Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama dan Manusia yang Sering Mengingkari Hati Nurani

12 Oktober 2019   00:13 Diperbarui: 12 Oktober 2019   09:37 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak manusia ada dan akhirnya terperosok dalam dosa tantangan terbesar keimanannya hanyalah diri sendiri. Musuh utama orang yang berusaha baik,jujur, tulus dan  murah hati, mau memaafkan meskipun disakiti tidak lain diri sendiri. 

Manusia dengan keterbatasannya selalu terjebak dalam ambisi -- ambisi yang muncul dalam dirinya sendiri. Manusia ingin kaya, terkuat, terbaik. 

Untuk menjadi yang ter- itu tidak dipungkiri ia harus mengalahkan manusia lain. Jika manusia lain beruntung dan lebih sukses, ada selalu timbul rasa iri. Itu spontan.

Manusia yang senang bersaing dan berambisi tinggi akan cenderung mencari cara untuk mengalahkan manusia lain. Manusia itu serigala bagi yang lain Homo Homini Lupus. 

Jika tidak ingin tergusur manusia perlu berpikir licik agar manusia lain tidak pernah menyusul pencapaiannya. Jika tiba- tiba muncul saingan maka hatinya akan panas, meskipun hati nuraninya selalu mengingatkan untuk sabar dan tidak terpancing emosi.

Nabi- nabi di masa lalu sering terjebak dalam lingkaran kekuasaan, ambisi, takhta dan wanita. Nabi Daud, Nabi Salomo. Masa kelam pernah menimpanya karena hasrat diri sendiri yang tidak terbendung.

Sekarang ketika muncul agama- agama besar yang hadir di semua belahan dunia mengapa malah memperuncing konflik. Semua agama merasa yang paling dekat dan merasa paling benar. 

Karena perasaan terunggul, terbaik membuat manusia beragama cenderung arogan. Apalagi kadang yang menguasai ilmu agama, pintar berbicara, pintar mengulik dan ayat- ayatnya mempunyai hasrat besar untuk membenturkan keyakinan dengan melakukan ceramah yang bisa mengurangi makna dan arti kedamaian.  

Banyak penceramah yang sangat bernafsu untuk mempengaruhi pendengarnya agar mengikuti dogma- dogma kekerasan yang sengaja disebarkan untuk menutup celah agama lain berkembang.

Pada intinya semua agama menginginkan damai, rukun dan saling kerja -- sama. Tetapi karena tidak bisa menahan hasrat pribadi untuk merendahkan diri, down to Heart maka manusia tergiring menjadi arogan dan menganggap dirinya dan agama paling benar hingga menghalalkan segala cara untuk berusaha meneror dan melakukan genosida membunuh dengan massal keyakinan lain. 

Banyak agama terjebak oleh dogma radikal yang membuat pemeluk agama bingung. Agama yang memberi kedamaian kok perilaku umatnya cenderung arogan, ngeyelan, tidak gampang diberitahu, kurang toto kromo dan ekstremnya malah mengebom saudaranya sendiri.

Sampai sekarang saya masih bingung dengan logika teroris. Bagaimana mereka mendapatkan keyakinan yang menganggap agama dan keyakinan lain harus diperangi dengan cara kekerasan. Kepercayaan yang sampai sekarang masih belum bisa diterima nalar dan akal sehat.

Ketika agama lain tidak bereaksi, tidak melawan dan tidak melakukan pembalasan konflik muncul dari diri sendiri. friksi datang dari sesama agama sendiri. Yang satu liberal. Demokratis, tradisionalis. Satunya berpikir kolot, radikal dan kaku.

Yang radikal ingin mengembalikan agama seperti aslinya. Yang mempunyai aturan dan hukum seperti hukum daerah agama berasal. Tidak peduli bahwa setiap daerah mempunyai sejarah kebudayaan yang beda dan tidak mungkin menerapkan hukum sama antara satu daerah dengan daerah lain, negara satu dengan yang lain.

Musuh agama yang terberat itu adalah diri sendiri. Saudara sendiri, sesama umat dengan keyakinan sama tetapi mempunyai pandangan beda dalam hal tafsir isi Kitab Suci. Sekarang radikalisme itu membenci saudaranya sendiri yang tidak mau tunduk dan dipaksa untuk berpendapat sama.

Mereka capai sendiri ketika agama lain tidak bereaksi dan melawan ketika ada serangan bom, intimidasi, genosida, fitnah dan candaan- candaan yang membuat panas kuping hampir setiap hari. 

Problem terbesar para pemeluk agama itu adalah bagaimana menaklukkan diri sendiri yang sombong ketika ia merasa di atas angin telah menguasai agama. Dan yakin dengan segala identitas dirinya ia adalah terbaik dari yang terbaik.

Orang yang mengawang- awang adalah mereka yang mengingkari diri sendiri, mengingkari bahwa bagaimanapun manusia adalah makhluk lemah yang berusaha sempurna. 

Begitu ingin sempurnanya hingga ia tidak mendengarkan hati nuraninya. Ia tertutupi oleh ambisinya yang serba ingin terbaik.Bisa dilihat banyak politisi muda yang merasa sudah pintar, sukses, terpilih sebagai wakil rakyat menggadaikan toto kromonya hanya untuk keukeuh ingin menang berdebat meskipun lawannya orang tua yang mestinya mendapat penghormatan sesuai dengan adat sopan- santun ketimuran.

 Kembali pada topik, penulis tidak ingin menunjuk agama apa. Tetapi yang jelas semua agama ketika dekat dengan kekuasaan kadang tergoda untuk menyesap kenikmatan duniawi dan kemudian melanggar hukum- hukum yang diajarkan sejak semula. 

Apalagi ketika agama amat dekat dengan politik makin buyarlah  ajaran lurus yang selalu ditanamkan dalam setiap kotbah agama.

Banyak penceramah merasa senang ketika ia merasa bisa mengajak umatnya mentertawakan kepercayaan lain, mengaku wilayah privasi, kalangan terbatas maka ia bebas mengkritik dan mencari kelemahan agama lain. 

Mungkin banyak penceramah dari berbagai agama meyakini bahwa yang terbaik itu agamanya. Tetapi orang yang benar- benar baik menurut saya adalah orang yang bisa menahan hasrat nafsu diri sendiri, tidak merasa adigang, adigung adiguna.

Bagi penulis banyak orang terbutakan oleh simbol- simbol, identitas. Ia bahkan tidak mengenal diri sendiri, semata- mata hanya percaya oleh ajaran- ajaran yang masuk ke telinganya. 

Padahal setiap ajaran itu harus dicerna oleh hati nuraninya. Cocokkan dengan kemampuannya memahami ajaran- ajaran, kalau menyimpang dari hati nurani ya jangan dilakukan. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun