Ini menjadi semacam introspeksi pada siapa saja, termasuk saya sebagai keluarga yang mempunyai kebutuhan rutin keluarga dan anak- anak serta saudara  yang butuh bantuan serta berbagai kebutuhan dasar seperti sekolah, makan, membayar listrik, membayar PAM, membayar kebutuhan untuk interaksi sosial dan berbagai pajak lain yang harus dibayar tepat waktu, termasuk cicilan rumah.
Orang yang kelihatan kayapun kadang mempunyai problem hidup kompleks, termasuk (mungkin) keberanian untuk meminjam uang di bank dalam jumlah besar, membayar gaya hidupnya yang terlanjur hedonis, membayar segala pajak untuk kendaraan mewahnya, membayar pembantu dan tabungan untuk travelling ke luar negeri.
Semakin kaya, semakin mampu rasanya tuntutan kebutuhan dan gaya hidup semakin meningkat, maka problem orang miskin dan orang kayapun sebenarnya sama. Yang kaya sebenarnya karena mereka lebih berani berspekulasi untuk meminjam uang atau kredit dalam jumlah besar. Asal tidak besar pasak daripada tiang maka setiap orang harus bijak dalam mengelola keuangan.
Konsumsi gas melon saat ini adalah sebuah kepraktisan, kecil, mudah ditenteng dengan harga yang masih cukup terjangkau. Disamping itu gas melon sangat mudah ditemukan di sekitar rumah. Di warung 24 jam, di warung pengecer, di pasar swalayan. Maka banyak orang berpikir bahwa bukan karena ada subsidinya membeli gas 3 kilogram tapi karena ukurannya kecil, menjadi lebih praktis ditenteng. Coba kalau beli yang 12 kilogram, selain berat, tidak akan mudah ditenteng dari warung. Butuh bantuan untuk membawa gas itu dari pengecer ke rumah.
Kalau terlalu berat masih ada tabung gas dengan ukuran lebih kecil yang bisa dibeli di beberapa Pom Bensin atau toko swalayan semisal Indomart dan Alfa Mart. Saatnya berubah dan belajar untuk tidak tergantung pada subsidi. Bisa?! Salam damai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H