Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wisata Halal di Bali Mencederai Nurani Masyarakat Bali

3 Maret 2019   06:41 Diperbarui: 3 Maret 2019   12:29 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bali dengan keunikan dan kemegahan ritualnya itulah salah satu daya tarik turis manca negara datang. Turis yang harus menyesuaikan diri dengan ritualitas Bali yang unik. (pinterest.com/wisatasenibudaya.com)

Di banyak wilayah Bali makanan halal mudah ditemui di setiap pojok bertebaran"warung muslim", dengan balihonya yang mencolok. Pertanyaannya apakah di daerah lain ada? Mushola bertebaran baik di hotel maupun di SPBU. Yang tidak tersedia adalah di pusat kegiatan Hindu bersembahyang. Mana mungkin membangun tempat ibadat lain di rumah pemilik asli Bali yaitu mereka yang beragama Hindu.

Turislah yang harus menyesuaikan diri memandang Bali dengan cara empati, meresapi Bali sebagai pulau yang mayoritas beragama Hindu. Kalau ingin mewacanakan wisata halal, Lombok dan Banyuwangi  yang dekat dengan Bali bisa saja dilakukan. Kalau Bali, ya jangan paksa mereka mengikuti pola pikir penduduk Indonesia kebanyakan yang sedang"Mabuk agama".

Coba dibalik. Jika ke Aceh semua pendatang tentu akan menyesuaikan diri dengan kultur Aceh sebagai "serambi Mekah" yang harus berkerudung dan menyesuaikan dengan hukum Aceh yang kental dengan aturan hukum Muslim.

Itulah keunikan. Keunikan itu tidak dipaksakan sama, nanti tidak lagi unik namanya. Biarkan Bali dengan ciri khasnya. Hidup di Bali, berkunjung di Bali ya jangan membawa kebudayaan luar masuk dalam ranah kebudayaan Bali. Turis dan pendatanglah yang harus menyesuaikan diri.

Saat ini keluhan yang sering muncul adalah betapa kemacetan akibat banyaknya turis dan pendatang telah menghambat ritual mereka. Ketika berdoa menjadi tidak khusuk lagi lagi. turis keseringan mengintip dan menonton mereka bersembahyang. Apa doa itu tontonan. 

Mereka masyarakat Bali menginginkan ibadah sembahyang yang hening, sunyi tanpa gangguan. Tapi mereka sadar hidup di Bali yang menjadi magnet wisata dunia memang berat.

Pernyataan Sandiaga Uno itu itu seperti melukai mereka. Indonesia itu bukan hanya Bali. Ada Lombok, Aceh,  Banyuwangi, Banten. Kata Mpu Jaya prema, "Monggo. silahkan mengembangkan wisata di daerah itu. Kenapa harus Bali yang dilirik di mana warganya melestarikan budaya leluhur tidak mengenal istilah halal dan haram"

Selanjutnya Mpu yang dikenal dengan nama Putu Setia (wartawan) tanpa kehadiran wisatawan Timur Tengah Bali sudah padat. Soal wisata halal lanjut Putu kita bicara Indonesia, bukan bicara Bali.Jadi bijaklah memandang keinginan masyarakat Bali. 

Bukan masalah gagal paham tetapi pahamilah masyarakat Bali dengan tidak memaksakan diri agar masyarakat Bali memahami sebagian elit politik yang sedang merasa bisa mengatur negara. Bali dengan segala keistimewaannya ya harus dimengerti. Jika Bali melepaskan diri dari Indonesia itu sebuah kehilangan besar khan. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun