Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Sisi Humanisme Anies Baswedan untuk Perusuh?

25 Mei 2019   12:35 Diperbarui: 25 Mei 2019   12:44 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden ketemu dengan para pedagang terdampak kerusuhan (nasional.kompas.com)

Ada beberapa kebijakan Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang mendapat sorotan publik antara lain ketika Anies lebih mengutamakan menolong perusuh yang terluka akibat peristiwa 21 dan 22 Mei 2019. Persepsi ini terasa kental dirasakan oleh mereka yang sedari awal tidak suka dengan Anies terkait Pemilu Jakarta 2017 lalu. Setelah kembali dari Jepang Anies tampak berusaha hadir untuk menenangkan massa dan memaklumi demo sebagai bagian dari dinamika politik dan kebebasan berpendapat.

Kebijakan Rancu Gubernur DKI

Anies Peduli pada korban- korban yang berjatuhan saat kerusuhan 21 dan 22 Mei di sekitar  M. H. Thamrin,Wahid Hasyim, Slipi dan Jalan Sabang. Ada sekitar 800 orang terluka dan terhitung 8 orang meninggal.  Korban kebanyakan berjatuhan saat seharusnya demonstrasi rehat karena melewati waktu yang telah digariskan undang- undang. Gelombang demonstrasi massa memang sudah bubar sesuai instruksi tetapi berlanjut dengan datangnya pihak ketiga atau perusuh yang sengaja didatangkan untuk membuat rusuh. Mereka datang dari luar daerah. Bukan massa biasa melainkan massa yang dibayar untuk melawan aparat.

Sejak awal mereka memprovokasi aparat dengan ejekan- ejekan yang memancing emosi, tetapi polisi sudah dibekali petunjuk untuk tidak terpancing dengan provokasi perusuh yang bersenjata batu yang diambil dari trotoar, merusak tatanan konblok, menghancurkan pot bunga dan mengambil batunya untuk dilemparkan ke aparat terutama Polisi Dalmas yang hanya sekedar bertahan. Mereka tidak dibekali senjata tajam. Sedangkan perusuh menggunakan bom molotov, petasan untuk melempari aparat.

Di  markas Brimob  Petamburan massa membakar Asrama Brimob, merusak motor, membakar kendaraan milik Brimob. Di tempat lain perusuh menjarah jualan para pedagang bahkan ada yang membawa kabur uang yang dikumpulkan lama oleh pedagang sebuah toko di bilangan Sabang Jakarta Pusat.

Ia menjenguk perusuh. Dalam narasi humanisme memang tidak salah mencintai musuh, membantu para pencoleng rumahnya. Jakarta memang rumah bersama tetapi tentu saja ada banyak masyarakat yang heran dengan pola pendekatan Anies Baswedan dalam membuat skala prioritas siapa yang harus ditolong lebih dahulu. Korban kerusuhan atau perusuh itu sendiri? sebagian berpendapat bahwa seharusnya Anies lebih mengutamakan warga, pedagang dan masyarakat yang terdampak kerusuhan, bukan mereka yang secara ganas menyerang aparat meskipun perlawanan mereka berakhir di rumah sakit atau lebih tragis mati sia- sia karena sebetulnya mereka tidak tahu mengapa mereka melakukan perlawanan terhadap aparat.

Sebagian perusuh memang sudah dibekali narasi kebencian yang dibangun oleh mereka yang kecewa terhadap hasil pemilu 2019. Narasi kebencian itu sudah ada jauh sebelum pemilu berlangsung. Oleh elite politik oposisi pemerintah sudah mendengungkan bahwa mereka tidak mungkin kalah, mereka sudah didukung rakyat. Yakin bahwa Presiden akan berganti. Dengan demikian Indonesia akan makmur, adil sentosa.

Mencoba Mengerti Sisi Humanisme Gubernur Jakarta

Dan ketika Quick Count tanggal 17 April 2019 sekitar Jam 15.00 WIB. mengumumkan siapa pemenangnya segera melawan kenyataan dengan membangun opini sendiri merasa menang lewat perhitungan internal dan jika kalah, karena kecurangan yang terjadi secara masif, sistematis dan terstruktur. Anies seperti diketahui lebih condong ke oposisi. Bagi TKN dan orang- orang yang dijuluki kecebong menganggap Anies blunder ketika saat gawat dan genting malah pergi ke Jepang. Ia dinilai lepas tanggung jawab karena lebih mementingkan kepentingan pribadi.

Dan saat pasca kerusuhan keberpihakan Anies membuat pengamat, penulis, netizen menilai Anies Berat sebelah. Bagaimana mungkin membela orang- orang yang sudah merusak tamannya, mencabik- cabik fasilitas umum membuat ketakutan dan kecemasan tingkat dewa pada warganya dan membuat perekonomian mandeg dan kerugian pun tidak terhitung. Seharusnya omzet pedagang melesat tinggi menjelang Ramadan, tetapi gara gara ulah perusuh pedagang menjadi ketakutan untuk membuka toko takut terkena dampak dari kerusuhan tersebut.

Para perusuh itu harusnya tahu ia berperang dengan bangsanya sendiri, dengan temannya sendiri. Tetapi karena ada narasi yang dibangun oleh koordinator mereka, ada aktor intelektual yang ingin merusak demokrasi maka perusuh itu seperti sedang trance, sedang dirasuki iblis untuk merusak apa saja, menyerang aparat yang tidak dipersenjata dan hanya bisa bertahan. Bayangkan bila rumah anda dibakar oleh maling, preman perusuh tuan rumahnya sendiri malah sibuk menolong perusuh lupa bahwa tetangganya keluarganya sendiri trauma dengan peristiwa yang baru saja terjadi.

Tidak salah sih tindakan Anies dari sisi kemanusiaan, siapapun korban yang bergelimpangan memang harus ditolong. Tetapi bagaimana masyarakat harus yakin bahwa Anies adalah bapak bagi warganya sedangkan ia lebih peduli membantu penderitaan perusuh.

Semoga persepsi dan kecurigaan penulis tidak berdasarkan. Saya harus tetap positif dengan segala tindakan Gubernur DKI. Bagaimanapun ia adalah pemimpin, Di sisa kepemimpinannya sebagai warga ia tidak seharusnya selalu beda dengan pola kepemimpinan Gubernur sebelumnya. Ia memang mempunyai gaya sendiri, pola pendekatan berbeda. Ia akan selalu tampak manis beda dengan gubernur sebelumnya yang tampak galak jika ada orang yang berani berbuat salah. Ia akan memaki dan tentu saja yang dimakinya malu alang kepalang.

Wajah Senyum Anies yang jarang tampak Marah (megapolitan-kompas.com)
Wajah Senyum Anies yang jarang tampak Marah (megapolitan-kompas.com)

Wajah Anies tentu tidak cocok jika harus marah- marah. Ia adalah sosok yang lembut yang selalu mengedepankan persuasi yang sejuk. Tetapi Jakarta itu keras bung! Apakah preman pasar, centeng yang biasa mabuk dan mengumpat- umpat dihadapi dengan kelembutan. Jakarta itu ganas jika hanya dihadapi dengan senyuman. Ali Sadikin membangun Jakarta pasca orde lama dengan model keras. Ia tidak mudah kompromi dan kadang berpikir keluar jalur, tetapi memang begitulah Jakarta.

Beda Pendekatan Kemanusiaan Antara Gubernur dan Presiden

Ketika dalam kerusuhan itu ia kalah gesit dengan presiden dalam membangun narasi kemanusiaan (Jokowi lebih memprioritaskan pedagang yang terkena dampak kerusuhan di mana tokonya ludes dibakar massa dan barangnya dijarah. Jokowi memang tidak mentolerir segala tindakan perusuh yang bertujuan merusak dan membentur- benturkan TNI dan kepolisian. Sisi humanisme Presiden berbeda dengan apa yang diperlihatkan Anies Baswedan)

Presiden ketemu dengan para pedagang terdampak kerusuhan (nasional.kompas.com)
Presiden ketemu dengan para pedagang terdampak kerusuhan (nasional.kompas.com)

Sebetulnya penulis tidak ingin membandingkan antara Jokowi dan gubernur DKI Jakarta saat ini. Tetapi banyak orang melihat kerancuan pendekatan gubernur pasca kerusuhan. Barangkali ada penulis yang berpendapat lain, menurut saya pribadi aneh Gubernur lebih mementingkan untuk menolong perusuh yang jelas- jelas merusak rumahnya sendiri, daripada membantu keluarganya yang trauma, ketakutan, cemas, dan tentu saja rugi material dan rohani karena kerusuhan.

Seharusnya Aniespun marah pada perusuh mengapa tega merusak fasilitas umum yang diambil dari hasil usaha warganya sendiri, keluarganya sendiri.  Jika perusuh itu terluka, bahkan meninggal bukannya karena ulahnya sendiri. Wong polisi tidak melawan kok ditantang! Kalau akhirnya ia kebentur tembok karena ulahnya sendiri siapa yang disalahkan.

Yang lebih salah lagi adalah aktor di belakang mereka yang berani membayar dan merayu para perusuh untuk melawan aparat. Bayangkan ABG yang tidak tahu tentang politik dengan agresif dan kebencian luar biasa dijejali narasi bahwa ia harus melawan dan kalau perlu menjadi martir bagi perjuangan segelintir orang yang hasrat kekuasaannya sangat besar.

 Pertanyaan Untuk Gubernur

Bang Anies. Bapak Anies ayah kami mengapa kau lebih memilih membantu perusuh dan perusak rumahmu sendiri? Tolong jelaskan dong alasannya biar kami wargamu mengerti jalan pikiranmu? Salam Damai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun