Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Jawa antara Mistik, Klenik, dan "Pitutur Kehidupan"

6 Desember 2019   19:15 Diperbarui: 6 Desember 2019   19:30 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
petuah dan pitutur jawa ( brillio.net)

Bagi sebagian orang Jawa yang masih mengenal kebudayaan lebih dalam, kehidupan mistis, hubungan makrokosmos dan mikrokosmos, dialog manusia dengan alam sekitar, pengenalan bahwa manusia selalu berhubungan dengan alam sekitar, manusia selalu berhubungan dengan sangkan paraning dumadi.

Banyak yang menganggap manusia Jawa itu penuh hubungan mistis. Sebuah dunia misteri yang susah terselami oleh manusia biasa yang tidak mempunyai kemampuan "ngerti sak durunge winarah"  tahu sebelum peristiwa akan tersurat atau terjadi.

Ojo gumunan, tetep eling lan waspada, wong golek  pepadhang iku biasanya akeh sing ngalangi(jangan mudah tergoda barang baru, tetap ingat dan waspada, orang mencari terang itu biasanya banyak yang menghalangi).

Banyak sekali petuah Jawa yang menggambarkan betapa manusia banyak belajar dari berbagai masalah yang muncul dari diri manusia sendiri dan hubungannya dengan alam yang bagi budaya lain menganggap orang Jawa penuh mistis.

Manusia dan Alam dalam Kebudayaan Jawa
Hubungan manusia dengan batu, pepohonan, alam serta makhluk halus semacam jin, peri, dan makhluk -- makhluk astral yang menghuni alam lain sangat kuat. Kemampuan melihat dunia lain,, bisa saja karena bakat alam, diberi kemampuan lebih yang menciptakan jagad dan seisinya, tetapi juga melalui lelaku.

Proses lelaku itu bisa dengan melakukan puasa tidak makan makanankecuali  nasi dan air putih (mutih), ngrowot (tidak makan nasi hanya makan semacam umbi umbian,kentang, jagung), patigeni (tidak melakukan makan dan minum ditempat gelap tanpa ada api dan maupun cahaya. Melakukannya selama 1 x 24 jam).

Topo kungkum (berendam) di pertempuran dua sungai atau tiga sungai sekaligus (tempuran), makna topo kungkum adalah pembersihan jiwa, menyerap energi alam membersihkan kotoran kotoran jiwa, merangsang munculnya perbaikan sel- sel dari tubuh dari rangsangan arus air.

Tujuan puasa sebenarnya menahan diri, menghilangkan godaan untuk bersenang- senang, sengaja laku prihatin, meresapi kesederhanaan hidup, merasakan kesusahan dan penderitaan sebelum meraih kebahagiaan sejati.

"Laku" puasa itu bisa memberi efek pada diri sendiri bila seorang pemimpin misalnya raja itu bertambah bijaksana, berwibawa dan sakti madraguna( pada zaman dahulu seorang yang sering melakukan ritual puasa seperti saya sebut diatas bisa dikatakan"titis panggraitane"atau istilah bahasa Indonesianya tajam intuisinya.

Yang sering digambarkan ; raja yang suka bertapa, melakukan laku prihatin yang terkenal adalah Sultan Hadiwijaya, (Sultan Pajang waktu muda terkenal dengan nama Jaka Tingkir), Penembahan Senapati (raja Mataram pertama yang melakuakn babad alas Mentaok, raja yang mudanya dipanggul dengan Danang Sutawijaya) selanjutnya adalah Sultan Agung.

Di Tlatah Sunda raja yang terkenal sakti mandraguna adalah Prabu Siliwangi.

Kuburan- kuburan  tanah Jawa suasana mistis terasa dengan rumah- rumahan (cungkup) yang didalamnya dikubur cikal bakal suatu desa. Di tempat saya misalnya ada cungkup yang dipercayai bisa mendatangkan rejeki dan kemakmuran dengan lelaku(nenepi) atau doa semalam suntuk di makam Kyai Ragawana.

Dari Ragawana itu muncullah desa Krogowanan. Tempat asal usul dari Kyai Ragawana.

Kuburan Jawa dan cungkup di dalam kuburan Krogowanan (dokpri)
Kuburan Jawa dan cungkup di dalam kuburan Krogowanan (dokpri)
Banyaknya tempat mistis itu karena banyak orang Jawa masih percaya mitos, kepercayaan animisme dan dinamisme bahwa batu, pohon, sungai, mata air, ikat peliharaan mempunyai dan patut dilindungi kelestariannna dan "pamali" untuk dirusak.

Kalau menarik garis hubungan manusia, dunia mistis dan alam sekitarnya bukan berarti orang Jawa tidak mau maju dan cenderung primitif. Ternyata filosofi Jawa yang menghubungkan antara jagad alit dan jagat besar, manusia dan alam semesta semata- mata melindungi alam dari "pembalakan liar". Nafsu besar manusia merusak alam demi merengkuh kekayaan dan kemakmuran sesaat.

Tanpa Kebudayaan Kehidupan Manusia akan hancur
Bisa dibuktikan ketika manusia mulai lupa warisan kebudayaannya  maka hancurlah bumi dengan nafsu serakahnya menguasai bumi dan seisinya untuk di"rampok" habis dengan kesejahteraan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan hidup anak cucu dan keketurunannnya di masa yang akan datang.

Pitutur dan  lokal genius budaya Timur
Arah kebijaksanaan orang Jawa jaman dulu sebetulnya mengingatkan manusia untuk tidak melakukan"aji mumpung". Mumpung masih sehat maka boleh pesta besar- besaran, foya, foya, membabat hutan seenaknya, menghabisi sumber daya alam dengan menggunakan teknologi canggih yang dengan sangat cepat merusak ekosistem alam.

Pitutur/ nasihat kehidupan orang- orang"sakti". Zaman dahulu sebetulnya amat baik diterapkan mengingat pada saat ini banyak orang merasa beragama, selalu mendengarkan ceramah ahli agama, selalu rutin  bersembahyang tetapi di sisi lain manusia- manusia meskipun beragama tetap serakah mengeksploitasi alam.

Kebudayaan slametan di zaman sekarang banyak yang menganggap"pemborosan" dan menyembah berhala. Padahal kalau bisa diambil hikmah slametan itu membangun harmoni manusia dengan alam semesta.

Manusia diingatkan untuk bersyukur atas panen raya, lahirnya penerus kehidupan(bayi), terimakasih atas terkabulnya doa karena manusia tidak bisa hidup tanpa dukungan alam sekitarnya, manusia sekelilingnya bahkan alam yang barangkali mendengarkan dialog dialog manusia.

Slametan membangun hubungan dengan roh- roh leluhur yang dalam kilasan sejarah sangat erat hubungannya. Air sawah, bulan pepohonan menjadi saksi bahwa tanpa alam manusia tidaklah apa -- apa. Makna slametan sangat perlu untuk selalu menjalin komunikasi antara manusia dan alam sekitarnya.

Orang muda, pahami kebudayaan sendiri maka kau akan banyak melangkah dengan kebanggaan sebagai orang Indonesia yang kaya ragam kebudayaan, bahasa, adat istiadat, bahasa,suku yang tersebar di seluruh sudut Nusantara tercinta. Salam damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun