Jutaan masyaratnya sangat gila gadget (gadget freak). Tiada hari tanpa gawai kalau paket data habis saja banyak anak muda galau luar biasa. Bahkan saking gilanya pada smartphone dan aplikasinya termasuk game yang menjadi andalan anak muda mengisi waktu ada yang sampai mondok di rumah sakit jiwa.
Ketergantungan pada gawai sudah tidak dipungkiri. HP sudah menjadi pendamping utama dari aktivitas manusia. Penulis menyebutnya dunia yang berlari (memungut kata dari bukunya Doni Koesoemo A, Pendidik Karakter di zaman Keblinger, Mengembangkan Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter, Penerbit Grasindo)
Nadiem pada mulanya akan lebih banyak mendengarkan dan penulis menduga ia akan membuat terobosan terutama kemudahan dalam membuat aplikasi yang menunjang proses belajar mengajar, merubah sistem dalam birokrasi pendidikan yang sudah ketinggalan.
Di zaman sekarang perubahan itu sangat mutlak. Dan agen yang kompeten dalam melakukan perubahan sejak awal adalah pendidikan, sorotan utama adalah guru.Â
Dalam artikel Doni Koesoemo A. Guru itu berasal dari bahasa sansekerta Gu artinya kegelapan, Ru artinya membebaskan dari atau menyingkirkan. Makna asali dari guru sesungguhnya adalah penghalau atau pengusir kegelapan. Dalam sebuah syair dikatakan guru adalah pelita dalam kegelapan.
Guru harus mampu menjadi agen perubahan. Memaklumi perubahan sambil membekali siswanya karakter dan attitude yang pas untuk mengikuti perubahan. Â
Disrupsi sosial, disrupsi pendidikan memungkinkan generasi muda yang akan datang hidup dalam tantangan yang semakin kompleks, terutama masalah kebudayaan, masalah interaksi sosial yang semakin sedikit melibatkan dialog langsung antar manusia.
Dalam Pendidikan Perubahan itu Mutlak!
Dalam pendidikanpun perubahan itu harus terjadi terutama pada posisi guru yang menjadi sentral dari ilmu pengetahuan. Sekarang guru tidak lagi menjadi sumber utama ilmu pengetahuan.Â
Guru lebih diposisikan menjadi teman,pendamping, fasilitator siswa dalam belakar. Guru menjadi pencerah dalam hal karakter dan nilai- nilai kedisiplinan yang tentu tidak diajarkan langsung di mesin digital.
Ilmu pengetahuan bisa dieksplorasi, didiskusikan, dianalisis. Siswa diajak kritis dalam menerima perubahan, tidak boleh hanya menerimanya begitu saja. Kalau perlu siswa bisa menjadi pelopor bagi penciptaan teori dan pengetahuan baru.