Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama, Radikalisme, dan Manusia Unggul

17 Agustus 2019   16:01 Diperbarui: 17 Agustus 2019   16:01 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lukisan Poster Pop art Karya bersama siswa SMPK 2 Penabur Jakarta dan penulis (foto oleh Mulyono/Joko dwiatmoko)

Radikal dalam prinsip dan ketegasan menolak penyeragaman, menolak pencampuradukan nasionalisme sempit yang hanya memperjuangkan ideologi tertentu dan melenyapkan keyakinan lain. Bangsa Indonesia setuju dengan Pernyataan Jokowi untuk tidak memberi celah sekcil apapun terhadap paham apapun yang akan mengganti ideologi negara selain Pancasila. Keputusan Indonesia sudah final, tidak ada ideologi lain selain Pancasila yang terbukti bisa membentengi dari perang saudara dan paham -- paham yang ingin menjadikan negara ini negara agama.

Beragama Itu menghargai Setiap Keyakinan

Sudah terbukti banyak negara yang menganut negara agama, kecamuk perang saudara, peperangan karena berbagai kepentingan, pencampuradukan agama dan politik membuat negara menjadi hancur. Agama adalah corong kedamaian, dalam jiwa yang damai terdapat penghargaan untuk menjalankan ibadah dengan damai menurut keyakinan masing- masing.

Pemimpin agama mempunyai tugas untuk mencerahkan umatnya, memberi pengetahuan untuk semakin menguatkan keimanan masing- masing dengan memahami tafsir- tafsir ajaran yang menyejukkan bukan memprovokasi masyarakat untuk memerangi keyakinan agama lain. Pemuka agama mempunyai bekal cukup, menguasai ilmu agama, psikologi dan bukan sekedar pandai bicara. Banyak orang bisa bicara, tetapi pemuka agama yang bijak adalah yang sama dalam tutur dan tindakan. Randah hati dan tidak mencampuradukkan antara politik dan agama.

Jika setiap pribadi sadar bahwa keyakinan adalah pertanggungjawaban pribadi antara manusia dan Tuhan maka kesadaran beragama dengan cara apapun tujuannya sama yaitu memuliakan Tuhan. Sang Maha Dzat, Sang maha Tunggal. Setiap agama memegang prinsip hakiki dan mempunyai cara masing- masing bagaimana mereka tunduk pada aturan dan bersikap sebagai manusia beragama.

Kontemplasi, Introspeksi Dan Tekad Diri Untuk Maju dan Berkembang

Tulisan ini bukan hendak mengajari pembaca tetapi lebih pada kontemplasi penulis pada masalah- masalah yang sering muncul belakangan, di mana banyak manusia merasa bahwa agama bisa mengatur semuanya baik cara memakai baju, menghargai budaya, menghargai kreasi seni dan menghargai kebebasan berpikir. Banyak manusia "mabuk agama" dengan menyamaratakan keyakinan dan memaksa kehendak atas nama agama.

Bahwa agama mengatur moralitas itu pasti tetapi ukuran sopan santun, adat kebudayaan tentu berbeda satu sama lain. Adat budaya Bali berbeda dengan Aceh dan Minang. Papua tentu beda dengan cara orang Banten dalam menterjemahkan moralitas. Arab dan Indonesia boleh jadi sama dalam hal mayoritas pemeluk agamanya, tetapi adat, kebudayaan dan cara memakai baju tentu tidak akan pernah sama karena bisa tergantung cuaca, iklim dan letak geografisnya. Negara barat dan Kristen Katolik boleh jadi mempunyai kesamaan pandangan dalam hal berpikir dan meyakini ilmu pengetahuan dan religiositas, tetapi adat budaya dan latar belakang sejarah akan tetap berbeda. Maka Kristen Katolik mempunyai hak untuk menjaga keimanan dengan tetap memegang teguh prinsip lokalitas, budaya asli Indonesia bukan kebarat- baratan. Tuhan mengerti apapun bahasa manusia,Tuhan mengerti budaya manapun sesuai kondisi. Jadi bisa disimpulkan bahwa apapun caranya kalau tujuannya memuliakan Tuhan Sang Pencipta doa dengan cara apapun akan didengar kalau dilakukan dengan niat yang tulus.

Manusia Unggul Manusia Yang Pantang Menyerah

Itulah kontemplasi penulis, yang masih banyak kekurangan. Banyak hal semakin tahu banyak semakin merasa seperti debu beterbangan karena ternyata dari banyaknya hal yang diketahui manusia ternyata masih ada hamparan sangat luas ilmu pengetahuan yang tidak diketahui manusia. Semakin sering membaca dan menulis, semakin terbuka bahwa manusia itu seperti butir pasir di lautan. Tidak berdaya karena ternyata dunia itu sangat luas dengan berbagai keragaman yang ada disekitar manusia.

Pasukan Pengibar Bendera SMPK 2 Penabur Jakarta (Foto oleh Tommy/WhatShapp)
Pasukan Pengibar Bendera SMPK 2 Penabur Jakarta (Foto oleh Tommy/WhatShapp)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun