"Rakyat adil dan merata, sejahtera dan berbahagia" Begitulah angan rakyat.
Keinginan dan cita- cita yang luhur dan mulia, tetapi jika bicara adil dan merata tentu relatif, sebab setiap orang mempunyai talenta dan semangat bekerja yang berbeda- beda. Adil bukan berarti sama rata, sama rasa.
Tetapi masyarakat banyak yang terlalu berharap keadilan merata termasuk orang- orang malas yang mengharapkan belas kasihan  dan bantuan dari orang lain.Jika menjadi sejahtera karena bekerja keras tidak banyak menuntut banyak memberi maka berkah itu memang pas sesuai dengan kegigihannya untuk mendapatkan kesejahteraan. Tetapi jika ada yang rajin melakukan demonstrasi, jarang bekerja dan hanya mengharapkan upah dari demo demo sedangkan mereka tidak tahu mengapa turun ke jalan, menuntut apakah, memperjuangkan apa saja tidak tahu bagaimana bisa disejajarkan dengan mereka yang sepanjang hari bekerja dari pagi sampai senja, banting tulang untuk kebutuhan keluarga. Ah, tidak adil bagi yang sudah bekerja keras jika disamakan pendapatannya dengan yang hidupnya selalu mengharapkan bantuan dan disubsidi.
Kadang orang yang hidupnya sering disubsidi dan tergantung dengan bantuan orang lain berharap terlalu banyak. Dan jika tidak mendapat jatah akan ngamuk- ngamuk gara- gara tidak ada pendapatan yang masuk. Lho... bagaimana mau mendapat rejeki dan uang jika tidak bekerja? Masyarakat ingin makmur, mempunyai HP canggih, motor sport, mobil keren sementara pekerjaannya utamanya buruh. Bukan ingin merendahkan buruh, tetapi tuntutan dan upah tentu harus sesuai dengan pendapatan sebagai buruh, jika buruh menuntut gajinya terus naik setaraf dengan manager aduh apa kata dunia!
Saya seorang guru yang digaji yayasan. Hidup saya tentu harus menyesuaikan diri dengan pendapatan yang saya terima dari yayasan. Kehidupan saya, rumah, fasilitas lain termasuk bagaimana gaya hidup saya tentu tidak akan mampu jika hidup seperti seorang direktur atau CEO. Apalagi saya sering hidup glamour mirip selebritis. Ow ow,ow..... Ngaca Pak De....hehehe. Ya kalau bisanya makan di warteg jangan maksa demi gengsi makan di restoran Jepang. Nanti karena dikejar oleh tuntutan gaya hidup jadinya besar pasak daripada tiang... ujung -- ujungnya nanti malah menghuni rumah sakit Jiwa... senyum senyum sendiri, ketawa- ketiwi sendiri ueeeeedan!
Nah, Jokowi sekarang menghadapi masyarakat dengan banyak tuntutan. Semuanya seperti ditimpakan kepadanya.Â
Sehat sedikitlah teman, tidak semua masalah harus ditimpakan kepada presiden, sedikit lapor, sedikit- sedikit mengeluh, air mampet mengeluh, listrik mati ngamuk, ditegor karena melawan arus oleh polisi malah ganti marah dan memaki- maki. Ada helm pengaman malah percaya diri hanya dengan memakai penutup kepala dari kain yakin bahwa identitas soleh dan solehah mampu menyelamatkan dari kecelakaan jika membentur aspal.
Ya Jokowi pantas pusing, karena semakin modern tuntutan masyarakat semakin aneh- aneh. Jika dipikir- pikir jika masyarakat miskin mengapa beli kuota internet enteng- enteng saja, pegang HP minimal berharga 1 juta, multi fungsi dan bisa video call, lalu mojok di pojokan gang.
Mojok dan memencet layar gawai seharian kuat tetapi bekerja keras sesuai dengan kemampuan mengeluh terus.
Kalau ingin makmur satu kuncinya kerja, kalau tidak bekerja ya tidak mendapat upah, kalau tidak mendapat upah ya tidak perlu menuntut, berusaha mencari peluang agar mampu mendapatkan pekerjaan dengan upah layak sesuai kapasitasnya.
Jokowi sedang menghadapi masyarakat instan, pengin cepat makmur, bahagia dan kaya dengan cara cepat. Terkadang menghalalkan segala cara. Ojol pengin cepat kaya makanya ia gubras gabrus melanggar aturan, menerobos lalu lintas, melawan arus, agar cepat sampai tujuan. Konsekwensinya lalu lintas menjadi ruwet, polisi dan petugas lalu lintas lintang pukang mengingatkan tetapi tidak digubris malah pada suatu peristiwa petugas malah kena semprot, kena maki maki dan dipermalukan bahkan dikeroyok sampai babak belur. Duh, duh zaman opo to iki (zaman apa ini)
Kalau pengin makmur setiap orang harus bekerja. Kalau negara mau maju, setiap orang harus mau diatur, jika tidak mau diatur jangan suka mengatur  orang. Jika tidak mau direcoki jangan suka merecoki. Mari ambil spirit kerja dari Jokowi, Bekerja tanpa banyak kata. Pekerjaan tidak bisa instan harus satu satu dikerjakan sampai tuntas, selanjutnya ada tahap selanjutnya untuk pondasi melangkah ke tujuan yang lebih tinggi.
Kalau demonstrasi ya harus mengerti substansinya, paham visi dan misinya, kalau bergerak hanya karena ada upahnya dan sponsornya ya nanti dulu. Jangan mau ditunggangi oleh orang- orang yang memang hatinya sudah busuk ingin menumbangkan tujuan yang sebenarnya mulia. Mereka itu adalah orang- orang yang kecewa karena kalah, ingin menang tetapi dengan jalan curang. Mahasiswa calon intelek harus waspada untuk mendapatkan nilai bagus kuliah ya jangan sering turun ke jalan, kalau mau memberi sumbang saran mendingan di tulis di blog semacam Kompasiana atau membuat buku pemikiran dan ide, atau membuat kegiatan positif yang memberi jaminan bahwa tampuk masa depan bangsa memang ditangan anda para calon pemimpin bangsa. Kemakmuran itu tidak bisa dicapai dengan cara instan bro.Salam damai Selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H