutuhkan jasa dari kemampuan menulis.

Maka anda yang sekarang rajin menulis teruslah menekuni hobi anda. Menulis itu bisa meningkatkan kebahagiaan, bisa menciptakan banyak peluang dari kemampuan menulis. Siapa tahu anda bisa bersanding dengan para penulis yang lebih dahulu terkenal seperti Andrea Hirata, Fiersa Besari, Agnes Jessica, Ayu Utami, Dewi Lestari, A. Fuadi. Habbiburahman El Zirasi, Atau jika anda guru bisa mengikuti jejak St Kartono, J Sumardianta yang masih tetap menjadi guru dosen penulis sekaligus motivator untuk kelas menulis.

Masih banyak penulis lain yang sukses mengawinkan hobi dan pekerjaan sama- sama ditekuni bisa berjalan beriringan.Tetapi jika anda yakin bahwa menulis sebagai profesi utama maka totalitas adalah kuncinya. Salam damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun