Sejak 17 April penulis mencatat tidak banyak mendengar berita kontroversial seputar Amien Rais. Badai kata- katanya meredup dan semakin hari semakin jarang mendengar namanya diucapkan. Apalagi setelah Lebaran ketika Jokowi tidak terlihat menyambangi kediaman Amien Rais di Jogjakarta.
Padahal sebelumnya gegap gempita politik tidak terlepas dari gencarnya istilah- istilah yang dilontarkan mulut Amien Rais. Penulis masih ingat ketika Amien Rais mengibaratkan perang badar ketika berusaha melawan kebijakan politik Jokowi.
 Amien tidak henti- hentinya sejumlah kebijakan Jokowi yang dinilai hanya menguntungkan asing dan Aseng. PKI dijadikan isu utama untuk menyerang Jokowi dan keluarganya.Â
Iapun melontarkan kritik kepada Jokowi sebagai pemimpin otoriter melebihi orde baru. Dan istilah yang menyakitkan adalah presiden bebek lumpuh dan jokodok.
Sebagai politikus gaek rasanya kata-katanya semakin susah dimengerti dan banyak melakukan blunder dari pernyataan -- pernyataan yang jauh dari kebenaran. Ia pernah menjadi bapak reformasi setelah ikut andil melengserkan Soeharto dari tampuk kekuasaan.Â
Ia menjadi promotor Gusdur sekaligus sebagai aktor utama yang menyebabkan Gusdur terguling. Amien sungguh fenomenal.Doktor lulusan Amerika dengan penelitian masalah politik Timur Tengah (dunia Arab).
Luasnya pengetahuan seharusnya berbanding lurus dengan perilakunya yang semakin rendah hati dan menghargai lawan politiknya. Ternyata semakin tua kelakuannya semakin luar biasa apalagi jika sudah menyerang pemerintah. Ia seperti politikus lupa etika, politikus yang mengandalkan isu untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Tahun 2019 ini menjadi tahun Amien Rais puncak keliarannya dalam memainkan kata- kata apalagi kubunya memainkan politik isu, menebar kebencian dan membuat masyarakat terbelah hingga menyebabkan banyak masyarakat harus kehilangan saudara, kehilangan persahabatan, kehilangan relasi gara- gara perbedaan pilihan politik. Brutalnya jalan politik tahun politik membuat Jokowi Sang pemenang pemilu 2019 memandang perlu rekonsiliasi nasional.Â
Tidak ada lagi 01, tidak adalagi 02 yang ada hanyalah 03 persatuan Indonesia. Masnyarakat diajak melupakan perseteruan semasa pemilu. Ia(Jokowi) adalah presiden semua warga negara Indonesia yang sebelumnya tidak memilihnya dan yang memilihnya.
Mengapa Amien Menghilang dari Jejak Berita?
Amien sedang tiarap entah sedang mengumpulkan tenaga karena ia kalah banyak atau sedang merasa frustrasi semua manuvernya gagal total. Bahkan rekan- rekannya di PAN mulai bergerilya untuk melakukan pendekatan ke pemerintah bergabung dan berkoalisi demi mendapatkan kursi kekuasaan di eksekutif seperti ketika sebelumnya sempat mendapat kursi menteri tetapi menariknya sebelum perhelatan pemilu tiba. Politik "Mulur mungkret", Politik Bunglon.
Amien seperti yang digambarkan dalam wayang lebih mirip tipe Sengkuni. Memainkan politik dengan licik hingga menyebabkan Duryudana terpengaruh dengan liarnya kata- kata Sengkuni sehingga Durnyudana banyak melakukan blunder dalam kebijakannya sebagai Raja Astina.Â
Dasar sudah mempunyai watak buruk ditambah dengan provokasi dari Sengkuni yang luar biasa tajamnya membuat Pemerintahan Astina semakin tumbuh sebagai pemerintahan yang otoriter dan membuat para Pandawa sang pewaris sebenarnya terusir dari kerajaan Astina, kalah Judi, hampir terbakar ketika sedang pesta di Bale Sigala- gala karena taktik licik Sengkuni.
Kini Prabowo paling tidak mendapat petuah licin dari politik Amien Rais. Sang musuh sejati dari Pria yang sama berasal dari Solo. Jokowi versus Amien.Â
Dua pria dengan peruntungan berbeda meski dari daerah yang sama sama- sama lulusan UGM, sama- sama menekuni politik. Jokowi sukses dan selalu menang dalam persaingan menggapai kekuasaan dari Walikota, Gubernur sampai Presiden dan terpilih dua kali.Â
Sedangkan Amien Rais adalah politikus yang banyak gagal ketika mencalonkan diri sebagi pimpinan tertinggi negara, meskipun pernah menduduki kedudukan prestisius sebagai ketua MPR RI.
Berhenti bermanuver dan Momong Cucu
Sudahlah Amien Rais berhentilah bermanuver, beri jejak yang baik agar bisa menjadi bapak bangsa yang pernah terukir sebagai bapak reformasi, semakin anda berulah semakin masyarakat tidak suka.Â
Sebab masyarakat lebih suka bisa menjalani kehidupan dengan tenang karena hidup biasa saja sudah banyak masalahnya apalagi harus mendengar mengikuti sepak terjang politisi yang lebih sering gaduhnya daripada manfaatnya untuk membangun peradaban bangsa elegan.
Masa anda telah selesai, alangkah lebih nyaman bisa bersenda gurai dengan para cucu dan menikmati masa tua sambil mendengarkan uyon- uyon (gamelan), menyanyikan Pangkur atau Pucung menyesap kopi sambil membaca buku kebajikan. Salam Damai Selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H