Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Coretan di Buku Folio, Awal Menyukai Dunia Tulis Menulis

6 Juli 2019   14:26 Diperbarui: 6 Juli 2019   14:30 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan tangan saya tahun 1996. Dokpri

 Sekitar 1990 an saya masih menulis menggunakan mesin ketik. Sebelum dalam tahap pengetikan sering saya buat draft dulu di buku folio. Dari cerpen tidak jelas, sekedar coret- coretan atau kegelisahan -- kegelisahan ketika aku baru saja putus asa ditolak cewek saat mencoba "nembak". Ketakutan, kecemasan, kegelisahan, perasaan sedih frustrasi terangkum lengkap dalam baris- baris, larik -- larik tulisan. Sesekali masih sering aku baca.

Bagaimana mengawali sebuah tulisan?

Ada tulisan amburadul yang saya temukan dalam coretan - coretan tulisan di awal saya menyukai kegiatan menulis. Sebab tujuan  menulis dulu hanya sekedar mengeluarkan unek- unek, melampiaskan emosi hingga akhirnya tenang setelah selesai menulis. 

Belum terbayang bahwa sekitar 30 tahun kemudian menulis di diari di buku itu hampir ditinggalkan orang- orang. Kini lebih banyak penulis, penggemar bacaan dan orang -- orang yang lebih suka curhat lewat menulis beralih ke blog pribadi. 

Catatan- catatan itu bisa bebas ditulis dan bisa jadi menjadi sekumpulan tulisan yang akhirnya bisa diwujudnyatakan menjadi buku. Kecanggihan teknologi itu belum benar- benar terpikirkan. Coba saja sejak dulu sudah ada blog, ada catatan yang bisa disimpan secara digital pasti sudah ribuan tulisan hadir.

Tulisan tangan saya tahun 1996. Dokpri
Tulisan tangan saya tahun 1996. Dokpri
Sebetulnya pengalaman menulis itu sudah lama, tetapi saya merasa semakin sering menulis serasa semakin banyak hal yang harus dibenahi dalam hal teknik mengeluarkan ide atau memberi kekhasan bagi setiap tulisan yang muncul dan menjadi konsumsi publik.

Ada energy sendiri ketika menulis di secarik kertas, goresan itu serasa sebuah teriakan jiwa, merasakan tarikan- tarikan tinta menari- nari di atas kertas. 

Laku jeritan jiwa begitu spontan keluar dan menjadi rangkaian kalimat spontan yang mungkin saja susah dibaca atau malah menjadi karya mengagumkan. Saya seperti melihat lintasan hidup masa lalu, Membaca tulisan- tulisan saya di buku folio itu seperti melihat sejarah hidup di masa lalu.

Banyak penulis sudah jauh melangkah dan menjadikan kumpulan tulisannya menjadi buku. Sampai saat ini saya masih belum berani mengetuk pintu redaksi pencetak buku untuk menahbiskan diri sebagai penulis. Saya masih belum apa- apa dan belum menjadi apa- apa. 

Saya masih harus belajar bahkan pada para penulis pendatang baru yang baru menyukai dunia tulis menulis  sekitar 2 sampai tiga tahun yang lalu. Sampai saat ini masih ada huruf yang tercecer, efektifitas kata yang banal dan masih sering membuat tulisan sekedarnya sehingga banyak pembaca bingung dengan maksud ungkapan tulisan saya.

Pengalaman Menulis memperkaya "rasa"

Begitulah sebagai penulis kadang merasa sunyi sebab harus bergelut dengan diri sendiri, bergelut dengan ketakutan- ketakutan seandainya tulisan tidak diterima khalayak. Jam terbang ternyata belum menjamin tulisan menjadi lebih berkualitas. 

Saya masih harus belajar dari kumpulan tulisan dari buku -- buku yang berderet di perpustakaan, terpajang di toko buku dan tersaji di gawai gawai dalam wujud e book.

Saya sering menepi merenungi tulisan yang berumur lebih tua dari perkawinan saya, jauh lebih kuno dari gawai dan laptop yang sudah berganti 3 sampai 4 kali. Bahkan saya bingung ke mana mesin ketik bersejarah yang pernah mengantarku menikmati honor tulisan dari suara tak tik mesin ketik. Ah, jejak sejarah. 

Betapa rindu menengok kegelisahan masa lalu saat gelegak masa muda masih menderu. Kini seiring berlarutnya usia dan rambut- rambut di kepala semakin keperakan jejak tulisan itu seperti membuatku muda kembali. Ternyata aku masih menyimpan jejak sejarah dari tulisan- tulisan yang pernah terkumpul di buku folioku. 

Lucu, tragik, mengharukan dan memalukan. Membuat rasa rindu ketika kebebasan menjadi barang yang langka saat ini, terkaget- kaget ketika  ada kenekatan yang terlintas setelah lama hidup dalam rasa minder, malu, jengah dan takut hanya untuk sekedar menyatakan cinta pada kekasih yang dirindukan.

Tulisan tangan yang menjadi draft dan ditulis kembali dengan mesin ketik.Dokpri
Tulisan tangan yang menjadi draft dan ditulis kembali dengan mesin ketik.Dokpri
Gampang Melacak Jejak Sejarah dengan Menulis

Sekumpulan catatan entah kisah cinta, penderitaan, petualangan itu bisa tersimpan rapi dalam memori digital saat ini dan saya tidak perlu repot menyimpannya di rak- rak buku. Sudah ada blog, sudah ada blog keroyokan yang mampu menjadi menyimpan ingatan tentang hasil tulisan penulis seperti saya bahkan jejak digital itu juga bisa merekam seberapa banyak pembaca yang sempat melirik dan sedikit membaca baris demi baris cerita penulis.

Betapa kaya pengalaman penulis. Mereka pernah mempunyai pengalaman bagaimana memulai menulis, bagaimana susahnya mewujudkan ide menjadi sebuah artikel, cerpen, bahkan novel.

 Dulu saya tidak bisa membayangkan ketika ratusan bahkan ribuan tulisan bisa tersimpan rapi dan sewaktu -- waktu bisa membacanya dengan membuka situs web yang menyimpan tulisan -- tulisan para penulis termasuk saya.

Jika membaca tulisan tulisan itu serasa berenang di air sejarah kata.Saya tidak peduli suatu saat nanti jejak tulisan itu akan memberi sentuhan bahwa perjalanan menulis ternyata sudah berumur puluhan tahun tetapi rasanya saya belajar menulis baru kemarin setelah menikmati puluhan dan ratusan dari penulis- penulis lain yang mempunyai pengalaman mirip saat memulai menulis. Saya masih belum  apa -- apa dibanding yang lain, Sebagai penulis saya hanya menang usia tentu belum tentu menang dalam menangkap esensi dan kedalaman tulisan.

Dunia punya banyak cerita. Ada cinta, ada kebencian, ada permusuhan dan berbagai konflik negara serta perseteruan. Saya ingin berkisah apa saja di buku ini, agar memori saya dapat saya catat. Suatu saat mungkin aku tersenyum membacanya. (Cuplikan tulisan saya di tahun 1996)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun