Tidak mungkin satu manusia yang selalu bahagia dan melewati perjalanan hidup tanpa masalah. Orang sukses dan berhasil pasti pernah merasakan pahit dan duka lara dan itulah sesungguhnya manusia.
Memusatkan Energi Untuk Indonesia yang Maju
Sekarang Indonesia baru saja melewati pertunjukan yang menguras energi dan mental. Sidang melelahkan yang akhirnya menetapkan pemimpin yang dipilih oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Setiap kontestasi pasti akan ada yang kalah dan menang.Â
Yang kalah sejenak kecewa, sedih dan merasa gagal, sedangkan yang menang merasa tersanjung dan senang. Yang gagal tidak harus berlarut merasakan kekecewaan dan kekesalan, sedangkan yang menangpun sudah siap- siap memikul tanggung jawab besar untuk memanggul beban janji selama kampanye.
Panggung selanjutnya adalah paparan kecerdasan, bersama- sama kompak membangun bangsa dengan caranya sendiri. Yang menang harus mampu memegang janji dan berusaha keras tidak mengecewakan pemilihnya. Yang kalah menjadi oposisi dan partner yang akan selalu mengingatkan janji- janji saat kampanye, menjadi sosok kritis yang akan selalu mengkoreksi kekurangan, tetapi tentunya tidak membabi buta mencari kesalahan.Â
Lawan yang tangguh, oposisi yang baik  juga mampu memberi masukan. Sebab mengkritik diasumsikan sudah mempunyai solusi untuk mengatasi kekurangan tersebut, jika hanya sekedar mengkritik tanpa solusi namanya waton suloyo kembali lagi menjadi orang pintar tetapi sok bodoh.
Energi bangsa ini harus dikerahkan untuk mengejar ketinggalan dari negara- negara maju yang sudah berpikir jauh untuk menemukan teknologi baru, mengatasi masalah klasik dari lambatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
China sudah berpikir menemukan cara untuk membuat teknologi yang lebih canggih dari sistem android dan bahkan sudah menemukan formula  teknologi industri. 5.0, Indonesia masih berkutat pada perdebatan masalah agama dan politik yang tidak kunjung selesai.
Anak- Anak Cerdas Banyak Perlu Wadah dan Penghargaan Tinggi
Anak- anak cerdas masih kebingungan mencari induk semang panutan yang bisa menampung mereka menciptakan formula baru dan produk intelektual yang dihargai tinggi, pemerintah masih mencari cara bagaimana meningkatkan sumber daya manusia di tengah simpangsiur pendidikan yang belum merata dan jauh dari penguasaan literasi.
Banyak orang yang masih mabuk gelar sehingga akhirnya memilih jalan pintas dengan membeli gelar dan memanipulasi proses. Gelar doktor bisa dibeli hanya demi ambisi memperoleh kedudukan sebagai rektor atau posisi politik.Â