Sekarang apakah relevan membuat undang- undang yang melindungi hasrat berpoligami. Meskipun agama membolehkan seharusnya tidak perlu disahkan dalam sebuah undang- undang. Jika ada laki- laki yang ingin berpoligami ya berunding dahulu dengan istrinya apakah istrinya membolehkan atau sebetulnya keberatan tetapi takut cerai gara- gara tidak setuju dengan suaminya masalah mengambil istri pertama, kedua dan sebagainya.
Masalah Keadilan dan Kemampuan Ekonomi Pelaku Poligami
Kalau tidak bisa berlaku adil dan kebetulan ekonomi pas-pasan, Â tidak usah memaksa poligami. Kalau poligami akhirnya menjadi masalah dan bahkan rumah tangga berantakan untuk apa setuju poligami.Pikirkan yang lebih penting pada negara ini yang lebih sibuk membahas poligami, politik identitas. Produktifitas, kecepatan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, memberikan prioritas pendidikan pada anak- anak, memberikan fasilitas generasi muda untuk bisa bersaing dan mengejar ketinggalan dari negara lain lebih utama daripada sibuk membuat undang- undang poligami yang sebetulnya hanya bagian dari warisan feodalisme zaman dahulu.
Kalau mau poligami silahkan jika mampu, kalau tidak mampu jangan memaksakan diri, itu egois namanya. Perempuan juga butuh perhatian, prioritas dan persembahan cinta laki- laki yang utuh tidak terbagi- bagi. Jika ada sementara perempuan yang setuju poligami tentu itu kasus saja. Mereka nyaman karena suaminya memperlakukan adil kepada semua istrinya. Adil karena suaminya cukup dalam hal finansial. Coba kalau tidak cukup bisa terjadi perang dunia dalam rumah tangga.
Kisah poligami para raja mungkin salah satu referensi pada lelaki yang ingin melakukan poligami tetapi di era modern ini sudahkah dipikirkan matang- matang bagaimana perasaan perempuan yang dipoligami. Jangan hanya karena egoisme laki- laki lalu melegalkan poligami sebagai bagian dari kebijakan publik. Saya ulangi satu istri saja tidak habis- habis bagaimana menghadapi dua istri. Satu istri saja kadang pusing dengan omelan- omelan yang selalu hadir apalagi dua sampai tiga istri bisa anda bayangkan peluru omelannya mendarat ke telinga hahaha. Bukankah kekuasaan istri absolut. Mereka biasanya tidak mau disalahkan dalam hal berdebat karena semua perkataannya maha  benar yang salah suaminya...eh kok jadi curhat.... Jangan- jangan saya termasuk suami- suami takut istri....wk-wk...wk  kaburrrrr. Salam Damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H