Hoax datang silih berganti, komentar saling silang dan membuat gelegak emosi memuncak, tetapi jika terbawa arus bukan keuntungan yang didapat tetapi malah menjadi korban masifnya hoax di media sosial.
Sudah banyak korban dari rekayasa media sosial dan dari content kreator yang sengaja mencuplik dan membuat meme lucu- lucuan hingga akhirnya berakhir di meja hijau.
Hati hati dengan Meme. Biasa Berujung Petaka
Korban bullyan menjadi obyek ceramah dari polisi- polisi moral bernama netizen. Sumpah serapah, olok- olok membobardir dan membuat korban dari meme tidak bertanggungjawab itu harus terseret dalam kasus hukum.
Ada cerita horor bila pesohor, pimpinan partai, Â calon pemimpin dengan bebas berbicara. Media merekam dialog dan netizen serta content kreator berusaha mengaburkan realita dengan memotong- motong dialog dan ditambah- tambahi hingga akhirnya menjadi sebuah tayangan video yang terkesan melecehkan.
Anehnya lagi netizen gampang percaya pada kreasi- kreasi video yang tayang di Youtube. Tanpa cek ricek netizen segera meluncurkan sumpah serapah padahal hanya melihat sepotong tayangan dan jarang membaca tayangan secara utuh. Hanya dengan informasi sepihak netizen langsung bisa menyimpulkan pesohor, selebriti, pelawak membuat ujaran pelecehan, penistaan. Konyolnya lagi yang menjadi bahan lawakan atau pelesetan adalah Ulama sampai Nabi.
Jika seorang Ulama bereaksi atau tokoh masyarakat merasa gerah dengan kreasi netizen yang terkadang keterlaluan, maka segera saja gerudukan netizen menjadi vonis yang sungguh membuat bergidik. Sebab meskipun seorang melawak tidak sengaja mengucap nama dan memplesetkan Ulama maka tak ayal pesohor itu akan terpelanting jatuh dalam bullyan netizen.
Di zaman digital saat ini hati hati dengan ucapan, kata- kata yang sengaja tidak sengaja sudah dikonsumsi publik. Status mencaci dan membuat kata- kata provokatif akan mudah membangkitkan cacian segenap netizen yang anggaplah sebagai hakim dan jaksa bagi status yang terlanjur dinikmati warga.
Korban Netizen dan Media Sosial
Ahok, Andre Taulany menjadi korban dari isengnya netizen membuat video yang sengaja dipotong- potong lalu ditambah dengan seloroh- seloroh yang menimbulkan persepsi lain. Konyolnya lagi masyarakat netizen lebih percaya pada cerita- cerita yang sudah direkayasa sedekian rupa sehingga tampak asli.
Ketika secara masif isu- isu terus menyerbu sebuah kebohongan akhirnya dipercaya sebagai realita.Berita hoax yang terus menerus menyerbu media sosial akhirnya kemudian dipercaya sebagai informasi sahih, padahal jika ditelusur dengan data dan penelitian mendalam ada banyak kejanggalan berita hoax itu yang membat logika, realita terkaburkan.
Netizen merasa berhak untuk menentukan seseorang salah atau tidak. Dengan agresif netizen terus menghakimi pesohor yang menjadi korban. Netizen menjadi polisi moral padahal banyak kata- netizen yang berkomentar dan menayangkan status jauh lebih parah dari ucapan pesohor tersebut.
Jika mau adil yang membuat selebriti, pesohor terkena kasus hukum  juga harus dihukum.Tentu saja  karena masyarakat lebih senang dengan berita- berita kontroversial, politik, dan kebohongan- kebohongan terstruktur, Sistematik, masif. Bahkan kini setan Gundul ikut- ikutan turun ke jalan menyerbu suasana bumi dan pemimpin dijadikan sansak olok- olok dan makian.
Jika pesohor melakukan kesalahan, segenap hakim, jaksa dan pengacara dalam hal ini netizen sigap tanggap menyuruh "orang terkenal" berkelebat. Betapa berat jika sudah berurusan dengan HP, karena semua makhluk dunia maya berubah, yang alim menjadi beringas, yang merasa cerdas tunjuk dengan guyon menusuk dengan duri masih itu sebuah pencapaian belajar sekaligus pamit. Goooooooooooooooooooooooooong.
Kesulitan itu manusiawi, selama manusia hidup, tidak ada masyarakat bisa begitu sempurna tanpa melakukan kesalahan. Hanya saja kadang netizen seperti mempunyai hukum tersendiri dan karena status fotonya tidak diperlihatkan asli maka sumpah serapah netizen serta kreasinya yang cenderung brutal tidak terdeteksi.Â
Seharusnya siapapun yang memotong video, menggunakan untuk tujuan tertentu yang merugikan seorang atau orang banyak berhak mendapat hukuman setimpal.
Netizen dan segenap anggota masyarakat yang kebetulan sering membuat kreasi video baik dengan youtube maupun media kreasi lain. Hati hati dengan kreasi anda. Bisa jadi jika ada hukum yang adil anda penggagas meme kreatif, yang lebih senang mengolok olok orang lain daripada introspeksi diri sendiri.
Selain kerjasama, bergotong royong, jauh lebih menyenangkan daripada suntuk memencet gawai tetapi sesungguhnya membuat kegaduhan- kegaduhan baru.Pada masanya akan semakin banyak orang yang terjebak permainannya sendiri terlalu keras pada orang lain tetapi membuat kemarahan dan kekesalan pada warga yang ingin tenang, tentram dan damai.Â
Seharusnya ia (netizen) juga harus keras pada diri sendiri supaya tidak memakan korban orang yang tidak mesti bersalah. Kini di masa Puasa semoga banyak netizen sadar untuk mengurangi kebiasaan membully yang bisa berujung petaka pada orang lain.Â
Puasa Saatnya Menahan Diri
Lebih baik menahan diri baik mental, fisik maupun jiwa agar mampu memberi rasa damai di tengah menjalankan ibadah puasa bagi yang merayakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H