Dari Kompas jadi mengenal tulisan feature bola yang menginspirasi dari Romo Sindhunata SJ.Kolom kolom dari Alisa Wahid, kolomnis asal Perancis Jean Couteau, Seno Gumira Ajidarma, Kritikus dan pengamat seni rupa kawakan dari Agus Dermawan T dan amsih banyak lagi penulis yang menginspirasi.
Saya yang bodoh dan merasa semakin bodoh saat membaca tulisan- tulisan di buku ingin terus berkembang dan berusaha menduplikasi kata - kata Kompas. Artikel Kompas ternyata mempunyai memberi kritikan tanpa membuat emosi penguasa menjadi receh. Kritik kompas yang terukur membuat media ini sampai sekarang terus bertahan.
Semoga Kompas terus bertahan di tengah gempuran media- media online yang membanjir. Bagaimanapun bagusnya sebuah kecepatan akses berita di media online harus tetap mempunyai panutan media konvensional yang mengajak orang berpikir bijak dan tidak mudah termakan isu receh.Â
Jika Mengikuti dengan rutin berita, artikel dan kolom di Kompas seperti melihat jejak sejarah Indonesia. Usia 54 adalah usia matang. Pahit getirnya jejak sejarah sudah dilewati, ketika pernah dibreidel tetapi mampu bangkit lagi, Dengan sedikit mengalah untuk bangkit dan berjuang lagi, bertahan bahkan sampai memiliki media elektronik Kompas akan selalu di hati. Pertahankan amanat hati nurani rakyat.Â
Rakyat dan masyarakat masih butuh edukasi untuk mengolah informasi yang mampu memberi inspirasi bukan memprovokasi atau lebih mengandalkan berita hoaks.
 Selamat Ulang Tahun Kompas yang ke 54 semoga tetap Jaya.
Referensi dari 85 Tahun Jakob Oetama Yuk, Pak Jakob Berujar disusun dan dan dikumpulkan oleh Ninok Leksono, Kompas Media Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H