Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penusukan Wiranto dan Sakitnya Mental Masyarakat di Zaman Media Sosial

13 Oktober 2019   17:30 Diperbarui: 13 Oktober 2019   17:39 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda, saya, dan para pemilik HP yang demen medsos merasakan benar betapa banyaknya berita hoax muncul dan ujaran- ujaran kebencian,serta komentar- komentar tidak beradab yang muncul dari akun- akun anonim dan akun- akun robot. Di samping itu banyak muncul komentar -- komentar yang saling bertumpang tindih, saling menghujat. Ceramah- ceramah agama yang membuat panas agama lain sehingga upaya pemerintah untuk meminimalisir radikalisme agama menemui hambatan.

Pengaruh radikalisme menyusup di hampir tiap departemen, ASN pun banyak yang terpapar faham radikal yang membuat pemerintah seperti sia- sia mengatur ASN yang lebih banyak membangkang daripada mengikuti aturan main sebagai abdi negara.

Perang Melawan Radikalisme dan Sakitnya Mental Masyarakat akibat Media Sosial

Kalangan militerpun tidak steril terhadap pengaruh radikalisme agama yang berakibat terpecah belahnya persaudaraan dan terkikisnya moral dan rasa memiliki dan saling hormat menghormati antar sesama. Suasananya hampir sama ketika negara- negara Timur Tengah mulai terpecah belah akibat politik adu domba antara pemerintah pemeluk agama mayoritas dan pemaksaan agama dalam mengatur hampir semua yang berhubungan dengan hukum dan akhlak manusia. Memang agama berhak untuk mengatur perilaku akhlak dan adab pemeluknya tetapi jika muncul pemaksaan untuk menyamakan persepsi, menyamakan paham dan merubah kebudayaan, cara berpakaian mengarah ke agama tertentu itu sudah menyimpang jauh.

Istimewanya Indonesia karena keragaman, perbedaan- perbedaan dan berbagai agama yang bertetangga tetapi penduduknya masih saling respek. Banyak agama boleh berkembang karena masyarakat bebas memeluk dan meyakini agama sesuai dengan hati nurani masing- masing manusia.

Apa yang terjadi dengan "insiden" Penusukan Mantan Panglima TNI dan sekarang masih menjabat sebagai Menkopolhukam adalah alarm bahwa radikalisme telah menyusup jauh dan sangat membahayakan persatuan dan kesatuan. Ditambah muncul berita bahwa peristiwa penusukan itu hanya settingan, rekayasa politik tingkat tinggi.

Entah sampai di mana sih moral bangsa ini diletakkan. Yang pernah mengecap pendidikan tinggi, pernah tinggal dan merasakan pendidikan tinggi di luar negeri juga lebih terpesona oleh sihir kepercayaan yang menjauhkan individu untuk berinteraksi  dan mereka hanya mau bergaul dan mendekat pada orang- orang yang sepaham dan sealiran. Bahkan Agama yang diyakini pembawa damai malah menjadi pemicu konflik antar manusia, antar ormas, antar organisasi dan pemerintahan.

Komentar- komentar tidak beradab yang hanya memikirkan diri sendiri dan golongannya terus bertumbuh subur. Kaum eksklusif, memisahkan diri dari kebanyakan masyarakat dan berusaha mempengaruhi semua orang untuk berperilaku dan berbudaya yang tidak sesuai dengan local genius bangsa ini.

 Sang Penusuk Abu Rara menurut berita  terindikasi ISIS. Pria asal Medan itu menusuk Wiranto saat pengawalnya lengah mengawal pejabat negara. Baru pertama kali terjadi tindakan terorisme dengan melakukan penusukan  terhadap pejabat negara. Lolosnya Abu Rara itu membuat Intelijen negara dan aparat negara merasa kecolongan. Ternyata bahaya masih mengancam dari individu -- individu yang terdeteksi telah mengikuti beberapa pelatihan paham radikal internasional.

Beberapa komentar sinis muncul. Ada yang menganggap Penusukan di Menes Pandeglang itu hanya settingan, rekayasa. Mungkin ada yang menganggap sebagai jebakan untuk mengantisipasi ormas- ormas radikal mengganggu pelantikan Presiden terpilih, atau ada yang menganggap itu operasi intelijen, rekayasa untuk menjebak tokoh- tokoh terpapar ISIS muncul dan akhirnya bisa dilumpuhkan dengan taktik perang khusus. Penggiringan opini akan munculnya rekayasa itu membuat penulis menjadi bingung betapa banyaknya masyarakat yang sudah terlibat jauh dalam menjauhkan diri dari ideologi negara yang meyakini Pancasilalah yang paling sakti menangkal semua konflik regional, konflik antar saudara sebangsa.

Menyembuhkan Sakit Mental dengan Bersama Membangun Bangsa tanpa Rasa Curiga

Banyak penceramah agama berusaha mempengaruhi massa, penduduk dan pemeluknya untuk membenci pemerintah, mengubah negara menjadi negara agama dengan menyatukan agama hanya menjadi satu faham. Jika beda maka akan dilenyapkan dan dianggap lawan yang harus diperangi. Seramnya agama bukan lagi menjadi contoh baik dalam mengkampanyekan perdamaian tetapi menjadi sumber perpecahan. Mahasiswa, intelektual, dosen banyak yang malah menjadi sel sel radikalisme.

Pekerjaan pemerintah  mengembalikan manusia Indonesia dari paparan agama yang terlalu ekstrem. Masyarakat harus mampu berpikir jernih, lebih mendengarkan suara hati nurani, tidak tergoda terhadap ajaran- ajaran yang mengajak umatnya membenci agama lain, menganggapnya sebagai ancaman dan didoktrin angkat senjata memerangi pengaruh agama lain dan bahkan sesama agama sendiri tetapi beda tafsir dalam menterjemahkan makna di balik kalimat- kalimat  kitab suci.

Hanum Rais dalam cuitannya di Twitter yang nyinyir tentang peristiwa penusukan sebagai settingan tentu melukai banyak orang. Penting bahwa ucapan Hanum Rais seharusnya tidak diucapkan wakil rakyat daerah yang dipercaya mempunyai tugas menjembatani suara- suara masyarakat. Jika wakil rakyat akhirnya sibuk sendiri main medsos, berkicau tanpa rambu- rambu tata krama maka Indonesia tinggal menunggu munculnya perang antar saudara, perang yang membuat bangsa ini tercerai berai

Mari kembali bersatu, satukan energi untuk membangun bangsa. Jangan sampai paparan ideologi radikal menyentuh nadi utama dan akhirnya bukan hanya anak muda, anak kecil kakek kakek, penduduk usia produktif hanya berdebat masalah tafsir, akhidah dan kepercayaan yang menjadi biang munculnya perang saudara. Ah amit- amit, jangan sampai terjadi. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun