Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Semangat Memudar Setelah Melihat Timnas Garuda Bermain?

11 September 2019   12:32 Diperbarui: 11 September 2019   12:52 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah semalam hasrat menonton sepakbola Timnas melawan Thailand pada gelaran ajang Pra Piala Dunia rasanya menyusut drastis. Melawan Malaysia kalah 3-2 , melawan Thailand 3 - 0). 

Pada pertandingan kemarin gol dilesakkan pemain Thailand Supachok  Sarachat dengan dua gol dan  Theerathorn Bhunmathan. Mereka sebetulnya penuh talenta, dikumpulkan dan dipanggil dari negara-negara yang mempunyai tradisi sepak bola yang baik. Belanda. Brasil. Afrika. Pemain Naturalisasi, wajah-wajah campuran itu hadir, Irfan Bachdim, Beto (Alberto Goncalves), Stefano Lilipaly, Yanto Basna dengan pelatih import lagi. 

Simon Mcmenemy dari scotlandia tapi tetap saja wajah muram menyaksikan mereka berlaga. Seperti kurang tenaga, salah pengertian, umpan-umpan matang tidak bisa diselesaikan dengan baik. Koordinasi antar lini rapuh sehingga praktis di babak kedua permainan cenderung membosankan. Para pemain rasanya tidak mempunyai daya juang bagaimana menunjukkan semangat untuk bisa lolos dan bermimpi mengikuti Piala Dunia.

Awal Menjanjikan dan Berakhir dengan Kekecewaan
Sebelum pertandingan dengan Malaysia harapan besar menggantang dipundak mereka. Melihat pemain yang dinaturalisasi, seharusnya optimisme lahir. Talenta individu mereka luar biasa, espektasi publik cukup besar dan sudah ditunjang oleh lapangan sepak bola berkelas internasional di Stadion GBK. 

Tetapi pemain Indonesia kalah kompak dengan Malaysia, kalah koordinasi dan organisasi permainan. Banyak pemain ingin menonjol sendiri, ingin melesat dan membuat sejarah sendiri sehingga sampai akhir permainan tenaga mereka kedodoran. Stamina terkuras habis oleh aksi individu, bukan permainan tim. 

Malaysia tenang ketika kebobolan, dari mereka masih bisa mengatur strategi agar bisa meminimalisir tenaga selama 90 menit. Indonesia dengan nafsu besar ingin segera mengeksekusi dan menghasilkan kemenangan, tetapi mereka melupakan bahwa stamina, kebugaran mereka terbatas akibat berbagai turnamen yang diikuti oleh pemainnya.

Simon Mcmenemy masih bingung, meracik skuad dengan kedalaman permainan dan kekompakan tim. Pada permainan dengan Malaysia daya juang Indonesia masih terlihat, tetapi ketika main dengan Thailand, melihat kenyataan Indonesia mulai tertinggal dari Thailand permainan menjadi amburadul. Rasanya malas menonton lagi karena hanya membuat perasaan kecewa menjadi- jadi.

Kekecewaan juga tertuju pada suporter yang rasanya tidak perlu melampiaskan kekecewaan pada suporter lawan. Memalukan!. Kecewa memang kecewa, tetapi seharusnya suporter menghormati suporter lain dan tidak membuat kegaduhan. Sportifitas bukan hanya milik pemain juga penonton. Belajar lebih pintar dan elegan supaya sepakbola Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh dunia. 

Sebetulnya pemain merasa bergelora saat melihat suporter yang menggemuruh. Tetapi gemuruh pemain ternoda oleh ulah oknum suporter yang memalukan dengan memprovokasi suporter lain. Dampak rusuh tentu membuat malu negara, membuat stigma negative sepak bola Indonesia tetap tersemat dan nyatanya sepak bola Indonesia memang menjadi lesu ketika sudah melangkah ke tingkat nasional. 

Melihat permainan U16  rasanya harapan besar membentang demikian juga saat melihat usia 19 dan 21 tetapi ketika melihat pola permainan pemain naturalisasi, kumpulan mantan pemain U 19 yang pernah berjaya kenapa menjadi berbeda. Ada apa?

Sepak Bola dan Kisruh yang tidak  Pernah Selesai
Ini yang menjadi pertanyaan setiap saat. Mafia sepakbola, permainan skor, perjuangan yang kurang maksimal. Semangat nasionalisme yang menipis. Ah. Rasanya sesak menyaksikan permainan timnas sepak bola. 

Aneh sebetulnya melihat talenta-talenta sepak bola Indonesia yang bertebaran. Banyak mutiara dan pemain berbakat tetapi tidak mempunyai kesatuan organisasi permainan yang membuat bangsa Indonesia patut berbangga memiliki pemain yang dipilih tentu berdasarkan skill individu dan hasil pilihan pelatih.

Menghadapi UEA nanti  semangat itu semakin pupus sebab rasanya semua orang tahu bahwa sepak bola UEA katakanlah sudah pada level dunia. Kita hanya berharap pada keajaiban, berharap ada perubahan besar di skuad Garuda agar muncul semangat pantang menyerah seperti yang ditunjukkan Timnas Usia muda (U 16 dan U 18)

Ya ini harapan masyarakat, ingin menyaksikan sepak bola maju, ingin menyaksikan olah raga berkembang baik, bukan hanya perdebatan receh di dunia politik, yang masih selalu mencampuradukkan antara agama dan politik. Ingin menyaksikan suara-suara damai dari para suporter yang menjunjung sportifitas. Bukan untuk gagah-gagahan sehingga melupakan etika dan mengotori tangan dengan melakukan vandalisme dan perusakan fasilitas publik.

Introspeksi demi Kemajuan Sepak Bola Indonesia
Kalau ingin dihargai di dunia sepak bola tentu harus mau introspeksi diri. Bukan hanya pandai berkhotbah dan menganggap yang lain jelek dan dirinya sendiri yang paling baik. dari sepak bola kualitas sumber daya nasional sebetulnya bisa diukur. Jika Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia tentu menjadi catatan manis dari iklim olah raga paling banyak penontonnya tersebut. Sepak bola yang maju menjadi ukuran kemajuan sebuah negara dalam dunia olah raga.

Jika menyaksikan permainan tadi malam, betul kata beberapa pengamat. Lupakan Piala Dunia. Benahi dulu organisasi, karakter, sistem sepak bola tanah air yang masih sering dikungkung oleh kepentingan politik dan permainan politik. Sampai saat ini polemic sepak bola masih bergulir. PSSI masihlah diisi orang-orang dengan ambisi besar mengeruk keuntungan dari penyelenggaraan liga dan gurihnya iklan dan sponsorshipnya yang membuat kantong pengurus  PSSI menggelembung.

Apakah pembaca masih antusias melihat kelanjutan Pra Piala Dunia. Marilah berdoa agar Timnas segera bangkit dan mengejar ketinggalan dari Timnas lain. Saat ini Indonesia masih terseok- seok diposisi buncit. Untuk bisa menganyam harapan mau tidak mau Indonesia harus bisa menang melawan UEA (Uni Emirat Arab, Malaysia dan Thailand kembali. Bisa? Hanya keajaiban yang mampu mengubah pesimisme menjadi harapan. Hola. Salam olah raga. Salam Damai Selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun