Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekas lawan kas tegese kas nyantosani setya budya pangekese dur angkara (ilmu itu diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan, dimulai dengan kemauan, membangun kesejahteraan terhadap sesama, kesadaran budi dengan menaklukkan semua angkara.Serat Wedhatama. Pupuh III:pucung bait ke - 1)*
Suatu ketika di zaman manusia terjadi pergeseran nilai, di mana banyak dari mereka meyakini kebenaran berdasarkan prevalensi politik dan arah ideologi, tugas penulis adalah menegakkan kebenaran dengan menulis berdasarkan data bukan hanya perasaan yang keluar spontan.Â
Kebenaran itu pahit bahkan menderita. Ada banyak caci maki dan bahkan dijauhi sahabat gara- gara mempertahankan kebenaran. Tetapi kepahitan akan keyakinan dan kebenaran absolut itu akan berbuah manis jika penulis mampu mengubah sejarah dengan kiprahnya sebagai penulis yang mampu memberikan pencerahan kepada pembacanya.
Mendengarkan Suara Hati Nurani
Suara hati nurani menurut Romo Frans Magnis Suseno adalah tidak membenarkan kekecualian sama sekali. Dengan lain kata, hati nurani menyuarakan tuntunan mutlak untuk selalu memilih yang baik dan menolak yang buruk (dicuplik dari buku Iman dan Hati Nurani, karangan Frans Magnis Suseno SJ, hal 7) Selanjutnya menyimpulkan tulisan Dosen Filsafat di STFT Driyarkara Jakarta hati nurani selalu mendengarkan kejujuran dan tidak pernah tidak baik, tidak benar, tidak adil.Â
Kebenaran itu bersifat mutlak tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menjadi relevan menjawab tantangan sekarang di mana suara hati nurani kadang terabaikan karena terbutakan oleh keyakinan pilihan politik.
Era Post Truth seperti sekarang ini menjadi era berat bagi penulis yang mendasarkan kekuatan tulisannya pada suara hati nurani. Banyak penulis berkhianat dan lebih mengabdi pada kekuatan uang, kekuatan modal sehingga banyak penulis menulis berdasarkan pesanan, dan kebenaran yang hakiki disingkirkan demi segepok modal.
Adalah Pramoedya Ananta Toer yang seperti batu karang tetap keukeuh mempertahanan idealismenya dalam menulis. Karya- karyanya menjadi monumental karena suara bathinnya lebih kuat dari arus kegilaan zamannya. Bisa dibilang ia penulis waras di zaman gila. Tetapi banyak juga yang menganggap sebagai penulis gila karena tidak ikut arus zaman. Bisakah penulis membuat testimoni kebenaran?
Tugas Berat Menyuarakan Kebenaran
Pertanyaan itu sungguh berat dijawab oleh penulis, pengarang. Di Kompasiana saya yakin banyak penulis yang sudah berjuang untuk menegakkan kebenaran, mereka menulis spontan berdasarkan kata hati dan ungkapan spontan yang lahir dari jiwanya. Kebenaran yang bagaimana? Sebab kebenaran itu relatif! Menurut saya kebenaran hakiki itu adalah suara- suara yang muncul dari hati nurani, sebab sebagai orang yang suka menulis kata hati lebih jujur.Â
Jika menulis berdasarkan pesanan seseorang akan berbeda jika menulis berdasarkan suara hati nurani. Maka ketika diminta jujur untuk mengemukakan pendapatnya tentang situasi sosial, budaya, politik sekarang ini hendaknya penulis mampu memberikan testimoni berdasarkan kata hati nurani, bukan kepada kecenderungan arah politik.