Mereka teman- temanku yang ada di kantor (para guru) sangat sibuk dengan pekerjaannya di kantor, dari membuat soal, menulis kisi - kisi, lesson plan, administrasi kelas dan termasuk konsultasi siswa yang kesulitan belajar.
Kegiatan yang seabreg- abreg itu membuat para guru teman- teman saya itu agak susah membagi waktu untuk belajar, membaca pengetahuan umum. Jadi jika mereka diberi tantangan untuk menulis dan nge blog mana sempat.
Sempatkan Menulis Teman
Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin salah saya yang terlalu menggebu merayu mereka untuk menulis padahal tugas utama guru khan mengajar. Itu juga sebuah pengabdian. Jika anak orang pintar toh mereka akan bahagia dan bangga. Tapi bukankah tugas guru juga menginspirasi muridnya. Apalagi jika gurunya pandai menulis, sering menjadi panelis, pembicara gara- gara hobinya menulis.
Jangankan menulis membagi waktu untuk kegiatan sendiri saja susah kalau sudah di kantor. Tugas- tugas di sekolah terutama di swasta itu bejibun apalagi mereka yang mempunyai jabatan structural.
Lalu bagaimana dengan saya yang selain mengajar masih sempat menulis. Mereka menganggap itu talenta saya yang tidak dimiliki teman lainnya. Ah, semua orang bisa menulis, kebetulan saja saya sudah memulai duluan, yang lain masih mencari waktu tepat dan kebetulan belum berjodoh untuk menulis.
lebih Cepat Mulai Lebih Baik
Lalu kapan menulisnya. Ya kalau ada tuntutan administrasi yang mengharuskan mereka menulis. Beda dengan saya, saat ini posisi saya kalau tidak menulis seperti ada yang hilang dalam keseharian. Agak linglung dan bingung. Ah apakah saya mempunyai penyakit kejiwaan akibat ketergantungan menulis. Masak dikatakan penyakit kejiwaan sih.
Kalau rokok boleh candu menulis bisa khan. Toh candu yang bermanfaat. Berkat hobi menulis saya bisa merangkai kata bahkan sempat menyusun novel yang sampai sekarang masih saya simpan, dua lainnya sudah saya poskah di wattpad. Beberapa tulisan masuk dalam kumpulan tulisan yang dibukukan dan masih mempunyai cita- cita menulis menyusun buku kumpulan tulisan baik di Kompasiana, di Pepnews dan di blog lain yang pernah saya singgahi.
Saya jadi teringat sekitar 1990 an. Â Ketika menjadi mahasiswa saya sering sekali menuliskan uneg- uneg saya di kertas, entah di kertas folio bergaris maupun buku agenda. Hasrat menulis yang menggebu itu karena saya kurang biasa curhat dengan teman. Jika ada masalah lebih banyak menuliskan uneg- uneg di buku daripada curhat dengan teman.
Katakanlah dalam masalah pribadi saya terkesan introvert. Ah biar, sebab dari kebiasaan menulis di kertas akhirnya ada semangat lebih untuk mencoba mengirimkan tulisan ke koran. Mula- mulanya sih cuma iseng menulis di surat pembaca. Lama- lama kok asyik jika mengirimkannya di kolom opini.
Meskipun berkali- kali gagal sekali tulisan saya pernah di muat di koran. Bangganya selangit, tulisan itu saya pelototin terus seakan tidak percaya. Meskipun hanya berbentuk surat pembaca saya bangga pernah menulis di majalah tempo, di tabloid detak. Sampai saat ini jika dikumpulkan tulisan saya di media mainstream cukup banyak. Sayangnya ketangguhan saya dalam menulis belum teruji sebab saya belum berani memutuskan untuk total menjadi penulis.
Saya masih lebih mengandalkan pekerjaan tetap sebagai guru yang kebetulan hobi menulis, bukan penulis yang kebetulan menjadi guru. Padahal dalam doa, dalam alur pikir saya totalitas menulis itu masih menjadi cita- cita saya. Ya sudah biarlah saya menjadi guru yang hobi menulis. Jika dalam perjalanan hidup saya akhirnya saya tercatat sebagai penulis alangkah bangganya.
Mengatasi Ketakutan dengan Masa Bodoh
Kapan mulai menulis bagi teman yang hanya kepingin tetapi takut memulainya itulah yang menjadi masalah. Banyak teman- teman takut jika tulisannya mendapat kritik dan tanggapan jelek gara gara tulisannya aneh.
Pikiran yang aneh ketika belum mencoba sudah takut duluan. Menurut pengalaman saya mencoba dulu itu yang terpenting, setelah itu baru mendorong diri sendiri untuk konsisten menulis. Bagaimana rumus mudah agar tulisannya menjadi bagus menurut beberapa penulis inti atau kunci menulis itu ada tiga: Menulis, menulis dan menulis.
Selain menulis tentu harus diimbangi dengan banyak membaca, mencari tema yang pas menurut passion dengan sering melihat, mengenal dan mengetahui lebih detail topik yang akan menjadi sasaran tulisan.
Luangkan Satu Jam Saja Untuk Menulis
Jika sudah terbiasa meluangkan waktu sekitar satu jam saja sudah bisa menulis satu artikel sehari. Dengan waktu satu jam sehari rasanya jika konsisten ratusan tulisan sudah bisa dihasilkan dalam satu tahun.
Nah selanjutnya memelihara konsistensi itu yang susah, sebab seseorang kadang terkena masalah writing block, rasa bosan, malas dan penyakit tidak punya waktu itu yang susah memelihara konsistensi seorang penulis. Jika memaksakan menulis tetapi sedang tidak mempunyai hasrat ya hasilnya cukup mengecewakan. Tetapi jika tidak dipaksa menulis itu hanyalah sebuah angan tanpa pernah terealisasi.
Memulai Tanpa Perlu Terpaku Teori
Kawan jika ingin menulis, menulis saja tidak usah terlalu terbebani dengan teori- teori yang menakutkan. Dalam perjalanan waktu silahkan memperbaikinya dengan beberapa teori terapan yang bisa membuat kualitas tulisan anda sedikit demi sedikit meningkat. Jika menulis sudah menjadi kebiasaan dan candu tidak susah kok memasang target sehari satu artikel, malah jika sedang bersemangat  3 atau 4 tulisan bisa dihasilkan dalam sehari.
Oke tertantang untuk menulis. Tidak perlu takut mencoba. Kesempatan harus ditangkap dan dipaksa, setelah terbiasa pasti akan merasakan betapa menulis itu sungguh mengasyikkan.Siapa tahu anda bisa menjadi Penulis jempolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H